Fase yang Dilalui Tubuh Saat Berpuasa dan Manfaat Kesehatannya

26 Mar 2025 13:33 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi puasa. (Foto: Freepik) .

Penulis: Rizal Amril

Editor: Rizal Amril

Ternyata ketika puasa, tubuh mengalami fase-fase biologis yang befmanfaat bagi kesehatan. Mulai dari detoksitifkasi hingga pemulihan, berikut fase yang terjadi pada tubuh ketika menjalankan puasa.

Puasa seharian lamanya tidak hanya memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat dan memulihkan fungsi organ, tetapi juga dapat meningkatkan sistem imun.

Proses detoksifikasi yang terjadi selama puasa membantu tubuh membersihkan racun dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Selain itu, puasa telah terbukti bermanfaat untuk mengurangi peradangan, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mendukung kesehatan jantung.

Dalam jangka panjang, rutin berpuasa dapat membawa banyak manfaat baik untuk kesehatan tubuh.

Ternyata, manfaat-manfaat tersebut dapat diraih dengan fase-fase tubuh ketika dihadapkan dengan kondisi puasa, apa saja fase itu?

Fase awal puasa (0-4 jam)

Dalam fase awal puasa, yang berlangsung selama 0 hingga 4 jam setelah makan terakhir, tubuh mulai mengalami perubahan signifikan.

Kadar glukosa darah mulai meningkat akibat proses pencernaan dan penyerapan makanan yang baru saja dikonsumsi.

Sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukosa, pankreas memproduksi insulin yang berfungsi untuk mengatur gula darah, memberikan energi stabil bagi sel-sel tubuh.

Selama periode ini, terdapat perubahan dalam hormon-hormon terkait nafsu makan.

Hormon grelin, yang dikenal sebagai hormon lapar, cenderung menurun dalam waktu 1-2 jam setelah makan.

Sementara itu, kadar leptin, hormon yang memberi sinyal kenyang, mulai meningkat. Proses ini membantu menjaga tingkat energi yang stabil antara waktu makan dan menciptakan rasa kenyang sehingga individu tidak merasakan lapar secara berlebihan.

Fase katabolik (4-16 jam)

Setelah melewati fase awal, tubuh memasuki fase katabolik yang berlangsung antara 4 hingga 16 jam puasa.

Pada tahap ini, tubuh mulai menggunakan semua nutrisi yang disimpan sebagai energi.

Glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot dipecah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Seiring dengan berkurangnya simpanan glikogen, tubuh beralih ke penggunaan lemak sebagai sumber energi.

Proses ini menjadikan pembakaran lemak sebagai keuntungan penting saat berpuasa.

Namun, lama waktu yang diperlukan untuk mencapai fase pembakaran lemak ini bergantung pada asupan makanan sebelumnya.

Makin tinggi konsumsi karbohidrat, makin lama waktu yang diperlukan untuk membakar simpanan tersebut.

Oleh karena itu, individu yang mengikuti puasa harus memperhatikan makronutrien yang dikonsumsi dalam makanan sehari-hari mereka.

Pembakaran lemak (16-24 jam)

Setelah tubuh berpuasa selama 16 jam, terjadi peningkatan produksi keton yang signifikan.

Keton diproduksi sebagai hasil pembakaran lemak, menjadikannya sumber energi alternatif.

Dalam kondisi normal, konsentrasi keton dalam plasma adalah antara 0,05 hingga 0,1 mM, tetapi saat berpuasa atau mengurangi karbohidrat dalam diet, konsentrasi ini dapat meningkat hingga 5-7 mM.

Aktivitas fisik ringan, seperti berjalan atau bersepeda, dapat mempercepat proses produksi keton ini.

Pengurangan berat badan dan penurunan risiko beberapa penyakit, seperti diabetes dan penyakit jantung, dapat terjadi selama fase ini.

Dengan tubuh beradaptasi menggunakan lemak sebagai sumber energi, manfaat jangka panjang bagi kesehatan mulai tampak.

Proses autofagi (24-48 jam)

Setelah 24 jam berpuasa, tubuh mulai memasuki proses autofagi, di mana sel-sel mendaur ulang komponen lama dan memecah protein-protein yang rusak atau salah lipat.

Proses ini sangat penting untuk peremajaan sel dan jaringan, membantu menghilangkan komponen seluler yang tidak berfungsi dengan baik.

Selain itu, autofagi berperan penting dalam mencegah penyakit neurodegeneratif yang berkaitan dengan penuaan.

Pada fase ini, kadar insulin mulai menurun, dan tubuh dipaksa untuk menggunakan sumber energi alternatif.

Ketika simpanan glukosa habis, tubuh memfokuskan energi pada perbaikan dan regenerasi sel berkat mengaktifkan mekanisme autofagi.

Oleh karena itu, manfaat kesehatan dari puasa jangka menengah ini menjadi sangat bersifat terapeutik.

Apa yang terjadi jika puasa lebih dari 48 jam?

Dalam diet yang menggunakan metode puasa, seperti intermittent fasting, tidak makan selama lebih dari 48 jam merupakan salah satu diet yang bisa dilakukan.

Puasa yang berlanjut lebih dari 48 jam disebut sebagai puasa jangka panjang. Dalam fase ini, kadar insulin terus menurun, sementara konsentrasi keton meningkat sebagai sumber energi utama bagi tubuh.

Penggunaan lemak sebagai sumber energi membuat tubuh mampu memelihara massa otot sambil membakar lemak secara efisien.

Studi menunjukkan bahwa puasa berkepanjangan dapat memiliki dampak positif pada kesehatan, seperti menurunkan kadar gula darah dan tekanan darah, serta mengurangi lemak perut.

Namun, puasa jangka panjang harus dilakukan dengan pengawasan medis, karena bisa berisiko bagi individu tertentu.

Penting untuk memahami bahwa manfaat kesehatan yang diperoleh dari puasa berkepanjangan tidak dapat disamakan dengan puasa sehari-hari.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER