Strict Parents: Definisi, Ciri-Ciri, dan Dampaknya bagi Kehidupan Anak

28 Dec 2023 15:12 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi pola asuh strict parents. Sumber: Freepik.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Strict parents adalah pola asuh otoriter dari orang tua ke anak dengan cara membatasi dan mengekang. Pola asuh ini cenderung kaku secara perilaku, pilihan, aktivitas, ideologi, hingga rutinitas. Oleh karenanya disebut otoriter lantaran tidak ada proses negosiasi antara orang tua dan anak.

Strict parents terkadang dianggap sebagai sikap yang wajar karena menunjukkan pola asuh yang tegas. Meski begitu, definisi “tegas” di sini juga bersifat samar dan subjektif. Ketegasan ini seringkali berujung pada membatasi kehidupan anak melalui aturan ketat.

Aturan ketat tersebut juga tidak bisa ditawar oleh sang anak. Tak jarang, anak akan dianggap durhaka jika membangkang dan tidak menuruti aturan dari orang tua. Jika tidak patuh, maka anak akan mendapatkan hukuman. Pola asuh seperti ini tentu membuat anak tidak bisa bebas berekspresi. 

Perlu diingat, setiap keluarga memiliki dinamika dan pola pengasuhan yang berbeda. Pola asuh efektif biasanya menciptakan keseimbangan antara panduan dan batasan sehat. Orang tua tetap mendukung perkembangan pribadi anak secara positif.

Ciri-ciri strict parents

Berikut ciri-ciri strict parents:

  • Kontrol tinggi

Strict parents seolah memiliki kontrol yang tinggi terhadap anak sehingga mereka akan melakukan pengawasan terhadap teman atau aktivitas anak. Tak jarang pengawasan ini justru membuat anak merasa tidak nyaman.

  • Tuntutan tinggi dan tidak responsif

Biasanya strict parents akan memberikan banyak aturan dan tuntutan kepada anak. Tuntutan ini secara tidak langsung berdampak pada seluruh aspek kehidupan anak. Sayangnya, sikap ini tak disertai dengan sikap responsif orang tua. Strict parents kurang bisa memahami dan merespons apa yang dirasakan sang anak.

  • Kurang fleksibel

Strict parents cenderung kurang fleksibel dalam mengubah aturan dan memberi izin tambahan. Mereka akan memegang aturan yang sudah ditetapkan tanpa memperdulikan situasi dan kondisi. Pun jika berubah, akan ada aturan-aturan tambahan yang justru semakin ketat.

  • Tidak menoleransi kesalahan

Strict parents tidak menoleransi kesalahan yang dilakukan oleh anak. Apa yang diyakininya adalah yang paling benar sehingga jika anak melanggarnya, maka akan ada hukuman untuk anak. Hukuman ini sebagai bentuk konsekuensi karena anak telah melakukan kesalahan.

  • Tidak memberikan pilihan pada anak

Strict parents cenderung membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan anak. Padahal ada beberapa hal yang seharusnya didiskusikan bersama anak, apalagi jika menyangkut kehidupannya. Akhirnya, tidak ada ruang diskusi yang terbangun antara orang tua dan anak.

  • Mempermalukan anak

Strict parents menganggap bahwa sikap keras ke anak akan membangun karakter disiplin. Tak jarang mereka menggunakan kata-kata kasar atau mempermalukan anak agar tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Dampak pola asuh strict parents

Jika diteruskan, pola asuh strict parents ini justru akan berdampak buruk bagi kehidupan anak. Berikut dampak pola asuh strict parents pada anak:

  • Anak tidak bahagia

Anak bisa mengalami depresi karena merasa tertekan selama hidupnya. Aturan yang ketat dari orang tua membuatnya tidak bebas menjalani kehidupan karena takut akan hukuman yang diberikan jika anak melanggarnya.

  • Gangguan perilaku

Gangguan perilaku ini dipicu dari tindakan orang tua yang mengancam, memarahi, hingga melakukan hukuman fisik. Anak cenderung akan meniru tindakan tersebut seperti menjadi agresif, pemarah, dan impulsif ketika berinteraksi dengan orang lain.

  • Lebih suka berbohong

Oleh karena takut dihukum, anak pun akan melakukan berbagai cara agar tetap bisa bebas menjalani kehidupannya. Tak jarang mereka akan berbohong kepada orang tua. Anak menganggap jika mengatakan yang jujur dapat menimbulkan kemarahan.

  • Suka melakukan bullying

Anak melihat bagaimana orang tuanya memiliki kontrol dan kekuasaan atas hidupnya. Hal ini dapat memicu anak untuk melakukan bullying atau perundungan kepada orang lain karena merasa memiliki kekuasaan.

  • Tidak percaya diri

Anak cenderung tidak percaya diri karena pendapatnya tidak dihargai oleh orang tua. Mereka tidak diberi kesempatan berbicara atau mengutarakan pandangannya.

Mengasuh anak memang penuh tantangan dan prosesnya berkelanjutan. Namun, orang tua bisa membangun hubungan sehat dengan anak dan berupaya mengatasi sikap-sikap negatif. Ingatlah bahwa membangun ruang diskusi dalam keluarga adalah langkah yang baik untuk menciptakan keluarga harmonis.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER