Indonesia Sambut Baik Sikap Australia Batal Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

19 Oct 2022 15:10 WIB

thumbnail-article

Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong bersalaman dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi. Foto: Dok. G20

Penulis: Ani Mardatila

Editor: Ramadhan Yahya

Pemerintah Australia membatalkan keputusan yang dibuat pemerintah sebelumnya, untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel.

The Guardian pertama kali melaporkan perubahan situs web Departemen Luar Negeri dan Perdagangan yang menghapus bahasa yang menggambarkan Yerusalem Barat sebagai ibu kota pada Senin (17/10/2022).

Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan keputusan itu dibuat oleh Kabinet Perdana Menteri Anthony Albanese pada Selasa (18/10/2022).

Kabinet pemerintah Partai Buruh yang berkuasa sejak Juni, itu setuju untuk kembali mengakui Tel Aviv sebagai ibu kota Israel.

“Hari ini Pemerintah telah menegaskan kembali posisi lama dan lama Australia bahwa Yerusalem adalah masalah status akhir yang harus diselesaikan sebagai bagian dari negosiasi damai antara Israel dan rakyat Palestina,” kata Wong dalam konferensi pers Selasa, (18/10/2022).

Pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh Scott Morrison sebagai Perdana Menteri dari Partai Konservatif, secara resmi mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel pada Desember 2018, meskipun Kedutaan Besar Australia tetap berada di Tel Aviv.

Perubahan tersebut mengikuti keputusan Presiden AS saat itu Donald Trump. Pada 2017, Trump mengarahkan departemen luar negeri untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem karena ia “menentukan bahwa sudah waktunya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel”.

Mengutip dari NPR, Wong mengatakan keputusan Morrison kala itu adalah upayanya untuk memenangkan pemilihan sela sebab Sydney memiliki populasi Yahudi yang besar.

“Saya tahu ini telah menyebabkan konflik dan kesulitan di sebagian masyarakat Australia, dan hari ini pemerintah berusaha menyelesaikannya,” kata Wong.

Dalam Perang Timur Tengah 1967, Israel merebut Yerusalem timur, rumah bagi situs suci tiga agama, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Palestina meminta Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan.

Status Yerusalem tetap menjadi salah satu masalah paling sulit dalam konflik selama beberapa dekade dan telah memicu banyak kekerasan. Wong bersikeras bahwa keputusan itu tidak menandakan permusuhan apa pun terhadap Israel.

“Australia akan selalu menjadi teman setia Israel. Kami termasuk di antara negara-negara pertama yang secara resmi mengakui Israel,” jelas Wong.

“Kami tidak akan goyah dalam mendukung Israel dan komunitas Yahudi di Australia. Kami sama-sama teguh dalam mendukung rakyat Palestina, termasuk dukungan kemanusiaan,” ucapnya.

Israel Kecam Sikap Australia

Kementerian Luar Negeri Israel kecewa dengan sikap Australia tersebut dan mengatakan akan memanggil duta besar Australia.

"Yerusalem telah menjadi ibu kota orang-orang Yahudi selama 3.000 tahun dan akan terus menjadi ibu kota abadi dan bersatu dengan negara Israel, terlepas dari keputusan ini atau itu," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid menuduh Canberra disesatkan oleh laporan media tentang Yerusalem. Lapid menuduh pemerintah Australia melakukan perubahan kebijakan luar negeri yang “tergesa-gesa”, setelah membalikkan keputusan pemerintah sebelumnya.

“Kami hanya bisa berharap pemerintah Australia mengelola hal-hal lain dengan lebih serius dan profesional,” katanya di Twitter.

Palestina Beri Tanggapan Positif

Sementara itu, Otoritas Palestina memuji langkah Australia.

“Kami menyambut baik keputusan Australia sehubungan dengan Yerusalem & seruannya untuk solusi dua negara sesuai dengan legitimasi internasional,” kata Menteri Urusan Sipil Otoritas Palestina, Hussein al-Sheikh di Twitter.

Sheikh memuji “penegasan Australia bahwa masa depan kedaulatan atas Yerusalem bergantung pada solusi permanen berdasarkan legitimasi internasional”.

Negara Mana Saja yang Mengakui Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel?

Setelah perang 1948, Israel menguasai bagian barat Yerusalem, sedangkan bagian timur dikuasai Yordania, termasuk Kota Tua, Masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah. Setelah kemenangannya dalam Perang Enam Hari pada 1967, Israel mencaplok Yerusalem Timur dan menyatakan kedua bagian, timur dan barat, sebagai 'ibu kota yang bersatu dan abadi'. 

Ketika Israel mengadopsi Hukum Yerusalem pada 1980, yang menyatakan Yerusalem 'lengkap dan bersatu' sebagai ibu kota Israel, Dewan Keamanan PBB menolak undang-undang ini dan mengadopsi Resolusi 478, yang mengkategorikan tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional dan meminta negara-negara anggota untuk menarik misi diplomatik mereka dari kota tersebut. 

Pada 2006, Kosta Rika dan El Salvador adalah dua negara terakhir yang memindahkan kedutaan mereka dari Yerusalem ke Tel Aviv.

Ada sembilan negara, termasuk Kosovo dan Guatemala, yang bergabung dengan AS dalam mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Indonesia Sambut Baik Keputusan Australia

Indonesia menyambut baik keputusan pemerintah Australia, dengan mengatakan pihaknya berharap kebijakan baru tersebut akan “berkontribusi positif bagi negosiasi perdamaian Palestina-Israel”.

"Indonesia juga mengapresiasi penegasan kembali komitmen Australia untuk mendukung upaya damai berdasarkan two-state solution dengan batas-batas wilayah yang diakui secara internasional," cuit akun Twitter @Kemlu_RI.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER