Haji dan umrah merupakan dua ibadah umat Islam yang dilaksanakan di Masjidil Haram. Makkah, Arab Saudi.
Haji merupakan ibadah yang termasuk dalam lima rukun Islam dan wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang mampu.
Sementara umrah merupakan ibadah sunah bagi umat Islam dan punya rukun yang mirip dengan rukun haji namun bisa dilakukan sewaktu-waktu.
Secara ekonomi, ibadah umrah dianggap sebagai ibadah yang lebih murah dan cepat daripada haji yang harus menunggu antrean hingga bertahun-tahun.
Hal tersebut membuat banyak umat Islam di Indonesia memilih melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum melaksanakan ibadah haji.
Lantas apakah hal tersebut diperbolehkan? Bukannya haji adalah ibadah yang berhukum wajib sedangkan umrah berhukum sunah dan karenanya lebih baik mendahulukan haji?
Berikut penjelasan para ulama memandang pelaksanaan ibadah umrah sebelum haji.
Hukum umrah sebelum haji
Mengutip dari NU Online, keresahan ini pernah ditanyakan oleh Ikrimah Bin Khalid kepada sahabat Ibnu Umar.
Dalam riwayat tersebut, Ibnu Umar menjawab bahwa hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan.
أَنَّ عِكْرِمَةَ بْنَ خَالِدٍ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنِ الْعُمْرَةِ قَبْلَ الْحَجِّ فَقَالَ: لاَ بَأْسَ عَلَى أَحَدٍ أَنْ يَعْتَمِرَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ. قَالَ: اعْتَمَرَ النَّبِىُّ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ
Artinya: “Sungguh, Ikrimah bin Khalid pernah bertanya kepada Ibnu Umar perihal (menunaikan) umrah sebelum haji. Kemudian ia menjawab: ‘Tidak masalah bagi siapa saja untuk berumrah sebelum haji.’ Kemudian ia berkata: ‘Telah berumrah Nabi Muhammad saw. sebelum ia menunaikan haji.’” (HR Bukhari).
Dalam kitab Muwattha’ Malik karangan Imam Malik, pertanyaan yang sama pernah ditanyakan kepada seorang pakar hadis dan fiqih dari kalangan tabi’in (orang-orang yang menjumpai sahabat Rasulullah), yaitu Imam Said bin al-Musayyib al-Makhzumi al-Quraisy.
Ketika ditanya pertanyaan tersebut, menurut Imam Malik, Imam Said bin al-Musayyib al-Makhzumi al-Quraisy menjawab sebagai berikut:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ فَقَالَ أَعْتَمِرُ قَبْلَ أَنْ أَحُجَّ فَقَالَ سَعِيدٌ نَعَمْ قَدْ اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَحُجَّ
Artinya, “Sungguh seorang laki-laki pernah bertanya kepada Said bin al-Musayyib, ia berkata, ‘Aku berumrah sebelum haji.’ Kemudian Said menjawab, ‘Iya (boleh). Sungguh Rasulullah telah berumrah sebelum menunaikan haji.’”
Dari penjelasan dua riwayat di atas, dapat disimpulkan bahwa menunaikan ibadah umrah sebelum haji diperbolehkan.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa umrah tidak menggugurkan kewajiban haji, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitabnya berjudul Fathul Bari berikut.
اَلْعُمْرَةُ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ الْحَجَّةَ فِي الثَّوَابِ لَا أَنَّهَا تَقُوْمُ مَقَامَهَا فِي إِسْقَاطِ الْفَرْضِ لِلْإِجْمَاعِ عَلَى أَنَّ الْإِعْتِمَاَر لَا يُجْزِئُ عَنْ حَجِّ الْفَرْضِ
Artinya, “Umrah di bulan Ramadan setara dengan haji perihal pahala. Namun, tidak berarti umrah menggantikan posisi haji dalam menggugurkan kewajiban, karena sudah ada ijma’ bahwa umrah tidak mencukupi (menggugurkan) kewajiban haji.”