Hukum Menikah Dalam Islam Menurut Para Ulama Empat Mazhab

23 Mei 2023 19:05 WIB

Narasi TV

Ilustrasi pernikahan yang dalam Islam memiliki hukum berbeda-beda sesuai keadaan. (Sumber: Pexels/Azra Tuba Demir)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Hukum menikah dalam Islam dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi orang yang hendak menikah.

Menikah sendiri dapat digolongkan sebagai ibadah yang dapat dilakukan oleh umat muslim. 

Meskipun bernilai ibadah, namun Islam tidak mewajibkan pernikahan kepada orang-orang yang dinilai belum mampu atau siap untuk menikah.

Hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari berikut ini.

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ

Artinya, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.”

Makna pernikahan dalam Islam

Melansir dari laman NU Online, makna menikah secara bahasa berarti berkumpul atau bersetubuh.

Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahab sebagai berikut.

كتاب النكاح. هُوَ لُغَةً الضَّمُّ وَالْوَطْءُ وَشَرْعًا عَقْدٌ يَتَضَمَّنُ إبَاحَةَ وَطْءٍ بِلَفْظِ إنْكَاحٍ أَوْ نَحْوِهِ

Artinya, “Kitab Nikah. Nikah secara bahasa bermakna ‘berkumpul’ atau ‘bersetubuh’, dan secara syarak bermakna akad yang menyimpan makna diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan lafaz nikah atau sejenisnya,”

Sementara ulama fiqih yang terdiri dari empat mazhab (Syafii, Maliki, Hanafi dan Hambali) pada umumnya mendefinisikan nikah sebagai akad yang membuat seorang laki-laki boleh berhubungan badan dengan seorang perempuan.

Akad tersebut dilakukan atau diawali dengan lafaz nikah atau kawin.

Anjuran pernikahan telah disebutkan dalam beberapa ayat dalam surah Al-Qur’an, salah satunya adalah firman Allah Swt. dalam surah An-Nur ayat 32 berikut.

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberianNya), Maha Mengetahui.”  

Hukum menikah dalam Islam

Para ulama memandang hukum melakukan pernikahan sebagai sebuah sunah atau anjuran.

Akan tetapi, hukum sunah tersebut dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi. 

Berubahnya hukum pernikahan tersebut dilihat berdasarkan keadaan dan niat calon pengantin. 

Berikut adalah hukum menikah dalam Islam beserta hal yang dapat mengubahnya.

1. Wajib

Hukum wajib ini berlaku bagi orang yang sudah merasa mampu menikah. Kemampuan dalam hal ini diukur dari bisa atau tidaknya pihak laki-laki memberikan nafkah.

Selain dilihat dari kemampuan memberikan nafkah, hukum menikah menjadi wajib apabila orang tersebut sudah tidak bisa menahan nafsu untuk melakukan hubungan seksual.

Jika demikian, maka hukum pernikahan menjadi wajib karena dikhawatirkan akan terjerumus dalam perzinahan jika tidak segera menikah.

2. Sunah

Menikah berhukum sunah jika orang yang hendak menikah memiliki kemampuan untuk mencari nafkah untuk keluarga namun masih dapat menahan nafsu untuk melakukan hubungan seksual.

Orang yang seperti itu tidak dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kemaksiatan dan perzinahan.

Jika orang tersebut memiliki keinginan untuk menikah, maka hukumnya menjadi sunah.

3. Haram

Menikah menjadi haram apabila orang yang hendak menikah belum mampu memenuhi nafkah kepada pasangannya kelak, sementara nafsunya tidak mendesak.

Pemenuhan nafkah yang dimaksud dalam hal ini adalah nafkah lahir dan batin. Oleh karenanya, pernikahan dini tidak disarankan untuk dilakukan.

Hal tersebut karena mempelai pernikahan dini dinilai belum mampu memenuhi nafkah, baik secara lahir maupun batin.

4. Mubah

Menikah menjadi mubah bagi mereka yang tidak terdesak dengan alasan wajib menikah atau mengharamkan untuk menikah.

Sebagai contoh, apabila seorang muslim telah memiliki pekerjaan dan berpenghasilan namun hanya cukup untuk dirinya sendiri.

Dan apabila orang tersebut masih dapat menahan hawa nafsu untuk melakukan hubungan seksual, maka hukum pernikahan baginya adalah mubah.

5. Makruh

Menikah juga dapat menjadi makruh bagi mereka yang tidak memiliki keinginan untuk menikah.

Ketiadaan keinginan tersebut dapat terjadi karena lemahnya syahwat atau belum mampu memberikan nafkah.

Pernikahan yang tidak dilandasi oleh keinginan pasangan dikhawatirkan justru berakhir buruk bagi keduanya.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR