28 Agustus 2023 20:08 WIB
Penulis: Elok Nuri
Editor: Rizal Amril
Pernikahan kerap kali dibayangkan sebagai sesuatu yang indah dan menyenangkan, namun ada berapa pernikahan yang terpaksa harus berpisah dalam perceraian.
Sebagai sebuah hal yang umum terjadi, bagaimana hukum bercerai dalam ajaran Islam?
Perceraian sendiri merupakan perpisahan pasangan suami istri yang telah melaksanakan perkawinan.
Mengutip laman NU Online, perceraian merupakan sebuah hal yang diperbolehkan dalam Islam, namun sangat dibenci oleh Allah Swt.
Dalam Islam, perceraian disebut juga dengan istilah talak. Para ulama klasik memiliki pandangan berbeda mengenai pemaknaan talak atau perceraian.
Menurut mazhab Hanafi, pengertian perceraian menurut istilah adalah hilangnya hukum halal bagi suami istri yang disebabkan karena lafaz talak atau cerai.
Sedangkan menurut mazhab Syafi'i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafaz talak atau yang semakna dengan itu.
Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.
Dalil talak telah Allah jelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 229 berikut:
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Aṭ-ṭalāqu marratān(i), fa imsākum bima‘rūfin au tasrīḥum bi'iḥsān(in), wa lā yaḥillu lakum an ta'khużū mimmā ātaitumūhunna syai'an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudūdullāh(i), fa in khiftum allā yuqīmā ḥudūdullāh(i) falā junāḥa ‘alaihimā fīmaftadat bih(ī), tilka ḥudūdullāhi falā ta‘tadūhā, wa may yata‘adda ḥudūdullāhi fa'ulā'ika humuẓ-ẓālimūn(a).
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim”.
Merujuk pada kitab Figh as-Sunnah karangan Sayyid Sabiq, terdapat beberapa hukum bercerai dalam Islam yang berkaitan dengan kondisi dan situasi tertentu, berikut adalah penjelasannya.
Hukum menjatuhkan talak atau perceraian berubah dari mubah menjadi haram jika seseorang yang menjatuhkan talak itu akan jatuh pada prostitusi (perzinahan), atau ia tidak mampu kawin dengan wanita lain setelah terjadinya perceraian.
Hukum menjatuhkan talak menjadi makruh jika suami masih ingin melanjutkan perkawinan dengan istri, atau masih mengharapkan keturunan dari istrinya.
Berhukum makruh juga manakala suami menjatuhkan talak tanpa alasan.
Hukum menjatuhkan talak berubah menjadi wajib bagi seorang suami, apabila ia tetap hidup bersama istrinya mengakibatkan perbuatan haram baik mengenai nafkah atau lainnya.
Sebagai contoh, dengan tidak cerai mereka terus-menerus bertengkar disebabkan suami tidak mampu membayar nafkah, atau karena suami atau istri tidak mampu menjalankan kewajibannya masing-masing.
Ketentuan ini berlaku bagi suami jika istri menyia-nyiakan hak-hak Allah yang wajib dilaksanakan.
Sebagai contoh, istri sering melalaikan ibadah shalat dan puasa. Jika terus menerus hidup dengan istri yang seperti itu, dia dapat jatuh pada perbuatan haram.
Dalam keadaan tersebut, istri tidak dapat menjaga harga diri keluarga, maka disunahkan bagi suami menjatuhkan talak kepada istrinya.
KOMENTAR
Latest Comment