4 Mei 2023 19:05 WIB
Penulis: Rusti Dian
Editor: Rizal Amril
Indonesia disebut menjadi negara fatherless ketiga di dunia. Hal tersebut berarti banyak anak Indonesia yang kekurangan sosok ‘ayah’ dalam hidupnya.
Hal tersebut disebutkan dalam program sosialisasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang bertajuk "Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless Country Nomor 3 Terbanyak Di Dunia."
Program tersebut berlangsung pada Oktober hingga Desember 2021 silam. Melansir situs resmi UNS, anggota tim sosialisasi UNS Qori Zuroida mengatakan bahwa temuan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara fatherless menjadi latar belakang dilakukannya acara sosialisasi tersebut.
Meskipun tidak dijelaskan dari penelitian apa klaim tersebut didapat, namun isu fatherless ini mengajak masyarakat untuk mempertanyakan ulang peran ayah dalam keluarga, khususnya tumbuh kembang anak.
Psikolog asal Amerika Edward Elmer Smith mengatakan bahwa fatherless country berarti negara yang masyarakatnya memiliki kecenderungan tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun psikologis.
Fatherless tidak hanya dialami oleh anak yatim saja. Selama mereka memiliki figur ayah yang dihadirkan dari kakek atau om, maka figur ‘ayah’ ini bisa tergantikan.
Yang dimaksud fatherless adalah mereka yang kehilangan peran ayah dalam kehidupan dan pengasuhan.
Faktor penyebab fenomena fatherless adalah alasan ekonomi, sosial, dan budaya.
Ketika laki-laki yang menjadi ayah ini harus mencari nafkah, mereka seolah tidak memiliki waktu untuk mengurus anak di rumah. Padahal, peran ayah pun sangat dibutuhkan dalam pengasuhan anak.
Salah satu penyebab munculnya keadaan fatherless adalah adanya budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia.
Budaya patriarki meyakini bahwa laki-laki bertanggung jawab pada urusan nafkah. Sedangkan untuk urusan domestik dan mengurus anak adalah tanggung jawab perempuan.
Belum lagi soal angka perceraian yang tinggi. Menurut laporan Badan Statistik Indonesia, kasus perceraian di Indonesia tahun 2022 meningkat dari tahun sebelumnya yakni mencapai 516.344 kasus.
Penyebab utamanya adalah karena perselisihan dalam rumah tangga yang terjadi terus menerus tanpa rukun kembali.
Perceraian ini dapat berdampak pada anak yang kehilangan sosok orang tuanya. Anak cenderung akan memilih ikut dengan ibu atau ayah.
Jelas ini akan menghambat perkembangan anak secara psikologis. Padahal, ayah dan ibu juga sama-sama memiliki peran yang penting untuk tumbuh kembang anak.
Anak perlu mengetahui ada dua figur berbeda dalam kehidupannya yaitu perempuan dan laki-laki.
Jika ibu mengajarkan tentang pendewasaan emosi, empati, dan nilai-nilai kasih sayang, maka ayah dapat mengajarkan tentang logika, keberanian, dan kemandirian. Sisi feminin dan maskulin ini dapat membentuk anak menjadi pribadi yang ‘utuh’.
Anak yang mengalami fatherless akan merasakan dampaknya hingga dewasa, terutama secara psikologis. Berikut dampak fatherless pada anak:
Selain bekerja, ayah pun harus ikut andil dalam mengasuh anak. Berikut peran penting ayah dalam mendampingi perkembangan anak:
Dengan demikian, Hari Ayah Nasional yang diperingati setiap 12 November menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali hubungan ayah dan anak di Indonesia.
Jangan sampai anak-anak di Indonesia kehilangan sosok ayah karena tidak memiliki kedekatan fisik maupun emosional.
KOMENTAR
Latest Comment