Anak-anak, khususnya yang berada dalam fase balita, sering kali menunjukkan sifat posesif. Hal ini merupakan bagian dari perkembangan alami, namun perlu diperhatikan agar tak kebablasan.
Pada usia balita, anak-anak belum sepenuhnya memahami konsep berbagi dan kepemilikan.
Hal tersebut membuat mereka cenderung menganggap benda-benda atau bahkan orang-orang di sekitarnya sebagai milik pribadi.
Fase perkembangan balita dimulai sejak anak berusia 18 bulan hingga 4 tahun. Dalam rentang usia tersebut, anak mulai belajar tentang kepemilikan dan bagaimana cara membedakan diri mereka dengan orang lain.
Sikap egosentris ini membuat anak merasa bahwa segala sesuatu yang mereka sukai adalah milik mereka, sehingga sulit bagi mereka untuk berbagi dengan orang lain.
Pengaruh hubungan ayah dan anak
KEtika anak tengah belajar untuk memahami konsep berbagi, hubungan yang hangat antara ayah dan anak dapat memengaruhi sifat posesif tersebut.
Anak-anak yang merasa dekat dengan ayahnya cenderung lebih protektif dan posesif.
Mereka merasa bahwa ayah adalah sumber perlindungan dan kasih sayang yang paling utama.
Apabila hubungan antara ayah dan anak dipenuhi dengan kasih sayang dan perhatian, anak akan cenderung lebih merasa memiliki momen-momen bersama ayahnya dan cenderung menjadi posesif terhadapnya.
Terlebih, anak yang tengah belajar tentang identitas diri cenderung akan mengklaim segala sesuatu yang dianggapnya penting, termasuk kasih sayang ayah.
Oleh karena itu, sifat posesif ini bisa dilihat sebagai upaya anak untuk menegaskan keberadaan dirinya.
Ciri-ciri anak posesif
Terdapat beberapa ciri yang menunjukkan bahwa seorang anak mungkin memiliki sifat posesif yang lebih dari biasanya.
1. Ketidakmauan berbagi
Salah satu tanda awal dari sifat posesif adalah ketidakmauan anak untuk berbagi mainan atau barang-barang yang mereka anggap penting.
Anak yang posesif cenderung merasa bahwa barang-barang tersebut harus sepenuhnya menjadi miliknya, dan tidak ada kesempatan untuk orang lain menggunakan atau menyentuhnya.
2. Rasa cemburu yang berlebihan
Anak yang memiliki sifat posesif sering kali menunjukkan rasa cemburu yang berlebihan, terutama saat melihat ayahnya memberikan perhatian lebih kepada orang lain, seperti ibu atau saudara.
Rasa cemburu ini dapat mengakibatkan reaksi emosional yang kuat, seperti menangis atau berusaha mendapatkan perhatian kembali dengan cara yang tidak sehat.
3. Kontrol berlebihan terhadap teman
Perilaku anak yang posesif juga bisa ditunjukkan melalui sikap kontrol terhadap interaksi teman sebaya.
Mereka mungkin menunjukkan keengganan untuk membiarkan teman-temannya bermain dengan mainan yang mereka bawa, atau bahkan menolak untuk bergaul dengan teman jika mereka merasa perhatian dari orang tua terancam oleh kehadiran orang lain.
Dampak negatif dari perilaku posesif
Meskipun sifat posesif merupakan bagian dari perkembangan alami, penting bagi orang tua untuk menyadari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh perilaku ini.
1. Persaingan perhatian antar-anggota keluarga
Sikap posesif dapat menimbulkan persaingan perhatian di dalam keluarga.
Anak yang terlalu meminta perhatian dari ayah dapat membuat hubungan dalam keluarga menjadi tegang.
Terutama jika ada saudara atau anggota keluarga lain yang juga ingin mendapatkan kasih sayang yang sama.
Ini bisa berujung pada perasaan tidak nyaman dan ketidakpuasan dari semua pihak.
2. Kesulitan dalam bersosialisasi
Anak yang memiliki sifat posesif mungkin akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebaya mereka.
Ketidakmauan berbagi dan kontrol terhadap teman dapat menyebabkan anak dihindari oleh teman-teman lainnya yang merasa tertekan dengan sikap tersebut.
Akibatnya, hal ini dapat berdampak negatif pada perkembangan keterampilan sosial anak di masa depan.
3. Pengaruh terhadap perkembangan emosi anak
Perilaku posesif yang berlebihan dapat mempengaruhi perkembangan emosi anak.
Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan cemburu, takut kehilangan, dan kecemasan dapat mengakibatkan anak kesulitan dalam mengelola emosi mereka di situasi lain.
Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat mengarah pada masalah emosional di kemudian hari.
Strategi mengatasi sikap posesif anak
Meskipun perilaku posesif adalah hal yang normal, orang tua perlu mengambil langkah untuk mengatasi sifat ini agar tidak berkembang berlebihan.
1. Ajak anak berpelukan dalam keluarga
Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi sifat posesif adalah dengan meningkatkan ikatan emosional dalam keluarga.
Ajaklah anak untuk melakukan aktivitas berpelukan bersama seluruh anggota keluarga.
Hal ini dapat membuat anak merasa aman dan dicintai, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk mengklaim kasih sayang ayah secara berlebihan.
2. Libatkan anak dalam aktivitas bersama
Orang tua juga disarankan untuk melibatkan anak dalam berbagai aktivitas bersama, seperti bermain atau berkegiatan di luar rumah.
Ini akan memberikan kesempatan bagi anak untuk berbagi perhatian dengan anggota keluarga lainnya serta belajar berbagi momen yang menyenangkan.
3. Berikan penjelasan peranan masing-masing
Ketika anak menunjukkan tanda cemburu atau posesif, penting bagi orang tua untuk memberikan penjelasan mengenai peranan masing-masing anggota keluarga.
Anak perlu memahami bahwa kasih sayang dari orang tua tidak terbatas dan dibagikan untuk setiap anggota keluarga.
Dengan cara ini, anak akan belajar bahwa perhatian ayah bukan hanya milik pribadi mereka saja, tetapi juga milik ibu dan saudara-saudara yang lain.