Ageisme Adalah: Definisi, Sejarah, Hingga Dampaknya Bagi Produktivitas

15 May 2023 14:05 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi seorang pria melihat layar komputer (Sumber: Pexels/Ron Lach)

Penulis: Rusti Dian

Editor: Indra Dwi Sugiyanto

Apakah kamu pernah mendengar kalimat “belum cukup umur”? Kalimat tersebut adalah salah satu contoh ageisme. Ageisme adalah prasangka dan diskriminasi terhadap individu berdasarkan usia. Diskriminasi seperti ini hampir mirip dengan rasisme dan seksisme.

Ageisme dapat terjadi di mana saja, terutama di tempat kerja. Biasanya bentuk ageisme di tempat kerja ini adalah menganggap usia tertentu sudah tidak produktif lagi. Perusahaan cenderung akan mencari usia muda yang dianggap masih produktif. 

Di satu sisi, ada pula perusahaan yang beranggapan bahwa generasi muda yang mana adalah milenial dan gen Z termasuk generasi manja. Hal tersebut bisa berdampak pada etos kerja yang buruk bagi perusahaan.

Mengenal istilah ageisme

Istilah ageisme pertama kali diperkenalkan oleh Robert Neil Butler. Ia menggunakan istilah ini ketika sedang wawancara soal proyek perumahan umum bagi lansia di Chevy Chase, Maryland. Proyek ini bertujuan untuk menempatkan lansia dalam satu lingkungan khusus dan menjauhkan dari publik.

Butler menegaskan bahwa proyek tersebut adalah bentuk prasangka terhadap lansia. Pihak pengembang perumahan menganggap lansia merepotkan sehingga tidak seharusnya ada di jalanan publik.

Ada tiga komponen ageisme menurut Butler. Komponen tersebut dapat berupa prasangka terhadap lansia, praktik diskriminasi terhadap orang lansia, serta stereotip lansia yang dilakukan oleh lembaga dan kebijakan secara terus menerus. 

Walaupun hanya disebutkan lansia, bukan berarti anak muda tidak bisa menjadi korban diskriminasi usia ini. Anak muda sering diidentikkan dengan sosok yang naif, harus dibimbing, dan tidak berpengalaman. Hal ini bisa berdampak pada buah pemikiran anak muda yang dipandang sebelah mata.

Ageisme membatasi produktivitas

Ageisme dapat memicu bias produktivitas. Jika kita melihat dalam pembagian ekonomi politik, usia produktif berkisar 15-64 tahun. Di luar itu, usia 0-14 tahun termasuk belum produktif, sedangkan usia di atas 64 tahun dianggap tidak produktif. Penduduk diluar usia produktif ini dikategorikan sebagai penduduk ketergantungan.

Secara ekonomi makro, pengkategorian tersebut memang baik, mengingat bahwa usia belum produktif harus dipersiapkan untuk menjadi usia produktif. Bagi usia tidak produktif pun bisa beristirahat setelah menghabiskan waktunya untuk bekerja. Padahal, kehidupan terus berjalan. Adanya diskriminasi usia ini justru membuat batasan antar generasi untuk produktif berkarya. 

Bicara tentang ageisme di dunia kerja, munculnya pembatasan usia dalam lowongan kerja pun menjadi masalah. Pasalnya, orang-orang berusia di atas 30 tahun yang notabene masih tergolong usia produktif menjadi kesulitan mendapat pekerjaan.

Padahal, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan. Isi konvensi tersebut adalah negara bertanggung jawab memastikan tidak ada diskriminasi dalam proses rekrutmen hingga pelaksanaan hubungan kerja, termasuk diskriminasi usia.

Dampak ageisme

Ageisme dapat berdampak bagi kesehatan dan kesejahteraan hidup, baik itu bagi orang berusia muda maupun yang sudah lanjut usia. Berikut ini beberapa dampak ageisme:

  • Beresiko terserang penyakit
  • Kemiskinan
  • Harapan hidup rendah
  • Penurunan kognitif
  • Kesepian
  • Berkurangnya akses pendidikan dan pekerjaan
  • Sulit mengembangkan diri

Dengan demikian, ageisme harus kita hindari karena setiap generasi memiliki caranya tersendiri untuk produktif dalam menghasilkan karya.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER