2 September 2023 13:09 WIB
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial
Hepatitis merupakan kondisi kronis yang memiliki dampak besar pada kesehatan manusia. Hepatitis adalah peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi virus, bakteri, atau parasit, penggunaan obat-obatan dan alkohol, akumulasi lemak di hati, hingga gangguan autoimun. Walaupun ada beberapa penyebab, virus-virus hepatitis adalah penyebab utama terbanyak.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019 diperkirakan sekitar 296 juta orang mengidap hepatitis B dan 58 juta orang menderita hepatitis C kronis. Lebih dari satu juta kematian terjadi setiap tahun akibat hepatitis B dan C.
Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, ditemukan bahwa sekitar 7,1 persen penduduk, atau sekitar 18 juta orang, mengidap hepatitis B. Sementara itu, sekitar 1 persen penduduk, atau sekitar 2,5 juta orang, terinfeksi oleh hepatitis C.
Ada lima jenis virus hepatitis yang dapat menginfeksi manusia, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Namun, perhatian yang lebih besar tertuju pada hepatitis B dan C karena prevalensinya yang tinggi di masyarakat. Hepatitis B dan C juga memiliki potensi untuk menjadi bentuk kronis yang berbahaya, yang mengakibatkan komplikasi serius, dan memerlukan biaya pengobatan yang signifikan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dari Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi, dalam acara Enaknya Diobrolin di Narasi, menyampaikan keprihatinan tentang situasi ini.
“Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 20 juta orang yang terinfeksi hepatitis. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara. Dampaknya cukup besar karena pengobatan hepatitis B dan C, terutama dalam bentuk kronis, dapat sangat mahal. Ini bisa menjadi sebuah masalah serius.”
Salah satu komplikasi serius hepatitis adalah sirosis hati, yang termasuk dalam daftar delapan penyakit yang menjadi fokus program Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam periode 2019-2021, total biaya yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk pengobatan hepatitis mencapai Rp298 miliar. Dana ini mencakup biaya perawatan dan pengobatan.
Prof. dr. David Handojo, seorang ahli dalam bidang Hepatitis dan Infeksi Saluran Pencernaan yang menjadi narasumber dalam acara tersebut, menjelaskan,
“Sirosis hati mengacu pada pengerasan jaringan hati. Tingkat keparahannya bervariasi, dan dalam kasus yang parah atau ketika terjadi kegagalan hati, biaya pengobatannya tinggi dan sering berakhir dengan kematian. Sirosis hati termasuk dalam daftar delapan penyakit yang dianggap sebagai masalah serius di Indonesia. Dalam periode yang disebutkan tadi, BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya sebesar 298 miliar rupiah untuk pengobatan hepatitis.”
Hepatitis B Banyak Ditularkan dari Ibu ke Anak
Sepanjang tahun 2022, Kemenkes RI pernah menyebut ada 35.757 bayi lahir dengan hepatitis B di Indonesia. Bayi yang terinfeksi virus hepatitis B memiliki risiko lebih dari 90%–95% berkembang menjadi hepatitis B kronis.
Sementara yang terinfeksi setelah usia 5 tahun jarang mengalami infeksi kronis. Oleh karena itu, transmisi vertikal atau dari orang tua ke anak ini berkontribusi sekitar 50% dari beban penyakit hepatitis B secara umum.
“Oleh sebab itu, yang kita lakukan adalah screening kepada ibu hamil. Dari catatan kami, dari sekitar 4,8 juta ibu hamil, yang melakukan screening sebanyak 70 persen-lah. Dan dari situ angkanya kita dapat sekitar 1,5 persen kasus itu positif. Kita bisa melakukan pencegahan. Agar jangan sampai nanti hepatitis B ini, yang ibunya sakit itu menular ke anaknya.” kata dr. Imran Pambudi.
Meski begitu, situasi ini semestinya tidak dipandang sebagai stigma. Hepatitis itu benar penyakit menular, tapi bukan dalam stigma penyakit keturunan. Anak bisa terkena hepatitis karena adanya melalui transmisi ibu ke anak.
“Kita harus menyampaikan ke mereka bahwa hepatitis itu adalah penyakit menular. Dan ini bukan penyakit keturunan. Keturunan karena dia tertular dari orang ibunya. Jadi jangan dijauhi. Justru mereka itu harus ditemukan segera agar bisa segera diobati.”, lanjut dr. Imran Pambudi.
Pemerintah Mulai Beri Antivirus pada Ibu Hamil
Kemenkes RI melakukan percontohan pemberian antivirus pada ibu hamil. Hal itu guna mencegah terjadinya transmisi virus hepatitis B dari ibu ke anak. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/15/2023 tentang Percontohan Pemberian Antivirus pada Ibu Hamil untuk Pencegahan Transmisi Virus Hepatitis B dari Ibu ke Anak.
Percontohan pemberian antivirus pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan obat antivirus Tenofovir Disoproxil Fumarate kepada ibu hamil dengan HBsAg positif, dengan kadar virus sama atau lebih dari 200.000 IU/mL (5,3 log10 IU/mL), atau dengan Hepatitis B e-Antigen (HBeAg) positif selama trimester ketiga kehamilan sampai dengan 1 (satu) bulan setelah melahirkan.
Pelaksanaan pemberian obat antivirus Tenofovir Disoproxil Fumarate kepada ibu hamil dengan HBsAg positif dilakukan oleh dokter umum yang terlatih pada fasilitas kesehatan tingkat pertama atau dokter spesialis penyakit dalam pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut, dan dilaksanakan oleh tim kerja yang ditetapkan oleh pimpinan di fasilitas pelayanan kesehatan
Percontohan pemberian antivirus pada ibu hamil dilaksanakan mulai tahun 2022 sampai dengan tahun 2023 di rumah sakit dan Puskesmas pada 6 provinsi dan 10 kabupaten/kota.
Daftar fasilitas kesehatan yang melaksanakan percontohan pemberian antivirus pada ibu hamil, antara lain:
1. Jawa Barat : RSUD Kota Bandung dan Puskesmas Arcamanik Kota Bandung;
2. DKI Jakarta : Puskesmas Cengkareng dan RSUD Taman Sari Jakarta Barat; Puskesmas Tanah Abang dan RSUD Kemayoran, Jakarta Pusat; Puskesmas Kebayoran Lama dan RSUD Tebet Jakarta Selatan; Puskesmas Cakung dan RSUD Kramat Jati Jakarta Timur; Puskesmas Tanjung Priok dan RSUD Koja Jakarta Utara;
3. Sulawesi Selatan : Puskesmas Sudiang Raya dan RSUD Labuang Baji Kota Makassar;
4. Jawa Timur : Puskesmas Sememi, Puskesmas Wonokusumo, RSUD dr. Mohamad Soewandhie, RSUD dr. Soetomo Kota Surabaya;
5. Lampung : RSUD Hj. Abdul Moeloek, Puskesmas Way Kandis, dan Puskesmas Gedong Air Kota Bandar;
6. Kalimantan Selatan : Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin.
KOMENTAR
Latest Comment