Enam Hari Banjir di Semarang, Masih Ada Satu Wilayah yang Belum Surut dari Genangan

21 Maret 2024 14:03 WIB

Narasi TV

Banjir yang menggenangi Jalan Mijen-Welahan Jepara yang terjadi di Desa Bermi, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, sebagai jalur alternatif terputusnya Jalan Pantura Timur Demak-Kudus hingga mengakibatkan antrean kendaraan mengular, Rabu (20/3/2024).. ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif/am.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Indra Dwi

Banjir melanda Kota Semarang, Jawa Tengah selama enam hari terakhir. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, masih ada satu wilayah yang masih banjir. Sementara genangan di titik-titik lainnya telah surut.

Update terkini dampak banjir di beberapa titik sudah mulai surut dari genangan, kecuali untuk wilayah Kecamatan Genuk masih ada di Kelurahan Genuksari dan Trimulyo,”ujar Kepala BPBD Kota Semarang, Endro P Martanto pada Selasa (19/3/2024), dikutip dari Antara.

Sejauh pantauan BPBD, banjir di dua kelurahan tersebut masih cukup tinggi mencapai 40-60 cm. Banjir juga masih terjadi di Jalan Raya Kaligawe, tepatnya di depan Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung. Meski begitu, jalur Pantai Utara (Pantura) tersebut perlahan mulai bisa dilewati kendaraan.

Salah satu cara yang dilakukan BPBD adalah dengan memaksimalkan kerja pompa. Pompa ini disiagakan di beberapa titik genangan untuk menyedot air banjir tersebut. Tak hanya pompa berkapasitas besar, melainkan juga pompa-pompa kecil.

Pemerintah Kota Semarang juga meminta Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang untuk membersihkan lumpur di pemukiman warga. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal juga perlu menyediakan air bersih bagi para warga.

“Air bersih dari PDAM, DPU, Perkim, Kementerian Sosial, dan Brimob, serta bantuan dari masyarakat seperti selimut, popok, pembalut, dan obat-obatan,” ujar Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dikutip dari Antara.

Penyebab banjir Kota Semarang

Banjir di Kota Semarang terjadi sejak Kamis (14/3/2024). Hujan ekstrem turun sepanjang hari disebut-sebut menjadi penyebab banjir di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jawa Tengah mencatat wilayah Kota Semarang memiliki curah hujan 152-238 milimeter per hari.

Hujan ekstrem ini terjadi akibat tekanan rendah di Samudera Hindia, tepatnya selatan Pulau Jawa. Ditambah aktifnya Madden Julian Oscillation (MJO) yaitu gangguan awan, curah hujan, angin, dan tekanan yang bergerak ke arah timur.

Setiap banjir, pemerintah dan masyarakat seringkali menyalahkan alam. Padahal, imbauan juga terus diberikan untuk mencegah potensi banjir. Penyebab banjir lainnya seperti pengambilan air tanah yang masif seiring peningkatan air laut tak diperhatikan. 

Belum lagi masalah minimnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air. Kerusakan hutan bakau atau mangrove di kawasan pesisir pantura juga turut menyebabkan banjir di wilayah Semarang. Kerusakan mangrove ini disebabkan masifnya pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir.

“Kejadian seperti ini (banjir) terjadi hampir setiap tahun. Pemerintah harusnya belajar. Kalau menyalahkan curah hujan, itu kan sudah diprediksi oleh BMKG, bisa diantisipasi,” ujar Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung, Mila Karmilah, dikutip dari Kompas.

Sambil menunggu air surut, BNPB juga melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi turunnya hujan. Modifikasi cuaca digelar sejak Sabtu (16/3/2024). Hujan yang turun juga masih bisa dikendalikan dengan baik.

Meski begitu, teknologi modifikasi cuaca tidak bisa selamanya digunakan dan menjadi solusi mengatasi banjir. Pemerintah perlu melakukan penanganan serius agar banjir tidak kembali melanda Semarang di waktu mendatang.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR