Fakta-Fakta tentang CCTV di Stadion Kanjuruhan dalam Laporan TGIPF

17 Oct 2022 11:10 WIB

thumbnail-article

Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGIPF) yang mengusut tragedi Kanjuruhan menggelar konferensi pers usai menyampaikan laporannya kepada Presiden Joko Widodo, Jumat (14 Oktober 2022). (ANTARA/Rangga Pandu Asmara Jingga)

Penulis: Akbar Wijaya

Editor: Zen RS

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyebut jumlah korban dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan Malang sebanyak 712 orang. Para korban terdiri dari 132 orang meninggal dunia (sampai disusunnya laporan TGIPF), 96 luka berat, dan 484 luka.

Rekaman closed circuit television (CCTV) menjadi salah satu bukti petunjuk yang digunakan TGIPF guna mengungkap kronologi peristiwa. 

Berdasarkan hasil penelaahan TGIPF terhadap 32 CCTV yang ada di dalam dan di luar Stadion Kanjuruhan terdapat temuan yang mengarah pada tindakan obstruction of justice atau penghalang-halangan proses hukum.

Apa saja fakta-fakta tentang CCTV yang ditemukan oleh TGIPF?

Menghapus Rekaman CCTV di Lobby Utama dan Area Parkir Dihapus

TGIPF menyebutkan CCTV di lobi utama dihapus selama 3 jam, 21 menit, 54 detik. 

"Pergerakan awal rangkaian Baracuda yang akan melakukan evakuasi Tim Persebaya, dapat terekam melalui CCTV yang berada di Lobby utama dan Area Parkir, tetapi rekaman CCTV tersebut mulai dari pukul 22.21.30 dapat terekam dengan durasi selama 1 jam 21 menit, dan selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik, kemudian muncul kembali rekaman selama 15 menit," demikian salah satu keterangan dalam laporan TGIPF yang sempat dibaca oleh redaksi Narasi.

TGIPF mengatakan hilangnya rekaman CCTV dalam durasi tersebut menghambat tugas investigasi mereka.

"Hilangnya durasi rekaman CCTV menyulitkan atau menghambat tugas tim TGIPF untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi dan sedang diupayakan untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri," tulis TGIPF.

Lobi utama ini berada di area VIP. Selain menjadi akses para pemain dan ofisial tim, ofisial pertandingan seperti wasit, lobi utama ini biasanya menjadi akses bagi tamu-tamu VVIP yang hendak memasuki stadion.

Selain itu, seperti sudah disampaikan oleh TGIPF, lobi utama juga menjadi jalur utama evakuasi tim Persebaya. Berdasarkan metadata salah satu footage pergerakan tim Persebaya yang dimiliki Narasi, momen ketika rekaman itu hilang terjadi ketika rombongan Persebaya tertahan oleh pengadangan massa Aremania di halaman Kanjuruhan.

Polisi Berusaha Ganti Rekaman Rekaman CCTV dan Melarang Arema Mendownload

Pihak kepolisian sempat melarang manajemen tim Arema FC mendapatkan rekaman CCTV terkait peristiwa Kanjuruhan. Aparat kepolisian bahkan sempat berusaha mengganti rekaman CCTV dengan yang baru.

"CCTV yang ada di stadion dilarang untuk di-download oleh aparat kepolisian, ada juga upaya aparat kepolisian untuk mengganti rekaman dengan yang baru. Hal ini kesaksian dari Pak Heru selaku General Koordinator [Arema]," demikian bunyi salah satu yang ditemukan dalam laporan TGIPF.

Laporan juga menyebutkan bahwa sebelum pertandingan antara Arema FC versus Persebaya Surabaya, Kapolres Malang sempat melakukan pengecekan fasilitas di Stadion Kanjuruhan termasuk CCTV. Hasilnya 32 CCTV di dalam dan luar Stadion Kanjuruhan dalam kondisi baik.

"Tanggal 1 Oktober 2022 dilakukan pengecekan fasilitas stadion dan CCTV, hasilnya terkait CCTV, akses keluar masuk stadion serta fasilitas lainnya dalam kondisi yang baik," demikian bunyi laporan di halaman 30.

Polisi Tembak Gas Air Mata Tidak dalam Situasi Terancam dan ke Arah Tribun Suporter

Dari rekaman CCTV yang berada di papan score, TGIPF menemukan fakta bahwa tembakan gas air mata pertama terjadi pada pukul 22:09 WIB. Tembakan itu dilakukan anggota Brimob Porong yang berada di sektor Ring 1 depan Tribun No. 13.

"Berkali-kali (terlihat kurang lebih 7 kali pada tembakan pertama)," tulis TGIPF di halaman 96. 

Menurut TGIPF tembakan gas air mata berulang kali dilakukan saat aparat keamanan tidak berada dalam situasi terancam. Tembakan itu bahkan juga diarahkan ke arah tribun suporter.

"Situasi pada saat tersebut aparat keamanan tidak dalam keadaan terancam namun masih menembakkan gas air mata tidak hanya ke arah lapangan tetapi juga ke arah tribun suporter," tulis TGIPF.

Polisi Berulang Kali Tembak Gas Air Mata ke Tribun 10, 11, 12, dan 13

Rekaman CCTV di papan skor juga memperlihatkan Unsur Pengamanan SSK Brimob dan Dalmas Polres Malang terus menembakan gas air mata secara berturut-turut yang diarahkan ke arah tribun nomor 10, 11, 12 dan 13. 

"Situasi gas air mata dipengaruhi oleh faktor angin sehingga asap gas air mata menumpuk di sektor selatan tetapi arah angin dari utara ke selatan, sehingga asap aas air mata bergerak menuju arah tribun penonton no. 3 dan 13," tulis TGIPF di halaman 96.

Tembakan gas air mata polisi membuat suporter, khususnya yang berada di tribun 8, 9, 10, 11, 12 dan 13 panik. Mereka berlari keluar melalui pintu tribun yang kondisinya sangat sempit dengan jalur tangga yang menurun dengan kemiringan ± 60 derajat. Nahas, konstruksi pintu tribun ekonomi berupa pintu dengan sistem sliding (geser) ukuran 270 cm x 300 cm, dalam kondisi tertutup tidak dapat terbuka karena sliding rusak. 

Para penonton akhirnya berusaha keluar melalui pintu kecil dengan tiang di tengah ukuran 156 cm x 180 cm dengan posisi terbuka. 

"Kondisi pintu masuk yang relatif sempit dan tidak memungkinkan penonton keluar dengan jumlah yang 97 banyak, sehingga saling berdesakan, terjadi penumpukan, dan banyak penonton yang terhimpit dan terinjak-injak ketika akan keluar (gambar pintu terlampir)," tulis TGIPF di halaman 97.

CCTV Rekam Steward Tidak Jalankan Tugas dengan Benar

Tak cuma perihal perilaku aparat kepolisian, rekaman CCTV juga menunjukan para pengaman pertandingan (steward) tidak menjalankan tugasnya dengan benar.

Mereka berada di posisi pintu masuk/keluar tribun penonton hanya pada kondisi normal. Namun begitu kondisi darurat para Steward meninggalkan tugasnya.

"Terkait isu pintu yang tidak terbuka, sebenarnya pada 15 menit sebelum pertandingan selesai, pintu sudah diperintahkan untuk dibuka, namun pada saat terjadi peristiwa kericuhan steward yang memegang kunci pintu tidak ada. Penanggung jawab terkait pintu dan pemegang kuncinya adalah steward," tulis TGIPF di halaman 20.

Para Steward juga disebut tidak melaksanakan tugas pengamanan di area yang ditugaskan sehingga sejumlah penonton meloncat masuk ke lapangan di beberapa area yang tidak dijaga oleh Steward. 

Rekaman CCTV Muat Fakta Mengerikan

Ketua TGIPF Mahfud MD mengatakan rekaman CCTV memperlihatkan jatuhnya korban dalam tragedi Kanjuruhan lebih mengerikan ketimbang yang beredar di media televisi maupun media sosial.

"Fakta kami temukan proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di TV maupun medsos (media sosial), karena kami merekonstruksi dari 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat," katanya dikutip Antara, Jumat (14/10/2022).

Menurut Mahfud, Presiden Jokowi telah memerintahkan agar pengusutan tindak pidana tragedi Kanjuruhan dilanjutkan hingga tuntas. Bahkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sudah diminta untuk mengusut lebih jauh tindak pidana tersebut.

"Karena kalau dugaan tim (TGIPF) ada yang harus lebih bertanggung jawab hukum. Polisi sudah direkomendasikan dan didorong Presiden untuk terus diusut," ujar Mahfud.

Tersangka Baru Tergantung Kemauan Polri

Menurut Mahfud berdasarkan rekaman 32 CCTV di Stadion Kanjuruhan terbuka peluang munculnya tersangka baru. Namun semua itu tergantung kemauan Polri.

"Sangat terbuka peluang itu, tergantung Polri. Dan masyarakat sudah banyak berbicara siapa yang patut diduga jadi tersangka baru kan, setiap hari ada di televisi, ada di koran," ujar Mahfud.

Mahfud meyakini kepolisian lebih mengetahui seluk beluk dan pemenuhan kebutuhan untuk menetapkan tersangka baru tragedi Kanjuruhan.

"Kami sudah menulis di laporan tebal itu, tapi kami tahu bahwa polisi lebih mengetahui untuk mencari itu caranya karena polisi punya senjata hukum acara," ujarnya.

Sebelumnya, Kapolri telah menetapkan enam orang tersangka Tragedi Kanjuruhan, yaitu Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) AHL, Ketua Panitia Pelaksana AH, Security Officer SS, Kabagops Polres Malang WSS, Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.

Para tersangka tersebut disangka Pasal 359 dan Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan jPasal 103 Juncto Pasal 52 UU Nomor 11/2022 tentang Keolahragaan.

Tanggung Jawab Moral PSSI Adalah Mundur

Selain aspek pidana TGIPF juga mendorong agar pengurus PSSI bertanggung jawab secara moral atas tragedi Kanjuruhan dengan mengundurkan diri.

"Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang, dimana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang," tulis TGIPF di halaman 129.



Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER