Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam tindakan kepolisian yang memaksa band punk Purbalingga, Sukatani, untuk meminta maaf atas lagu mereka "Bayar Bayar Bayar". Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menyatakan tindakan tersebut adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. Ia menegaskan pentingnya melindungi seni dan ekspresi berpendapat dalam demokrasi.
Isnur mencatat bahwa tekanan terhadap Sukatani menunjukkan ancaman serius terhadap kebebasan berpendapat. "Langkah polisi ini adalah penghalang bagi perkembangan seni di Indonesia. Kebebasan berpendapat harus dilindungi oleh hukum," ungkap Isnur. Menurutnya, tindakan seperti ini mencerminkan sifat otoritarian yang menginginkan pengendalian terhadap suara publik.
YLBHI menegaskan bahwa tindakan kepolisian yang menekan musisi untuk meminta maaf merupakan pelanggaran hak. Mereka mengharapkan agar kepolisian lebih terbuka terhadap kritik dan tidak bertindak represif, yang seharusnya melindungi kebebasan berekspresi sesuai dengan undang-undang yang ada.
Baca Juga:Profil Burhanuddin Abdullah: Dari Gubenur BI, TKN Prabowo Sampai Ketua Tim dan Inisiator Danantara
Permintaan maaf dan penarikan lagu
Penjelasan dari Band Sukatani
Band Sukatani, melalui akun media sosial mereka, mengumumkan penarikan lagu "Bayar Bayar Bayar" dan menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam video tersebut, personel band, Muhammad Syifa Al Lufti dan Novi Citra Indriyati, menjelaskan bahwa lirik lagu tersebut ditujukan sebagai kritik kepada oknum polisi yang melanggar peraturan.
Kritikan dalam lagu "Bayar Bayar Bayar"
Lagu "Bayar Bayar Bayar" mengandung lirik yang menggambarkan pelanggaran oleh kepolisian, seperti praktik pembayaran untuk membuat SIM. Hal ini menarik perhatian publik dan memicu kontroversi, pada akhirnya menyebabkan band tersebut menarik kembali lagu mereka untuk menghindari risiko yang lebih besar.
Tanpa paksaan menurut pernyataan Sukatani
Dalam pernyataannya, Sukatani menyatakan bahwa permintaan maaf dan penarikan lagu dilakukan tanpa paksaan dari pihak manapun. Mereka berusaha menunjukkan bahwa langkah tersebut diambil secara sadar, meskipun banyak yang meragukan kebebasan pengambilan keputusan mereka dalam konteks ini.
Respons publik dan musisi terhadap kasus ini
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, termasuk musisi yang lain. Beberapa musisi menyuarakan dukungan terhadap Sukatani, menganggap bahwa mereka berhak untuk mengekspresikan pendapat mereka melalui seni. Banyak yang menyuarakan keprihatinan terkait tekanan ini, yang dinilai semakin membatasi ruang bagi bagi musisi untuk mengeluarkan suara mereka.
Response publik menunjukkan keprihatinan besar terhadap masa depan kebebasan berekspresi di Indonesia. Beberapa aktivis dan musisi menegaskan bahwa tindakan polisi ini menunjukkan adanya semacam regulasi yang dapat membungkam suara masyarakat. Mereka menyerukan perlunya kembali menegaskan hak-hak asasi manusia dalam berkesenian.
Musisi dari berbagai genre juga memberikan pendapat mereka tentang penarikan lagu tersebut. Grip band alternative/punk, seperti Taktis, menyuarakan kecemasan bahwa langkah ini akan merugikan kebebasan berekspresi yang seharusnya dijunjung tinggi. Mereka berharap akan ada dukungan untuk menjaga ruang bagi kritik dalam seni.