Serangan militer Israel di Gaza pada hari raya Idulfitri 1446 Hijriah, yang jatuh pada 30 Maret 2025, mengakibatkan kematian setidaknya 64 warga Palestina. Dilansir dari Al Jazeera, korban tewas terdiri dari berbagai kalangan, termasuk anak-anak dan petugas medis. Insiden ini diakui sebagai serangan paling mematikan terhadap tenaga medis sejak 2017, ketika delapan petugas medis dan karyawan PBB ditemukan tewas akibat kebrutalan serangan.
Pejabat Palestina menyatakan bahwa serangan yang berlangsung dini hari itu menghantam tenda dan rumah-rumah warga yang sedang merayakan Idulfitri. Momen yang seharusnya penuh kebahagiaan justru berubah menjadi duka mendalam bagi banyak keluarga di wilayah tersebut.
"Masyarakat Palestina seharusnya bisa menikmati makanan istimewa saat Idulfitri, tetapi hari ini mereka bahkan kesulitan mendapatkan satu kali makan," kata jurnalis Al Jazeera Hind Khoudary dari Deir el-Balah.
Serangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat setelah runtuhnya gencatan senjata yang disepakati pada Januari 2025. Israel melanjutkan operasi militernya dengan alasan bahwa Hamas menolak untuk membebaskan tawanan dan menolak proposal perubahan dalam perjanjian gencatan senjata.
Pihak internasional mengecam tindakan tersebut dan mendesak penyelesaian damai. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum menunjukkan indikasi untuk meredakan serangan. Situasi ini menambah luka lama dalam konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Dampak kemanusiaan yang mengkhawatirkan
Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk sebagai akibat dari serangan yang terus berlanjut. Pengiriman bantuan kemanusiaan kembali dihentikan, menciptakan kesulitan besar bagi warga Palestina untuk mendapatkan kebutuhan dasar. Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa kondisi darurat semakin memperburuk keadaan, dengan banyak warga yang kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih.
Jurnalis Hind Khoudary menyebutkan bahwa masyarakat Palestina seharusnya menikmati makanan istimewa saat Idulfitri, tetapi saat ini mereka bahkan kesulitan untuk mendapatkan satu kali makan. Serangan tersebut mengakibatkan kerusakan infrastruktur yang parah, meninggalkan banyak orang tanpa akses ke layanan dasar.
Harapan dan resiliensi di tengah kesedihan
Walaupun berada dalam situasi yang sangat sulit, masyarakat Gaza tetap melaksanakan salat Idulfitri di atas reruntuhan bangunan. Ratusan ribu orang berkumpul melaksanakan ibadah, menunjukkan ketahanan dan harapan di tengah tragedi. Meskipun tradisi perayaan seperti berbagi permen dan hadiah kepada anak-anak hilang karena konflik yang berkepanjangan, semangat kebersamaan tetap terjaga.
Dunia internasional kini mengamati perkembangan situasi ini dengan seksama, memunculkan kebutuhan mendesak akan perhatian dan tindakan untuk mengatasi tragedi kemanusiaan yang terjadi. Coronahlunya, serangan ini merupakan pengingat akan kebutuhan untuk mengakhiri siklus kekerasan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat.