16 Mei 2023 17:05 WIB
Penulis: Nuha Khairunnisa
Editor: Rizal Amril
Ditreskrimsus Polda Bali menangkap seorang dokter gigi yang kedapatan membuka praktik aborsi ilegal di Kabupaten Badung, Bali.
Pelaku berinisial IKAW (53) dan telah melakukan praktik pengguguran janin terhadap 1.338 perempuan.
Praktik itu dilakukannya sejak 2006 hingga 2023. Tersangka pernah divonis penjara selama 2,5 tahun atas praktik aborsi ilegal pada 2006.
Kemudian pada 2009, tersangka kembali mengulangi perbuatannya dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara.
Pada tahun 2020, tersangka kembali membuka praktik aborsi ilegal di rumahnya yang terletak di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, sebelum akhirnya ditangkap polisi.
Meskipun memiliki gelar sebagai dokter gigi, tersangka tidak pernah mengenyam pendidikan spesialis kandungan.
"Yang bersangkutan belajar secara otodidak dari online, dari buku-buku kemudian memahami mekanisme dari cara aborsi tersebut," ujar Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra pada Senin (15/5/2023).
Praktik tersangka yang rupanya bukan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu terbongkar setelah polisi menjumpai iklan di salah satu website terkait adanya praktik aborsi yang dilakukan oleh dokter dengan inisial A.
Setelah melakukan pengintaian, polisi menggerebek lokasi pada Senin (08/05) dan berhasil meringkus tersangka yang saat itu tengah melakukan proses aborsi terhadap seorang pasiennya.
Dari tempat praktik tersangka, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa satu buah ponsel, uang tunai sebanyak Rp3,5 juta, buku catatan rekap pasien, satu alat UGS, dan satu buah dry heat sterilizer plus ozon.
Selain itu, ada pula satu set bed modifikasi dengan penopang kaki dan seprai, peralatan kuretase, obat bius, dan obat-obatan lainnya.
Berdasarkan pengakuannya kepada polisi, tersangka melakukan praktik aborsi ilegal karena merasa kasihan dengan masa depan pasiennya yang rata-rata adalah siswa SMA dan mahasiswa.
Awalnya, tersangka melayani permintaan aborsi dari seorang perempuan yang menjadi korban pemerkosaan. Sejak saat itu, mulai banyak pasien yang mendatanginya untuk melakukan aborsi.
"Yang bersangkutan beralasan karena pernah melakukan praktik ini, jadi dari mulut ke mulut pasien ini datang dan minta tolong,” ujar Ranefli, dikutip dari Antara.
Tarif yang ditetapkan tersangka untuk setiap pasien aborsi rata-rata sebesar Rp3,8 juta. Kebanyakan pasien Ketut datang saat kandungannya masih berada di usia 2-3 minggu.
"Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 Minggu yang datang ke praktik tersebut. Jadi, itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset," tambah Ranefli.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran, dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Sementara itu, ancaman hukuman yang akan diterima tersangka yaitu penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp10 miliar.
KOMENTAR
Latest Comment