Mengenal Sistem Noken dalam Pemilu 2024 di Papua

14 Februari 2024 13:02 WIB

Narasi TV

Dokumen - Sebagian warga Papua memasukkan kertas suara ke noken pada Pemilu Legislatif di TPS Lapangan Distrik Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, Rabu (9/4/2014). Sumber: ANTARA/Rico Siregar.

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Margareth Ratih. F

Noken umumnya dikenal sebagai tas tradisional masyarakat Papua yang terbuat dari anyaman serat kayu. Dalam konteks pemilihan umum, istilah noken merujuk pada sistem pemungutan suara khusus yang dilakukan di sejumlah wilayah Papua.

Apa itu sistem noken?

Sistem noken atau disebut juga sistem ikat merupakan bentuk pemungutan suara melalui kesepakatan bersama atau aklamasi untuk memilih calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi Papua, dan DPRD kabupaten/kota.

Mengutip situs resmi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terdapat dua jenis sistem noken yang diterapkan di Papua yakni noken big man dan noken gantung. 

Noken big man artinya penyaluran hak suara diserahkan atau diwakilkan kepada ketua adat. Setelah warga melakukan musyawarah untuk memilih calon, ketua adat akan menyalurkan ke TPS secara kolektif sesuai dengan kesepakatan warga.

Sedangkan pada noken gantung, noken digunakan sebagai pengganti kotak suara yang sulit didistribusikan ke wilayah terpencil. 

Tidak diketahui secara pasti kapan sistem noken yang lekat dengan tradisi Papua ini pertama kali digagas. Namun, pemilu dengan sistem noken telah mulai digunakan sejak pemilu pertama masa Orde Baru tahun 1971. 

Model pemungutan suara ini dianggap sebagai sistem yang sah dalam pemilu melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 47 Tahun 2009. MK menyatakan sistem noken konstitusional karena dianggap sebagai pendekatan yang paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi. 

Mengapa sistem noken digunakan?

Terdapat tiga faktor yang menyebabkan diterapkannya sistem noken di sejumlah wilayah di Papua. Pertama yaitu faktor geografis, berkaitan dengan pendistribusian logistik pemilu yang terlalu sulit karena harus melalui medan terjal di pedalaman. 

Faktor kedua yaitu sumber daya manusia (SDM). Sebagian besar masyarakat di pegunungan belum terlalu memahami proses dan tujuan pemilu sehingga mereka perlu diarahkan melalui proses musyawarah bersama. 

Faktor ketiga yakni sosial budaya. Masyarakat di pedalaman Papua menganut sistem politik tradisional dengan pengambilan keputusan melalui musyawarah bersama, kemudian diresmikan oleh ketua adat. 

Wilayah yang menerapkan sistem noken 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur penerapan sistem noken melalui Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum. Melansir Kompas.id, pada Pemilu 2024, terdapat dua provinsi yang menggunakan sistem noken yaitu Papua Tengah dan Papua Pegunungan. 

Melalui Keputusan Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, KPU menetapkan enam kabupaten di Papua Tengah yang menggunakan sistem noken secara penuh yakni Puncak Jaya, Puncak, Intan Jaya, Paniai, Dogiyai, serta Deiyai.

Sementara di Provinsi Papua Pegunungan, KPU menetapkan penggunaan sistem noken secara menyeluruh hanya di Kabupaten Nduga.

Untuk lima kabupaten lain yakni Jayawijaya, Yahukimo, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, dan Tolikara, Pemilu 2024 menggunakan sistem noken dan sistem coblos untuk sebagian kecil distrik dan kampung. 

Sistem coblos digunakan di Kabupaten Yalimo dan Pegunungan Bintang, tetapi noken tetap digunakan sebagai pengganti kotak suara.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR