Emirsyah Satar Rugikan Negara Rp9,3 Triliun dalam Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia

19 Sep 2023 16:09 WIB

thumbnail-article

Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 Emirsyah Satar meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di maskapai PT Garuda Indonesia, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Penulis: Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Rizal Amril

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menjalani sidang dakwaan atas kasus pengadaan pesawat Bombardier CRJ-100 dan ATR-72600 di PN Tipikor Jakarta pada Senin (18/9/2023).

Dalam sidang tersebut, jaksa menyebut bahwa tindakan Emirsyah Satar menimbulkan kerugian negara mencapai US$609.814.504 (sekitar Rp9,3 triliun dengan kurs dollar Rp15.300).

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri sendiri Emirsyah Satar, atau memperkaya orang lain yaitu Agus Wahjudo, Hadinoto Soedigno, Soetikno Soedarjo, ATR, EDC/ Alberta SAS dan Nordic Aviation Capital yang merugikan negara atau perekonomian negara, yaitu keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia seluruhnya sebesar 609.814.504 US dolar," kata jaksa dalam sidang tersebut.

Tindakan tersebut mencakup penyerahan rahasia perusahaan terkait rencana pengadaan armada PT Garuda Indonesia kepada pihak terkait, seperti Soetikno Soedarjo dan Bernard Duc selaku Commercial Advisor dari Bombardier.

Jaksa juga menduga bahwa Emirsyah Satar telah mengubah rencana kebutuhan pesawat Sub 100 Seater tanpa persetujuan yang tepat, serta memerintahkan tim pengadaan untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat jet Sub-100.

"Emirsyah selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia memerintahkan Adrian Azgar dan Setijo Awibowo untuk melakukan pengadaan Pesawat Sub 100 Seater dengan kapasitas 90 Seats. Padahal rencana pengadaan Pesawat Sub 100 Seater dengan kapasitas 90 Seats belum dimasukkan dalam RJPP PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk," ujar jaksa.

Selain itu, terdakwa juga diduga melakukan persekongkolan dengan pihak terkait untuk memenangkan pesawat bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT GA, meskipun tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia.

"Terdakwa Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tbk. bersama sama Hadinoto Soedigno, Agus Wahjudo, bersepakat dengan Soetikno Soedarjo, Bernard Doc dan Trung Ngo meminta pihak Bombardier untuk membuat data-data analisis tentang kelebihan pesawat Bombardier CRJ-1000 dibandingkan dengan Embraer E-190 berdasarkan perhitungan Net Present Value atau NPV dan Route Result pada kriteria ekonomi sebagai dasar memenangkan pesawat bombardier dalam pemilihan armada PT Garuda Indonesia Tbk," kata jaksa.

"Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia bersama dengan Albert Burhan juga melakukan Pembayaran Pre Delivery Payment PDP Pembelian Pesawat ATR 72-600 kepada Manufaktur ATR sebesar 3.089.300,00 dolar Amerika, padahal mekanisme pengadaan ATR dilakukan secara sewa."

Tindakan terdakwa, termasuk pembayaran sejumlah besar uang tanpa persetujuan yang tepat, dianggap melanggar ketentuan UU RI no 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, khususnya pasal 5 ayat 3, pasal 6 ayat 3, dan pasal 7.

"Perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan UU 1 pasal 5 ayat 3, pasal 6 ayat 3, pasal 7 UU RI no 19 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara," ujar jaksa.

Kini, pihak berwenang sedang menyelidiki kasus ini lebih lanjut untuk memastikan keadilan dijalankan sesuai hukum yang berlaku.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER