“Fatum Brutum Amor Fati” Ala Nietzsche, Apakah Kita Harus Mencintai Takdir yang Kejam?

1 Apr 2024 10:16 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi ekspresi sedih dan tertekan. Sumber: Freepik.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Fatum Brutum Amor Fati adalah frasa bahasa Latin. Jika dialihbahasakan ke bahasa Indonesia secara literal, fatum dan fati berarti takdir, brutum berarti kejam atau brutal, sedangkan amor berarti cinta. Maka, arti dari frasa ini kurang lebih adalah “cintailah takdir meskipun takdir itu kejam”. 

Konsep Amor Fati, atau mencintai takdir disampaikan oleh filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche. Nietzsche menggunakan frasa ini untuk menggambarkan sikap penerimaan total terhadap kehidupan dan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan, termasuk penderitaan dan kesulitan. 

Bagi Nietzsche, menerima dan mencintai nasib kita adalah cara agar seseorang mencapai kekuatan batin dan kebebasan spiritual. Artinya, tindakan yang paling bijaksana dalam menghadapi dunia yang kompleks dan adalah menerima kehidupan dengan segala masalah dan kerumitannya.

Meski demikian, amor fati bukan berarti pasrah. Dalam hal ini, Nietzsche menekankan bahwa cinta terhadap takdir harus diimbangi dengan usaha maksimal. Hal ini dikarenakan kita bisa mengendalikan prosesnya, tetapi tidak dengan hasilnya. 

Amor fati bukanlah frasa yang bertujuan untuk menolak bencana. Amor fati justru mengajak untuk menerimanya dengan penuh keberanian. Hal ini sejalan dengan pandangan Nietzsche sendiri yaitu “inti dari realitas adalah kekacauan, adalah kaotis”.

Lebih lanjut, amor fati dapat diartikan sebagai penerimaan sebuah peristiwa atau situasi yang terjadi pada hidup seseorang. Penerimaan yang dimaksud tidak selalu dalam rangka peningkatan diri.

Penerimaan tersebut adalah apa yang terjadi dalam kehidupan sesuai dengan konsep Eternal Recurrence yang disampaikan Nietzsche. Konsep ini memandang cara atau respon seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya sebagai sesuatu yang mendefinisikan orang tersebut. 

Friedrich Nietzsche dan filosofinya

Friedrich Nietzsche adalah seorang filsuf yang lahir pada 15 Oktober 1844 di Saxony  Prussia yang saat ini menjadi wilayah negara Jerman. Ia dianggap sebagai pintu gerbang antara filsafat modern dengan filsafat kontemporer.

Filosofi Nietzsche berkutat pada pertanyaan-pertanyaan tentang kebebasan (freedom), aksi (action), dan tekad (will). Salah satu idenya yang terkenal adalah ide tentang Eternal Recurrence. 

Dalam hal ini, Nietzsche mengajak untuk menganggap hal yang terjadi bukan sebagai ‘sebuah kebenaran’, tetapi sebagai bagaimana respon kita menjawab ‘bagaimana jika hal tersebut adalah sebuah kebenaran?’.

Nietzsche mengasumsikan reaksi pertama manusia akan memandang bahwa kondisi manusia sangat tragis dan hidup penuh dengan penderitaan.

Namun, Nietzsche membayangkan reaksi lain, yaitu bagaimana jika kita menerima kebenaran itu seperti sesuatu yang kita inginkan. Menurutnya, respon seperti itu akan menjadi perilaku penerimaan hidup sejalan dengan amor fati.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER