Fatia Maulidiyanti Dituntut 3,5 Tahun Penjara dalam Kasus "Lord Luhut"

14 November 2023 15:11 WIB

Narasi TV

Eks Kordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) berjalan keluar ruangan saat menunggu sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (21/8/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Jaksa Pengadilan Negeri Jakarta Timur menuntut Fatia Maulidiyanti dengan pidana 3,5 tahun hukuman penjara buntut kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Shandy Handika menilai bahwa eks Koordinator KontraS itu terbukti secara sah dan memyakinkan menurut hukum bersalah melakukan pencemaran baik.

Tuntunan ini sebagaimana diatur Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.

“Menghukum Fatia Maulidiyanti untuk menjalani pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dengan perintah terdakwa segera ditahan,” kata JPY membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cakung, Senin (13/11/2023), dikutip dari Antara. 

Tuntutan diberatkan karena disebut tak mengakui perbuatan

Selain tuntutan pidana, Fatia juga dituntut denda sebesar Rp500 ribu subsider tiga bulan kurungan, hal ini lantaran ada beberapa hal yang memberatkan Fatia.

Menurut Shandy, Fatia selaku terdakwa tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya dalam melakukan tindak pidana perlindungan dan seolah-olah mengatasnamakan pejuang lingkungan hidup.

Selain itu JPU juga menilai Fatia berusaha menutupi niat jahat. Misalnya, pada Senin (21/9), saat sidang berjalan ricuh, Fatia dan tim penasihat hukumnya dituding berusaha menutupi niat jahat terdakwa, meskipun, Jaksa tidak menjelaskan detail niat jahat yang dimaksud.

"Selama proses persidangan berlangsung penasihat hukum dari tim advokasi telah berusaha menutupi niat jahat Haris Azhar dan Fatia," ujar Jaksa.

Kuasa hukum Fatia nilai jaksa terlalu mengada-ada

Kuasa hukum Fatia dan Haris, Tim Kuasa Hukum Advokasi untuk Demokrasi yang terdiri dari Asfinawati, Nurkholis Hidayat, Muhammad Isnur, dan Andi Muhammad Rezaldy menilai bahwa tuntutan yang dilayangkan JPU terlalu mengada-ngada.

Mereka menilai banyak fakta dan juga dalil yang disusun secara sembarangan. Salah satunya, saat Jaksi menilai bahwa Fatia terlibat aktif dalam penyusunan konten dan juga nama-nama sebelum siniar dilakukan.

"Dalil ini tentu saja tidak benar, sebab faktanya, Fatia saat video tersebut direkam Fatia hanya membawa kajian cepat 9 masyarakat sipil," bela mereka dalam siaran pers, Senin (13/11) lalu.

“Kami menilai bahwa tuntutan Jaksa merupakan bagian dari Malicious Prosecution, sebab tuntutan ini tidak berdasarkan hasil-hasil pembuktian di persidangan. Tuntutan yang dibacakan Jaksa memiliki muatan permusuhan pribadi, bias, atau alasan lain di luar kepentingan keadilan," kata Nurkholis Hidayat dari Tim Advokasi untuk Demokrasi.

Sebelumnya, Fatia-Haris dilaporkan oleh Luhut Binsar Panjaitan lantaran mengunggah video berjudul “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!! JENDERAL BIN JUGA ADA!!” dalam program podcast “NgeHAMtam” di akun YouTube milik Haris Azhar.

Dalam video itu mereka membahas kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.

Video tersebut menjelaskan dugaan keterlibatan Luhut Binsar Panjaitan dalam bisnis pertambangan di Papua yang melibatkan militer.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR