Anggota DPR Heran Kenapa Wakapolri Kurangi Sanksi Demosi Kombes Pelaku Pemerasan

27 Desember 2022 09:12 WIB

Narasi TV

Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (tengah) didampingi Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono (kanan), Kabaharkam Polri Komjen Pol Agus Andrianto (kedua kiri) dan Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar (kiri) saat mengecek pelaksanaan Operasi Lilin 2020 di Merak, Banten, Kamis (24/12/2020). ANTARA/HO-NTMC Polri/am.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan meminta Wakil Kapolri Komjen Pol. Gatot Edy Pramono menjelaskan alasan pemotongan masa demosi Kombes Rizal Irawan yang menjadi pelaku pemerasan terhadap pengusaha Tony Sutrisno.
 
"Wakapolri harus menjelaskan ke publik mengapa dan apa alasannya," kata Hinca dikutip Antara di Jakarta, Senin (27/12/2022).
 
Sanksi demosi tercantum dalam Pasal 1 Angka 24 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Aturan tersebut berbunyi: “Demosi adalah mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.”

Hinca menilai publik perlu mendapat penjelasan Wakapolri perihal pemotongan masa hukuman demosi Rizal karena Polri sedang menjadi sorotan publik. Penjelasan Wakpolri diharapkan bisa mengakhir kisruh di kepolisian agar tidak semakin berlarut-larut.
Hinca mengatakan integritas personel menjadi problem besar di internal kepolisian. Pemotongan masa demosi Kombes Rizal Irawan mencerminkan sikap tidak adil dan bertentangan dengan etika kepolisian.
 
"Sekalipun ada mekanisme banding kepada Wakapolri, karena persoalan integritas ini menyangkut bukan satu orang dua orang, tentu ini tidak adil dan melanggar etika itu sendiri," ujar politikus Partai Demokrat ini.
 
Hinca mengatakan dalam rapat Komisi III DPR dengan Kapolri dan jajaran mendatang, dirinya akan membahas permasalahan ini. Dia menegaskan akan meminta Wakapolri dan Kadiv Propam membuka kasus pemerasan Kombes Rizal Irawan kepada pengusaha Tony Sutrisno.
 
"Sebelum nanti saya rapat dengan Kapolri, seharusnya Wakapolri bisa menjelaskan pertanyaan publik ini. Selain itu Kadiv Propam yang mengetahui hal ini, juga harus membuka dan menjelaskan karena ini sudah menjadi kasus publik," tutur Hinca.
 
Hinca menambahkan, publik harus mengetahui mengapa Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono menerima banding Kombes Rizal Irawan saja.
 
Tindakan itu, kata dia, menunjukkan Wakapolri telah memberi perlakuan berbeda dengan personel lain yang turut menjadi pelaku pemerasan.
 

Kronologi

 
Kasus ini bermula pada Juni 2021 ketika pengusaha Tony Sutrisno melaporkan Richard Mille Jakarta dengan dugaan tindak pidana penipuan dan tindakan penggelapan pembelian jam dengan merk Richard Mille senilai Rp77 milar ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
 
Bukannya menindaklanjuti laporan Tony seorang anggota Bareskrim malam memintainya uang sebesar Rp4 miliar dengan alasan agar laporan Tony bisa ditindaklanjuti.
 
Komisi Kode Etik Polri akhirnya menjatuhkan sanksi lima tahun demosi kepada Kombes Rizal Irawan dalam kasus pemerasan terhadap Sutrisno. Namun belakangan sanksi lima tahun demosi itu dipotong menjadi hanya satu tahun.
 
Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR