Tata Cara Sholat di Atas Kendaraan serta Hukumnya dalam Islam

5 April 2024 20:04 WIB

Narasi TV

Ilustrasi para penumpang pesawat. (Sumber: ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Tata cara sholat di atas kendaraan perlu diketahui oleh tiap muslim, terutama jika tengah dalam perjalanan jarak jauh seperti mudik lebaran atau perjalanan antar-negara.

Dalam Islam sendiri, salat wajib merupakan tiang agama yang harus dikerjakan selagi mampu. Karena hukumnya yang wajib itulah, Allah Swt. memberikan keringanan berupa tata cara salat yang disederhanakan jika harus mengamalkannya pada situasi yang tidak ideal.

Salah satu situasi tak ideal untuk salat sebagaimana mestinya tersebut misalnya terjadi ketika tengah melakukan perjalanan.

Terkadang jauh dengan moda transportasi yang tak bisa sembarang berhenti seperti kereta, pesawat terbang, atau kapal laut.

Pada situasi tersebut, Islam memberikan kemudahan bagi umatnya agar dapat melaksanakan kewajiban salat tanpa kesulitan.

Hukum sholat di atas kendaraan

Hukum melaksanakan salat di atas kendaraan ketika melakukan perjalanan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, seperti moda transportasi yang digunakan, lamanya perjalanan, dan pada waktu apa perjalanan dilakukan.

Kondisi-kondisi tersebut nantinya akan memengaruhi jenis salat apa saja yang bisa dilakukan di atas kendaraan.

Abu Bakar Al-Hishni dalam kitabnya Kifâyatul Akhyâr, menjelaskan:

 يجوز للْمُسَافِر التنقل رَاكِبًا وماشياً إِلَى جِهَة مقْصده فِي السّفر الطَّوِيل والقصير على الْمَذْهَب

Artinya: “Diperbolehkan bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan baik berkendara atau berjalan kaki untuk melakukan shalat sunah dengan menghadap ke arah tempat tujuannya, di dalam perjalanan yang panjang (yang diperbolehkan mengqashar shalat) dan di dalam perjalanan yang pendek (yang tidak diperbolehkan mengqashar shalat) menurut pendapat yang dipegangi madzhab (Syafi’i).” (Abu Bakar Al-Hishni, Kifâyatul Akhyâr [Damaskus: Darul Basyair], 2001, juz I, hal. 125)

Pendapat tersebut didasarkan pada sebuah hadis:

 عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ

Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah saw. salat di atas kendaraannya menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila beliau hendak salat fardu, maka beliau turun dan salat menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)

Dari penjelasan hadis di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa pada dasarnya salat yang dapat dilakukan di atas kendaraan adalah salat sunah saja.

Namun masih dalam penjelasan hadis yang sama, pelaksanaan shalat wajib tidak bisa dilakukan di atas kendaraan kecuali bila dilakukan secara sempurna sebagaimana mestinya salat itu dilakukan.

Ini bisa dipahami saat merujuk pada kalimat bahwa Rasulullah turun dari untanya ketika hendak melakukan salat fardu.

Turunnya Rasulullah dari kendaraan atau unta yang ditungganginya itu dimaksudkan agar bisa melakukan salat fardu sebagaimana mestinya, yakni dengan menghadap kiblat dan melaksanakan rukun-rukun salat secara benar.

Akan tetapi, hal tersebut akan berbeda jika terjadi pada kendaraan yang berbeda. Seperti dalam sebuah riwayat ketika sahabat Nabi diperintahkan untuk tetap salat di kapal laut.

Rasulullah pernah memerintahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib untuk melakukan shalat di atas kapal laut ketika menuju ke negeri Habasyah dengan berdiri.

 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي السَّفِينَةِ قَائِمًا مَا لَمْ يَخْشَ الْغَرَقَ 

Artinya: “Bahwa Nabi ﷺ memerintahkan Ja'far bin Abi Thalib untuk shalat di atas kapal laut dengan berdiri selama tidak takut tenggelam.” (HR. Al-Bazzar)

Kapal laut tentu kendaraan yang sangat berbeda dari unta. Jika dengan unta kita bisa berhenti sewaktu-waktu untuk melaksanakan salat, ketika naik kapal kita tak bisa sewaktu-waktu menepi ke daratan setiap kali hendak melaksanakan salat.

Tata cara sholat di atas kendaraan

Mengutip dari laman NU Online, saat seseorang dalam perjalanan dan hendak melakukan salat fardu sementara tidak mungkin dilakukan secara sempurna di atas kendaraan maka ia mesti turun dari kendaraannya. Ia mesti melakukan salat fardunya di atas tanah.

Namun saat melihat realita di lapangan sering kali terjadi beberapa kemungkinan yang menjadikan seseorang mungkin atau tidak mungkin melakukan salat fardu. Beberapa kemungkinan itu di antaranya adalah:

Pertama, bila yang ditumpangi adalah kendaraan pribadi maka kiranya tidak ada alasan untuk tidak bisa turun dan melakukan salat fardu di atas tanah sebagaimana mestinya. Orang yang mengendarai kendaraan pribadi tentunya ia bisa sekehendaknya menghentikan kendaraannya.

Kedua, bila yang ditumpangi adalah pesawat, kereta api, dan kapal laut maka masih ada kemungkinan untuk bisa melakukan salat fardu sebagaimana mestinya di atas kendaraan-kendaraan itu. Masalahnya kemudian tinggallah soal kemauan orang yang bersangkutan untuk salat atau tidak.

Ketiga, bila yang ditumpangi adalah kendaraan umum seperti bus antar kota maka kecil kemungkinan untuk tidak mengatakan tidak bisa sama sekali melakukan salat fardu di atasnya. Kiranya sulit salat di atas bus sambil berdiri, rukuk, dan sujud secara sempurna  sulit pula melakukannya dengan menghadap ke arah kiblat. Harapan yang tersisa adalah bila bus berhenti di tempat peristirahatan semisal rumah makan tepat pada waktunya salat.

Oleh karenanya, ketika hendak melakukan perjalanan menggunakan bus seperti di atas, alangkah baiknya jika kita dapat memperhitungkan waktu perjalanan dan waktu salat, serta memanfaatkan kemudahan berupa meng-qada salat.

Berikut adalah tatacara sholat di atas kendaraan yang benar:

  • Takbiratulihram dilakukan sambil duduk di kursi.
  • Tangan bersedekap sambil membaca doa iftitah, surat Al-Fatihah dan surat lainnya.
  • Rukuk, dilakukan sambil duduk di kursi kendaraan. Badan dicondongkan ke depan.
  • Sujud, posisi badan lebih condong ke bawah ketimbang rukuk, setelah sujud kemudian duduk antara dua sujud.
  • Pada rakaat berikutnya melakukan gerakan salat yang sama dengan rakaat yang pertama, kemudian duduk tasyahud.
  • Shalat diakhiri dengan salam.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR