Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,8 mengguncang Maroko pada Jumat (8/9/2023) malam.
Melansir Reuters, sebanyak 2.122 korban jiwa telah ditemukan dan 2.421 tengah mendapatkan perawatan medis, termasuk 1.000 orang lebih dalam kondisi kritis.
Gempa bumi pada Jumat lalu tersebut menjadi gempa yang paling besar dalam kurun lebih dari 60 tahun terakhir.
Hingga saat ini, tim penyelamat terus berupaya mencari korban yang masih terjebak dalam reruntuhan bangunan.
Gempa Maroko rusak bangunan bersejarah
Tidak hanya menelan banyak korban jiwa, gempa Maroko juga menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah di di pegunungan High Atlas.
Salah satunya adalah Masjid Tinmal, masjid tradisional yang dibuat dari tanah dan batu tersebut telah berdiri sejak abad pertengahan pada era Kekhalifahan Almohad.
Masjid tersebut dibangung pada abad ke-12 ketika Dinasti Almohad yang kemudian mendirikan ibu kota pertamanya di lembah Atlas sebelum merebut Marrakesh.
Mereka kemudian mengesahkan pemimpinnya sebagai Khalifah, dan terus memperluas wilayah tersebut dengan didorong oleh semangat keagamaan.
Melansir AP, gempa bumi tersebut merupakan yang terbesar yang dialami negara-negara Afrika Utara dalam 120 tahun terakhir.
Profesor emeritus bahaya geofisika dan iklim di University College London menyatakan, kerusakan dan korban yang masif tersebut terjadi karena gempa adalah bencana yang sulit ditangani.
“Masalahnya, gempa bumi dahsyat jarang terjadi, bangunan-bangunan tidak dibangun dengan cukup kuat untuk menahan guncangan tanah yang kuat, sehingga banyak bangunan runtuh, sehingga menimbulkan banyak korban jiwa,” kata Bill McGuire.
Belum ada informasi WNI menjadi korban
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Maroko di kota Rabat melaporkan hingga saat ini belum ada informasi yang menyebutkan ada WNI yang turut menjadi korban gempa Maroko
"Hingga saat ini tidak terdapat informasi adanya korban WNI," ujar Direktur Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha dalam keterangan tertulis, mengutip CNN.
Pemerintah Maroko kini menetapkan tiga hari berkabung nasional pada Minggu (10/9). Hal tersebut dilakukan untuk mengenang ribuan korban yang terdampak bencana tersebut.
"Tiga hari berkabung nasional sudah diputuskan, dengan pengibaran bendera setengah tiang di semua bangunan umum," bunyi pernyataan yang diterbitkan kantor berita resmi MAP setelah Raja Mohammed VI memimpin pertemuan yang membahas bencana itu, diberitakan AFP.
KOMENTAR
Latest Comment