Firli Mangkir Lagi, MAKI Ingatkan Polda Metro Jaya: Jangan Sampai Kesannya Dipermainkan

27 Februari 2024 11:02 WIB

Narasi TV

Firli Bahuri menyampaikan pernyataan mengundurkan diri sebagai Ketua KPK kepada wartawan di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Kamis (21/12/2023). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut perlu ada ketegasan dari penyidik Subditipidkor Ditkrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipidkor Bareskrim Polri dalam memproses kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo oleh Firli Bahuri sebagai tersangka.

Dikonfirmasi Antara, Senin (26/2/2024), Boyamin menilai ada ketidakseriusan dalam proses kasus Firli setelah beberapa kali mangkir dari panggilan penyidik dan tidak dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka.

“Jadi saya kira proses ini harus ada ketegasan betul dari penyidik jangan sampai kesannya dipermainkan oleh Pak Firli,” kata Boyamin.

Firli Kembali Mangkir dari Panggilan Pemeriksaan

Firli Bahuri kembali mangkir untuk kedua kalinya dalam pemanggilan agenda permintaan keterangan tambahan Senin (26/2/2024), setelah sebelumnya juga mangkir pada pemanggilan Selasa (6/2/2024).

Mangkirnya Firli dari panggilan penyidik bukan kali pertama. Mantan Ketua KPK itu pernah mangkir pada pemanggilan Kamis (21/12) dengan alasan ada urusan penting juga karena ingin agar saksi yang meringankan dihadirkan terlebih dahulu.

Menurut Boyamin, penyidik sudah selayaknya menerbitkan surat panggilan disertai surat perintah karena sudah kedua kalinya mangkir dari panggilan penyidik. Hal ini sesuai dengan Pasal 112 ayat (2) Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan bila penyidik sudah menemukan bukti bahwa terlapor diduga sebagai tersangka, maka akan langsung melakukan penangkapan sesuai Pasal 16 ayat (1) KUHAP.

“Saksi aja bisa dengan perintah membawa apalagi tersangka,” katanya.

Boyamin menuturkan, penahanan tersangka merupakan kewenangan dari penyidik. Namun, dirinya menyarankan akan dilakukan penahanan karena melihat upaya Firli Bahuri yang tidak kooperatif selama penyelidikan dan penyidikan perkara, seperti mangkir dari panggilan penyidik.

Dirinya melihat, upaya yang dilakukan Firli terkesan menantang penyidik Polri berani atau tidak melakukan penahanan terhadapnya. Tabiat ini, kata Boyamin, dikhawatirkan menjadi contoh masyarakat yang juga ikut mengamati perkembangan penanganan perkara.

“Jadi ini takutnya akan dicontoh masyarakat ketika akan dipanggil kepolisian  bisa mangkir, apalagi sebagai tersangka. Kan gitu,” ujarnya.

Bila apa yang dilakukan Firli menjadi contoh dan ditiru masyarakat, lanjut dia, maka akan merepotkan upaya penegakan hukum di Tanah Air.

Boyamin menekankan sanksi hukuman Firli di atas lima tahun dan ada upaya tidak koorperatif, sehingga penahanan perlu dipertimbangkan, agar kekhawatiran tersangka melarikan diri atau menghilangkan bukti tidak terjadi.

“Potensi itu (melarikan diri dan menghilangkan barang bukti dan saya sudah menyampaikan ke media dan publik bahwa  (Firli) harus ditahan,” kata Boyamin.

Polda Metro Jaya Tidak Serius

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menilai Polda Metro Jaya tidak serius dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri.

"Ini karena Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengembalikan berkas perkara untuk kedua kalinya kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk segera dilengkapi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu (7/2/2024).

Oleh karena itu, lanjutnya, ICW mendesak Bareskrim Polri, khususnya Direktorat Tindak Pidana Korupsi, agar melakukan supervisi terhadap kinerja penyidik Polda dalam melengkapi petunjuk kejaksaan. Menurut Kurnia, ada potensi konflik kepentingan jika melihat relasi antara Kapolda Metro Jaya, Karyoto, dengan Firli sendiri.

Karyoto sebelumnya merupakan mantan bawahan Firli saat menduduki jabatan sebagai Deputi Penindakan KPK.

"Di luar itu, secara kepangkatan di kepolisian, Karyoto masih berada di bawah Firli. Bukan tidak mungkin hal tersebut menjadi salah satu faktor Polda Metro Jaya melempem saat melakukan proses hukum terhadap mantan Ketua KPK tersebut,"ucapnya.

Kurnia juga mendesak kepada pihak Polda Metro Jaya untuk segera melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri.

"Hal ini penting agar kekhawatiran masyarakat terkait potensi penghilangan barang bukti atau pelaku melarikan diri dapat diminimalisir," jelasnya.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa berkas perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang telah diserahkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya belum lengkap.

"Tim penuntut umum berpendapat hasil penyidikan belum lengkap," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Syahron Hasibuan sebelumnya.

Dia mengemukakan bahwa hasil penyidikan berkas perkara tersebut telah dilakukan penelitian berkas perkara sesuai pasal 110 dan pasal 138 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Syahron menyebutkan berkas tersebut telah dikembalikan kepada penyidik disertai petunjuk guna penyempurnaan hasil penyidikan pada Jumat (2/2).

"Pada Jumat, tanggal 2 Februari 2024, Bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara atas nama tersangka Drs Firli Bahuri, MSi," kata Syahron.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR