Fakta Menarik dari Rencana Perubahan Jabodetabek Menjadi Jabodetabekjur

20 Maret 2024 20:03 WIB

Narasi TV

Monumen Nasional, Jakarta, Selasa (1/1/2019) yang berada di kawasan Jabodetabekjur. (Sumber: ANTARA/Dyah Dwi)

Penulis: Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Rizal Amril

Di tengah perbincangan terkait RUU Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ) di Badan Legislasi DPR minggu lalu (13/3/2024), terungkap rencana pembentukan kota aglomerasi Jabodetabekjur yang dinyatakan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Kota aglomerasi, yang merujuk pada kota yang memiliki kota-kota satelit, kini menjadi fokus pembahasan. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur, atau yang dikenal dengan Jabodetabekjur, adalah kawasan yang akan dijadikan kota aglomerasi.

Tito menegaskan bahwa perluasan Kota Jakarta menjadi kota aglomerasi merupakan langkah yang diambil menyusul status Jakarta yang tidak lagi menjadi daerah khusus ibu kota (DKI). 

Opsi pembentukan kota aglomerasi dipilih untuk menghindari perubahan administratif menjadi kota megapolitan atau metropolitan.

Untuk memperdalam pemahaman tentang konsep kota aglomerasi Jabodetabekjur, yang awalnya Jabodetabek, berikut ini beberapa fakta menarik:

1. Administrasi yang tidak rumit

Pembangunan Jabodetabekjur sebagai kota aglomerasi dipandang lebih mudah dalam implementasinya karena tidak mengharuskan perubahan dalam administrasi, meskipun kebijakan pembangunannya bisa disinkronkan untuk mengatasi masalah-masalah umum seperti banjir, kemacetan lalu lintas, polusi, dan migrasi penduduk.

Menurut Tito, hal ini tidak berkaitan dengan masalah administrasi pemerintahan, melainkan merupakan satu kawasan yang memerlukan harmonisasi program-programnya, terutama program-program yang bersifat umum.

"Jadi itu tidak ada keterkaitan masalah administrasi pemerintahan, tapi ini satu kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya, terutama yang mau jadi common program," ujar Tito dilansir dari CNBC Indonesia (20/3/2024).

2. Pembentukan dewan kawasan aglomerasi

Pembangunan Jakarta sebagai kota aglomerasi akan dipimpin oleh Dewan Kawasan Aglomerasi, yang mirip dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua. 

Dewan ini memiliki tugas dan fungsi untuk mengoordinasikan berbagai aspek pembangunan di kawasan aglomerasi, mulai dari penataan ruang hingga pelaksanaan program-program pembangunan.

Dalam draf RUU DKJ, Dewan Kawasan Aglomerasi juga bertugas untuk mengoordinasikan, memonitor, dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana pembangunan kawasan aglomerasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Kawasan aglomerasi tersebut mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

3. Peran wakil presiden dalam dewan kawasan aglomerasi

Dewan Kawasan Aglomerasi akan dipimpin oleh wakil presiden. Peran ini mirip dengan peran wapres sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua saat ini.

Wapres akan bertugas melakukan harmonisasi, sinkronisasi, serta evaluasi kebijakan pembangunan di kawasan aglomerasi.

Meskipun dipimpin oleh wakil presiden, eksekusi kebijakan pembangunan akan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah yang termasuk dalam aglomerasi. 

Prinsip tersebut menjaga otonomi daerah dan menjalankan prinsip eksekusi oleh pemda di wilayah aglomerasi.

Baca Selengkapnya

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR