Anggota Komisi VIII DPR Ali Taher menanggapi dingin rencana Kementerian Agama mengganti buku pendidikan agama yang disebut agar dapat membendung radikalisme. Bagi Ali, jangan sampai dipandang kurikulum pendidikan agama penyebab tunggal radikalisme.
"Bisa jadi kesenjangan sosial, ekonomi, dan faktor keluarga," ujar Ali.
Menurut riset Maarif Institute, sekolah memang bisa jadi pintu masuk paham radikal. Namun, Peneliti Intelijen dan Terorisme dari Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta memandang siswa belajar agama secara formal di sekolah hanya 2 jam. Siswa itu memanfaatkan hari untuk melihat media sosial.
"Media sosial menjadi pelibat signifikan radikalisme terhadap anak muda, tidak ada langkah spesifik pemerintah memblokir akun-akun ini,” kata Stanislaus Riyanta.