Arti Barakallah Fii Umrik dan Hukum Pengucapannya Menurut Pandangan Ulama

2 Sep 2023 18:09 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi barakallah fii umrik. (Sumber: Pexels/George Dolgikh)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Sering kali kita mendengar kalimat barakallah fii umrik yang diucapkan saat berulang tahun, lantas apa arti sebenarnya dari kalimat tersebut dan bagaimana Islam memandang boleh tidaknya mengucapkan selamat ulang tahun?

Arti barakallah fii umrik

Seperti yang disinggung sebelumnya barakallah fii umrik seringkali digunakan untuk mengucapkan selamat ulang tahun di hari kelahiran seseorang, tujuannya tidak lain sebagai bentuk doa agar orang tersebut mendapatkan keberkahan.

Jika dimaknai satu persatu “barakallah” berasal dari kata dasar “baaraka” dalam bahasa Arab yang artinya adalah “berkah”, “kemanfaatan”, dan “kebaikan”.

Kata “Allah” yang menyertai baraka sudah pasti artinya adalah Allah Swt. Kemudian kata “fii” berarti “kepada”, “pada”, dan masih banyak lagi tergantung pemakaiannya.

Sementara kata “umrik” yang berarti “usia kelahiran” atau “kehidupan”. Jika digabungkan maknanya menjadi ‘Semoga Allah memberikan berkah pada umurmu’.

Hukum mengucapkan barakallah fii umrik dalam Islam

Menurut cendikiawan muslim Prof Quraish Shihab dalam program acara “Shihab & Shihab” menjelaskan, mengucapkan ulang tahun dan merayakannya sah-sah saja dan tidak larang. 

Akan tetapi, ucapan tersebut perlu diletakkan pada konteks yang sesuai.

“Kalau kita katakana ulang tahun dirayakan untuk bersyukur, dengan wujud kita di dunia, terlarangkah itu? Kalau ulang tahun diadakan untuk mengajak orang berdoa untuk keselamatan kita, terlarangkah itu? Ini substansinya tidak terlarang,” kata Quraish Shihab.

Ucapan ulang tahun dan perayaannya dapat menjadi tidak diperbolehkan jika hal tersebut bertentangan dengan substansi atau terdapat hal mungkar di dalamnya.

Melansir NU Online, hal yang dapat membuat sebuah perayaan ulang tahun dilarang adalah dengan melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan, seperti menyalakan lilin, memasang gambar patung (walaupun berukuran kecil) di tengah-tengah kue yang dihidangkan atau alatul malahi (alat permainan musik) yang diharamkan. 

Hal-hal tersebut dilarang karena termasuk syi’ar orang fasik. Dasar pengambilan hukum tersebut merujuk pada keterangan dari kitab al-iqna’ juz I berikut:

 قَالَ الْقَمُوْلِيْ: لَمْ أَرَ لأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلاَمًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيْدِ وَاْلأَعْوَامِ وَاْلأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ، لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنِ الْحَافِظِ الْمُقَدَّسِيِّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوْا مُخْتَلِفِيْنَ فِيْهِ وَالَّذِيْ أَرَاهُ أَنَّهُ مُبَاحٌ لاَ سُنَّةٌ فِيْهِ وَلاَ بِدْعَةٌ وَأَجَابَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ اطِّلاَعِهِ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّهَا مَشْرُوْعَةٌ وَاحْتَجَّ لَهُ بِأَنَّ الْبَيْهَقِيَّ عَقَّدَ لِذَلِكَ بَابًا فَقَالَ: بَابُ مَا رُوِيَ فِيْ قَوْلِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِي الْعِيْدِ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ، وَسَاقَ مَا ذُكِرَ مِنْ أَخْبَارٍ وَآثَارٍ ضَعِيْفَةٍ لَكِنْ مَجْمُوْعُهَا يُحْتَجُّ بِهِ فِيْ مِثْلِ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ وَيُحْتَجُّ لِعُمُوْمِ التَّهْنِئَةِ بِمَا يَحْدُثُ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ يَنْدَفِعُ مِنْ نِقْمَةٍ بِمَشْرُوْعِيَّةِ سُجُوْدِ الشُّكْرِ وَالتَّعْزِيَةِ وَبِمَا فِي الصَّحِيْحَيْنِ عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ فِيْ قِصَّةِ تَوْبَتِهِ لَمَّا تَخَلَّفَ عَنْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ أَنَّهُ لَمَّا بُشِّرُ بِقَبُوْلِ تَوْبَتِهِ وَمَضَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ إِلَيْهِ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ فَهَنَّأَهُ.

Artinya: “Imam Qommuli berkata : kami belum mengetahui pembicaraan dari salah seorang ulama kita tentang ucapan selamat hari raya, selamat ulang tahun tertentu atau bulan tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang, akan tetapi al-hafidz al-Mundziri memberi jawaban tentang masalah tersebut : memang selama ini para ulama berselisih pendapat, menurut pendapat kami, tahni’ah itu mubah, tidak sunnah dan tidak bid’ah, Imam Ibnu Hajar setelah menelaah masalah itu mengatakan bahwa tahni’ah itu disyariatkan, dalilnya yaitu bahwa Imam Baihaqi membuat satu bab tersendiri untuk hal itu dan dia berkata : “Maa ruwiya fii qaulin nas” dan seterusnya, kemudian meriwayatkan beberapa hadits dan atsar yang dla’if-dla’if. Namun secara kolektif riwayat tersebut bisa digunakan dalil tentang tahni’ah. Secara umum, dalil dalil tahni’ah bisa diambil dari adanya anjuran sujud syukur dan ucapan yang isinya menghibur sehubungan dengan kedatangan suatu nikmat atau terhindar dari suatu malapetaka, dan juga dari hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Ka’ab bin Malik sewaktu ketinggalan/tidak mengikuti perang Tabuk dia bertaubat, ketika menerima kabar gembira bahwa taubatnya diterima, dia menghadap kepada Nabi SAW. maka sahabat Thalhah bin Ubaidillah berdiri untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya”.

Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa ajaran Islam itu diturunkan untuk mempermudah urusan manusia.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER