Dampak Kemarau Panjang, Sebagian Warga Sikka, NTT Keruk Batang Pohon Pisang untuk Minum

5 Oktober 2023 15:10 WIB

Narasi TV

Batang pohon pisang yang kandungan airnya diambil warga untuk minum akibat krisis air saat kemarau panjang tahun ini. Sumber: buzzonearth.com..

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Margareth Ratih. F

Musim kemarau yang berkepanjangan membuat warga Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, kesulitan mendapatkan air bersih. 

Sebagian warga yang tidak mampu membeli air tangki terpaksa minum dari air yang dikeruk dari batang pisang.

Hal ini dilakukan oleh ratusan warga di RT 013/RW 006 Dusung Kolotong, Desa Bura Bekor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, NTT.

Salah seorang warga setempat, Yoseph Rizal, mengaku dapat menebang empat hingga lima pohon pisang dalam sehari untuk mendapatkan air dari batang pohon.

Air yang diperas dari batang pohon pisang itu ditampungnya hingga terkumpul sekitar dua sampai dua setengah liter per pohon. 

Joseph kemudian membawa pulang air yang telah dikumpulkannya untuk keperluan memasak dan konsumsi bersama 10 orang anggota keluarga lainnya.

Mahalnya air tangki

Yoseph mengaku harus mengambil air dari batang pohon pisang karena penghasilannya tidak mencukupi untuk membeli air tangki seharga Rp250 ribu sampai Rp300 ribu per satu tangki ukuran lima ribu liter.

Pendapatannya sebagai petani tradisional adalah Rp400 ribu per bulan dari berjualan hasil pertanian yang kini mulai terserang penyakit akibat musim kemarau panjang. 

Jika uang itu digunakan untuk membeli air tangki, maka kebutuhan makan dan sekolah anak-anaknya tidak dapat terpenuhi.

Karena itulah, Yoseph memilih untuk mengumpulkan air dari batang pohon pisang yang tersebar di kebun dekat pekarangan rumah.

Untuk mendapatkan air dari batang pisang, pertama-tama warga harus menebang pohon pisang dan membuat lubang pada pangkal pohon untuk menampung air. 

Batang pisang yang sudah dilubangi kemudian ditutup kembali menggunakan kulit atau daun pisang selama satu hari lamanya. 

Kegiatan mengeruk batang pohon pisang biasanya dilakukan di sore hari. Dengan begitu, pada pagi hari berikutnya, air sudah tertampung dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan di hari itu. 

Menurut Yoseph, selama ini warga Dusun Kolotong memanfaatkan air tadah hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut tidak memiliki sumber mata air. 

Namun, situasi kemarau yang panjang dan ketiadaan hujan membuat ketersediaan air tadah hujan semakin menipis, bahkan habis sama sekali.

Sumber mata air sejauh 8 km

Wilayah Dusun Kolotong khususnya Desa Bura Bekor tidak memiliki sumber mata air pasca diguncang gempa bumi dan tsunami pada 1992 lalu. 

Kini, sumber mata air terdekat yaitu mata air Pomat terletak 8 kilometer jauhnya dari dusun, tepatnya berada di Desa Hokor.

Yoseph pun menyampaikan harapannya supaya pemerintah memberikan bantuan air bersih kepada warga di dusunnya yang telah mengalami krisis air selama berbulan-bulan. 

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR