Banda Neira, Pulau Penghasil Pala Saksi Bisu Kekejaman Belanda

1 Jun 2023 12:06 WIB

thumbnail-article

Kapal Wisata Kurabesi Explorer, berlabuh di perairan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah beberapa tahun lalu. Sumber: Antara.

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Margareth Ratih. F

Banda Neira merupakan salah satu pulau di wilayah Maluku yang terkenal akan keindahan alamnya yang memukau. 

Baru-baru ini, Banda Neira banyak diperbincangkan di media sosial setelah seorang warganet membagikan pengalamannya mengunjungi pulau tersebut disertai foto-foto yang menunjukkan syahdunya suasana di sana. 

Selain memiliki pemandangan yang menakjubkan, pulau yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah itu juga menyimpan banyak cerita sejarah.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Banda Neira pernah menjadi tempat pembuangan yang populer bagi tahanan politik.

Beberapa tokoh nasional yang pernah mengalami pengasingan di Banda Neira antara lain Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo. 

Bung Hatta dan Sutan Syahrir menghabiskan waktu di Banda Neira selama enam tahun sejak 1936 sampai 1942. 

Pesona Banda Neira sampai membuat Sutan Syahrir menuliskan ungkapan dalam memoarnya yang kemudian menjadi sangat populer. Ungkapan itu berbunyi: “jangan mati sebelum ke Banda Neira.”

Saksi kekejaman kolonialisme

Di balik keindahannya, Banda Neira menjadi saksi bisu kekejaman pemerintah kolonial Belanda.

Pada masa lalu, Banda Neira yang merupakan penghasil rempah-rempah bermutu tinggi pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli di dunia.

Pala yang memiliki nama latin Myristica fragrans merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang tersohor dan banyak digandrungi. 

Tanaman endemik Indonesia bagian timur itu dianggap sebagai rempah raja, sejajar dengan cengkeh dan cendana.

Melimpahnya buah pala di Banda Neira membuat para pedagang dari berbagai negara Eropa seperti Spanyol, Inggris, hingga Portugis berbondong-bondong datang untuk membeli pala dengan harga tinggi.

Komoditas berupa pala menjadikan Banda sebagai kota metropolis dengan penduduk yang berada di lingkar perdagangan internasional.

Pada akhir abad ke-16, Belanda melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berupaya memonopoli perdagangan rempah-rempah. Mereka menuntut rakyat Banda agar hanya menjual pala dan fuli kepada Belanda. 

Di sisi lain, orang Banda tidak ingin kehilangan kebebasan ekonominya untuk menjual rempah-rempah kepada penawar tertinggi, baik penawar dari Jawa, Inggris, maupun Portugal. 

VOC kemudian melakukan pembantaian terhadap penduduk Banda Neira pada tahun 1621 demi melancarkan monopoli pala. 

Begitulah tempat yang indah rupanya menyimpan sejarah kelam yang sudah seharusnya kita ketahui bersama. 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER