30 November 2022 17:11 WIB
Penulis: Rahma Arifa
Editor: Akbar Wijaya
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember, Jawa Timur mengharamkan joget pargoy. Hal ini tertuang dalam keputusan Nomor 02/MUI-Jbr/XI/2022 tentang Joget “Pargoy” di Kabupaten Jember.
“Hukum Joget “Pargoy” adalah HARAM karena mengandung gerakan erotis, mempertontonkan aurat dan menimbulkan syahwat lawan jenis. Joget “Pargoy” tidak mencerminkan muslim yang berakhlak dan menodai nlai-nilai kesopanan, moral dan adat istiadat, khususnya yang berlaku di Kabupaten Jember” tulis tausiah fatwa tersebut yang terlansir dalam laman resmi MUI Jember.
Menurut pertimbangan fatwa tersebut, fenomena joget ‘pargoy’ marak ditemukan dalam berbagai kegiatan di Jember, salah satunya di Parade Sound Sistem.
Sedangkan MUI Jember menilai bahwa joget ‘pargoy’ banyak dilakukan oleh remaja wanita dengan pakaian terbuka yang dapat menimbulkan syahwat lawan jenis.
Fatwa tersebut juga mengajak umat Islam di Kabupaten Jember untuk mempertahankan Jember sebagai Kabupaten yang religius. MUI juga turut menghimbau pemerintah dan tokoh masyarakat untuk melarang kegiatan joget tersebut.
Fatwa pengharaman joget pargoy oleh Komisi Fatwa MUI Jember ditembuskan ke Bupati Jember, Kapolres Jember, dan DPRD Kabupaten Jember.
Surat bertajuk ‘Tausiah Komisi Fatwa’ tersebut ditanda tangani oleh Ketua Bidang Fatwa, KH. Badrut Taman, Sekertaris Komisi Fatwa, Moh Faiz Hadi, dan juga Dewan Pimpinan MUI Jember, KH Abdul Harst sebagai Ketua Umum dan KH Abdul Wahab Ahmad sebagai Sekertaris Umum.
Kami mewawancarai Mohammad Faiz Hadi, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jember perihal alasan yang melahirkan keputusan ini.
Jadi apa yang hari ini ramai di media sebenarnya bentuknya adalah tausiah, beda dengan fatwa. Kalau fatwa memang di sana nanti akan dicantumkan seluruh argumen dalil, argumen ulama, dan kaidah usul, kaidah fiqih dan sebagainya. Tetapi karena ini bentuknya ada tausiiah, jadi tidak ditampilkan dalil dan argumen atau yang dijadikan dalil.
Karena hal-hal yang dijadikan tausiah, sejatinya hukum itu sudah diketahui oleh banyak orang dan juga ulama. Jadi di situ kami cantumkan pertimbangannya yaitu gerakan erotis, membuka aurat, kemudian menimbulkan syahwat lawan jenis, dan saya kira ini memang sudah diketahui oleh khalayak umum bahwa ini adalah perkara yang haram, maka ini menjadi tausyiah (beda dengan fatwa).
Kalau di posisi kami dalam Majelis Ulama Indonesia, semuanya semacam arahan dan imbauan kepada umat. Kalau di fatwa, maka akan ada seluruh dalil, ijtihad, kaidahnya, karena dalil itu dimunculkan karena memiliki potensi dipahami secara berbeda oleh khalayak luas.
Tapi soal tausiah, itu adalah hal-hal yang sudah diketahui oleh khalayak umum oleh umat, berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara hukum islam.
Jadi kami memberikan tausiah saja, himbauan, dan sifatnya tidak mengikat. Tetapi dua-duanya besifat imbauan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang menjadi viral di masyarakat.
Jadi fatwa tausiah ini dikeluarkan oleh MUI Jember, jadi scope nya lokal. Meski masuk berita nasional, ya tapi ini scope nya adalah Jember saja. Karena kami di MUI, khususnya di komisi fatwa, banyak sekali masukan dari masyarakat. Jadi di beberapa titik di masyarakat Kabupaten Jember, masih saja terjadi apa yang kita sebut sebagai joget pargoy ini.
Walaupun memang joget pargoy ini diketahui oleh masyarakat luas, bahkan nasional dan sebagainya, tetapi apa yang menjadi masukan untuk kami, itulah yang menjadi pertimbangan kami untuk membuat tausiah ini.
Jadi ada beberapa titik di Jember ini yang memberikan masukan dan pandangan tentang joget pargoy ini. Nah ,bagaimanakah MUI memandang joget pargoy ini, maka munculah tausiah larangan joget pargoy ini.
Tapi yang perlu dipahami agar ini tidak menjadi salah paham secara luas, bahwa di dalam tausiah tersebut sudah kami jelaskan, apa yang dimaksud dengan joget pargoy yang dilarang ini.
Poin-poinnya dan kriteria-kriterianya, yaitu menimbulkan gerakan tubuh erotis. Kedua, itu jelas-jelas sudah membuka aurat. Dan itu jelas-jelas sudah menimbulkan syahwat bagi lawan jenis.
Saya kira ketiga kriteria ini memang sudah diketahui oleh khalayak umum bahwa peristiwa atau pelaksanaan kegiatan yang berbentuk unsur-unsur seperti itu, jelas hukumnya haram. Maka dari itu kami tidak mengeluarkan fatwa, kami mengeluarkan tausiah.
Sekali lagi, jadi di dalam tausiah memang tidak ditampilkan dalil. Karena dalilnya sudah diketahui oleh khalayak banyak. Seperti membuka aurat, itu kan sudah diketahui oleh kalangan umat Islam.
Kemudian berjoget-joget erotis, menimbulkan syahwat, saya kira di mana pun tempatnya itu sudah diketahui oleh banyak orang [hukumnya]. Kami hanya melakukan penekanan saja apa yang menjadi peristiwa terbaru di Kabupaten Jember ini berkenaan dengan joget pargoy ini.
Jadi tausiah ini hanya untuk wilayah Jember ya. Dan yang kedua, ada beberapa poin yang kami tampilkan di tausiah tersebut yang menjadi poin-poin pertimbangan sehingga pada taraf Haram.
Sehingga, mungkin orang-orang akan menganggap ‘loh pargoy kan cuman begini-begini saja, hanya gitu-gitu aja’, jadi memang tausiah yang kami keluarkan tidak bisa dilepaskan dengan masukan-masukan yang diberikan masyarakat kepada kami yaitu: Satu, menimbulkan gerakan erotis. Yang kedua, membuka aurat. Dan yang ketiga, sangat menimbulkan syahwatnya lawan jenis.
Jadi melihat ketiga kriteria ini, sudah jelas, maka segera harus ada larangan dengan tanda kutip, haram. Jadi pargoy yang terjadi di Kabupaten Jember inilah yang kami berikan tausiah.
Berkenaan nanti di luar bahwa ada model pargoy yang berbeda atau bagaimana, itu tentu di luar dari apa yang menjadi tausiah dari Komisi Fatwa MUI Jember. Poin pentingnya, ini tausiah atau himbauan, sehingga tidak mengikat.
KOMENTAR
Latest Comment