BMKG Jelaskan Musim Kemarau Mundur dan Potensi Cuaca Ekstrem

14 Apr 2025 10:23 WIB

thumbnail-article

Musim kemarau. Sumber: ANTARA.

Penulis: Margareth Ratih. F

Editor: Margareth Ratih. F

Musim kemarau di Indonesia tampak mengalami mundur pada tahun ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), saat ini Indonesia masih berada dalam masa peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau. Deputy Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fase peralihan ini dikarenakan fenomena atmosfer yang menyebabkan hujan turun secara sporadis meskipun musim kemarau sudah diperkirakan akan dimulai.

Hujan yang masih terjadi di beberapa wilayah, termasuk Jabodetabek, disebabkan oleh konvergensi massa udara. Proses ini adalah pertemuan antara massa udara yang berbeda, menciptakan ketidakstabilan di atmosfer yang memicu pembentukan awan konvektif dan curah hujan. Labilitas lokal juga berkontribusi pada fenomena ini di mana udara hangat yang lembap bergerak naik lebih cepat, menghasilkan hujan.

BMKG memperkirakan puncak musim kemarau akan berlangsung pada bulan Agustus 2025. Wilayah Nusa Tenggara akan menjadi salah satu area pertama yang memasuki musim kemarau, dan secara keseluruhan, sekitar 57,7% wilayah Indonesia diprogramkan untuk mengalami kemarau antara April hingga Juni. Namun, kondisi meteorologi yang ada menunjukkan bahwa meskipun musim kemarau tiba, hujan masih bisa terjadi akibat dinamika atmosfer global dan lokal yang mempengaruhi pola curah hujan.

Potensi cuaca ekstrem di Indonesia

BMKG juga memperingatkan potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam waktu dekat. Hujan lebat, angin kencang, dan petir di beberapa wilayah di Indonesia akan meningkat. Dalam waktu sekitar satu minggu dari laporan ini, hujan diperkirakan akan turun deras di Aceh, Banten, Jawa Barat, dan beberapa wilayah lain, sementara angin kencang dapat mengancam Maluku dan Nusa Tenggara Timur.

Daerah-daerah tertentu seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku Selatan, dan bagian selatan Papua telah diidentifikasi sebagai wilayah yang rentan terhadap cuaca ekstrem. Melihat kondisi ini, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan perubahan cuaca yang mendadak dan meningkatnya intensitas cuaca buruk.

BMKG juga menjelaskan bahwa kehadiran bibit siklon tropis di Laut Arafura berpotensi meningkatkan intensitas cuaca ekstrem dengan kecepatan angin maksimum hingga 25 knot. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan curah hujan dan gejala lainnya berupa angin kencang yang berpadu dengan kemungkinan petir, yang dapat berdampak langsung pada masyarakat dan aktivitas di luar ruangan.

Proyeksi musim kemarau 2025

Prediksi BMKG menunjukkan adanya variasi dalam awal musim kemarau yang bisa mempengaruhi lebih dari 100 Zona Musim di Indonesia. Beberapa daerah diprediksi mengalami kemarau yang berawal lebih lambat atau lebih cepat dari yang biasanya terjadi. Hal ini menandakan bahwa masyarakat perlu mempersiapkan diri sesuai dengan karakteristik iklim di wilayah masing-masing.

Durasi musim kemarau juga diperkirakan bervariasi, dengan beberapa daerah dapat mengalami cuaca kering selama dua bulan hingga lebih dari delapan bulan. Sekitar 60% wilayah diharapkan mengalami kemarau normal, sementara 14% lainnya akan mengalami masa kering yang lebih parah. Ini menunjukkan bahwa pemantauan cuaca yang dilakukan oleh BMKG menjadi penting bagi berbagai sektor, terutama pertanian.

Melihat data historis dari periode 1991 hingga 2020 sebagai acuan, BMKG menyampaikan bahwa beberapa daerah mungkin mengalami awal musim kemarau yang konsisten dengan pola normal. Namun, hampir 29% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami keterlambatan dalam memasuki fase kemarau ini, sementara sebagian kecil mengalami kemarau yang lebih awal.

Strategi mitigasi dampak cuaca

Menghadapi musim kemarau yang mundur dan pengaruh cuaca ekstrem, sektor pertanian perlu melakukan penyesuaian. Disarankan agar para petani menyesuaikan jadwal tanam sesuai dengan proyeksi yang diberikan oleh BMKG. Pemilihan varietas tanaman yang tahan terhadap kondisi kekeringan dan optimalisasi pengelolaan air menjadi prioritas strategis yang harus dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari kekeringan yang mungkin terjadi.

Kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan juga menjadi fokus utama, terutama di daerah yang diperkirakan akan mengalami musim kemarau yang lebih kering. Pemerintah membersihkan lahan serta menggerakkan sumber daya untuk patrolling menjadi langkah mitigasi yang dianggap penting agar tidak terjadi kerugian luas akibat kebakaran.

Sektor pertanian perlu memperhatikan pengelolaan air dengan lebih cermat. Selain itu, pemilihan varietas tanaman yang lebih toleran terhadap kekeringan akan membantu dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh musim kemarau. Strategi ini selaras dengan upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memastikan bahwa produksi pertanian tetap berkelanjutan meskipun menghadapi perubahan iklim yang ekstrem.

BMKG mengingatkan bahwa kesadaran dan tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat dalam menghadapi cuaca ekstrem dan musim kemarau menjadi kunci dalam mengurangi dampak yang lebih luas.

 

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER