Warisan Didi Kempot: Menangis Patah Hati Itu Biasa
Selama 30 tahun Didi Kempot melantunkan balada patah hati kaum jelata. The Godfather of Brokenhearts itu pertama kali tenar lewat nomor "Cidra" -- tembang yang sekaligus meroketkan namanya hingga ke Suriname dan Belanda.
Pada 2019, setelah sebuah konser yang raya di Taman Balekambang, Solo, Didi Kempot kembali viral. Yang jadi sebab adalah video konser yang beredar di Twitter, mempertontonkan muda-mudi tengah bernyanyi-berjoget sambil "ora krasa netes eluh ning pipi," tak terasa menetes tangis di pipi. Lagu-lagu Pakdhe Didi ternyata masih relevan untuk generasi ambyar masa kini.
Didi Kempot telah mangkat dan betul membuat para jemaatnya ambyar. Tetapi warisannya untuk musik campursari dan tradisional tak ternilai besarnya. Ia mendekonstruksi nilai-nilai Jawa yang aristrokat menjadi merakyat. Menyihir yang elitis menjadi populer tapi puitis.
Yang pasti, Didi Kempot membuat kita lega, bahwa patah hati tak harus ditangisi dan bikin depresi. Mendengar lagu-lagu Sang Lord seolah mendengar ia bersabda, "nangisa, tak kendangi!" Menangislah, biar kuiringi dengan irama kendang!