Hukum Menikahi Saudara Ipar Menurut Syariat Islam, Bolehkah?

27 Jun 2024 20:06 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi pernikahan. (Sumber: Freepik/bristekjegor)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Film Ipar Adalah Maut masih menjadi trending di laman media sosial, bahkan film garapan sutradara Hanung Bramantyo ini telah menembus 2,6 juta penonton. Seiring kesuksesan film Ipar Adalah Maut, banyak warganet yang mempertanyakan hukum menikahi saudara ipar.

Berkaitan dengan menikahi saudara ipar, di Indonesia terdapat istilah “turun ranjang” dan “naik ranjang”. Dua istilah tersebut merujuk pada proses pernikahan adik ipar dengan kakak ipar atau sebaliknya karena suami/istri sah telah meninggal dunia.

Umumnya yang terjadi, suami dari istrinya tersebut akan menikahi adik atau kakak dari istrinya yang sudah meninggal atau telah bercerai. Lalu bagaimana pandangan Islam terkait persoalan ini?

Hukum menikahi saudara ipar

Mengutip dari laman CariUstadz, Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatul Thalibin menjelaskan persoalan menikah dengan saudara ipar.

Dalam kitab tersebut, dijelaskan jika yang dinikahi adalah adik atau kakak dari almarhum suami atau istri, maka pernikahan boleh saja dilaksanakan, sebagaimana penjelasan berikut:

وَلَوْ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ طَلَاقًا بَائِنًا، فَلَهُ نِكَاحُ أُخْتِهَا فِي عِدَّتِهَا، وَإِنْ كَانَ رَجْعِيًّا، لَمْ تَحِلَّ أُخْتُهَا حَتَّى تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا

Artinya: “Seandainya, seorang suami menceraikan istrinya dengan talak ba’in (talak tiga), maka ia boleh langsung menikahi saudara iparnya meski masih dalam masa iddah istrinya. Berbeda halnya, jika istrinya dicerai dengan talak raj’i, maka iparnya tidak halal dinikah sampai istrinya habis iddah,” (Lihat: Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz VII, halaman 117).

Akan tetapi, hal tersebut akan berbeda hukumnya (menjadi tidak diperbolehkan) jika menikahi dua wanita bersaudara sekaligus. Hal ini sudah sesuai syariat Islam dalam surah An-Nisa ayat 23 berikut:

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ

Artinya, “(Diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau,” (QS An-Nisa’ [4]: 23).

Mengutip dari laman NU Online, pengertian dua bersaudara dalam ayat di atas tidak hanya dua perempuan kakak dan adik, tetapi juga mencakup keponakan dan bibinya atau bibi dan keponakannya. 

Penjelasan tersebut didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah saw. berikut ini:

لَا تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلَا الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيهَا وَلَا الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلَا الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا لَا الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلَا الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى

Artinya: “Tidak boleh dinikahi seorang perempuan bersama dengan bibinya (dari pihak ayah), juga seorang bibi (dari pihak ayah) bersama dengan keponakannya, juga seorang perempuan bersama dengan bibinya (dari pihak ibu), juga seorang bibi (dari pihak ibu) bersama dengan keponakannya, juga seorang kakak bersama dengan adik perempuannya, juga seorang adik bersama dengan kakak perempuannya,” (HR at-Tirmidzi).

Imam An-Nawawi juga menjelaskan bahwa larangan menikahi dua perempuan bersaudara tersebut juga termasuk saudara karena nasab maupun karena persusuan, baik saudara seayah-seibu maupun seayah atau seibu saja. 

Jika terjadi dua saudara perempuan tersebut dinikahi, maka batallah pernikahan keduanya. Jika dinikahi secara berurutan, maka batallah pernikahan yang kedua.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER