Janji Kapolri Dipertanyakan, Kombes Pemeras Kok Cuma Disanksi Demosi Bukan Pidana

30 Dec 2022 10:12 WIB

thumbnail-article

Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo/ Antara

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Janji Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk memperbaiki citra Polri dengan menindak tegas anggota yang melanggar aturan mulai dipertanyakan.

Pasalnya, janji tersebut tidak tercermin dalam sanksi kepada Kombes Rizal Irawan yang melakukan pemerasan terhadap pengusaha Tony Sutrisno.

Rizal hanya dikenai sanksi demosi meski pelanggaran yang ia lakukan mengandung unsur pidana. Bahkan sanksi demosi yang tadinya lima tahun dikurangi menjadi hanya satu tahun.

“Sanksi demosi itu salah satu bentuk sanksi pada pelanggaran etik dan pidana. Ini harus dibedakan. Sehingga jadi aneh kalau sanksinya hanya berupa demosi saja. Sementara pelanggaran pidana tidak di proses.” ujar Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto saat dihubungi Narasi, Rabu (28/12/2022).

Bambang menjelaskan di kepolisian dikenal dua tipe laporan yakni A dan B. Laporan tipe A adalah laporan yang dilaporkan oleh polisi sendiri ketika ada pelanggaran hukum di depan mata. Sedangkan laporan tipe B adalah laporan yang disampaikan masyarakat ke polisi.

Menurut Bambang, jika korban tidak membuat laporan terkait pemerasan yang dialaminya sangat jarang akan ada polisi yang mengusutnya lewat laporan tipe B. 

“Nah kalau ini pelakunya adalah polisi sendiri, jarang sekali polisi melakukan pelaporan tipe A. Jadi ujung-ujungnya hanya dikenakan pelanggaran etik dan disiplin, jadi hukumannya hanya mutasi, demosi,” ujar Bambang.

Bambang juga mengkritisi pemotongan hukuman demosi terhadap Kombes Rizal dari lima tahun menjadi satu tahun.

“Seharusnya disanksi berat kok malah diperingan,” katanya.

Ia menilai pemotongan hukuman ini menunjukkan Polri tidak konsisten dengan komitmen yang disampaikan Kapolri.

“Artinya kan kepolisian tidak konsisten dengan komitmen yang telah disampaikan oleh Kapolri untuk benar-benar bersih-bersih di internal,” kata Bambang.

Bambang mengakui mengubah citra Polri memang membutuhkan proses. Namun seharusnya Polri bisa menunjukkan langkah-langkah kongkrit dalam proses tersebut.

“Kalau yang tidak tampak, dan yang tampak malah meringankan pelanggar tentunya itu (janji Kapolri) sekedar angin surga saja,” ujarnya.

Sanksi Pidana Perlu Diterapkan

Peneliti dari Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari menilai dugaan suap dalam kasus ini harus diselidiki dalam kerangka pidana. Sebab, jika memang ada bukti penerimaan suap, maka hukuman etik hanya menjadi impunitas bagi pelaku.

“Kami memandang kasus ini seharusnya malah harus dibuka penyidikan secara pidana karena kuat dugaannya dengan korupsi menerima suap, bukan hanya diselesaikan melalui mekanisme etik, apalagi hanya dengan sanksi demosi,” kata Iftitah kepada Narasi, Kamis (28/12/2022.

“Kalau hanya sampai di etik padahal ada unsur pidana jadi menggambarkan impunitas.”

Iftitah mengatakan reformasi kepolisian menjadi agenda yang genting dilakukan. Utamanya terkait pengawasan internal kepolisian.

“Kuncinya mesti dimulai di perubahan KUHAP dulu untuk perbaiki sistem pengawasan di fungsi pengegakan hukumnya,” katanya.

Rano Alfath, Anggota Komisi III dari Fraksi PKB menilai pemotongan sanksi demosi ke Kombes Rizal dapat mencederai kepercayaan publik pada institusi Polri. Apalagi dengan sorotan publik terhadap Polri yang masih kencang karena kasus Ferdy Sambo.

“Dari sisi putusan hukum etik ini harus dijelaskan secara gamblang kenapa sampai ada keringanan hukuman yang cukup mencolok. Apakah proses sidang etik di Propam ada pelanggaran prosedur sehingga keputusannya harus direvisi begitu besarnya atau ada sebab lain” kata Rano.

Kronologi

Kasus ini bermula pada Juni 2021 ketika pengusaha Tony Sutrisno melaporkan Richard Mille Jakarta dengan dugaan tindak pidana penipuan dan tindakan penggelapan pembelian jam dengan merk Richard Mille senilai Rp77 milar ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
 
Bukannya menindaklanjuti laporan Tony seorang anggota Bareskrim malam memintainya uang sebesar Rp4 miliar dengan alasan agar laporan Tony bisa ditindaklanjuti.
 
Komisi Kode Etik Polri akhirnya menjatuhkan sanksi lima tahun demosi kepada Kombes Rizal Irawan dalam kasus pemerasan terhadap Sutrisno. Namun belakangan sanksi lima tahun demosi itu dipotong menjadi hanya satu tahun.
 
Skema pemerasan oleh anggota Polri kepada pelapor Tony juga sempat viral di media sosial.

Sebuah diagram menggambarakan aliran uang suap dengan total Rp4 Miliar kepada beberapa nama petinggi Kabareskrim antara lain Kombes Rizal Iriawan dan Dirtipiddum Brigjen Andi Rian.

Belakangan nama Andi justru diangkat menjadi Kapolda Kalimantan Selatan.

Terdapat pula bukti berupa surat dari Divisi Propam Polri tentang pengembalian uang suap kepada pelapor, Tony Sutrisno.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER