Mengenal Toxic Masculinity: Ketika Cowok Enggak Boleh Nangis

8 Februari 2023 14:02 WIB

Narasi TV

Ilustrasi toxic masculinity yang membuat laki-laki terperangkap dalam stereotipe kejantanan. (Sumber: Freepik)

Penulis: Rusti Dian

Editor: Rizal Amril

Toxic masculinity adalah istilah untuk merujuk anggapan tentang maskulinitas yang berlebihan dan negatif.

Pasti kamu sudah familiar dengan pemberian sejumlah stereotipe tertentu pada jenis kelamin tertentu. 

Misalnya saja, aktivitas di dapur merupakan aktivitas khas perempuan. Sedangkan bekerja menguras keringat di luar rumah adalah aktivitas khas laki-laki. Toxic masculinity berangkat dari stereotipe semacam itu.

Journal of Psychology mendefinisikan toxic masculinity atau maskulinitas beracun sebagai sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang digunakan untuk mendorong kekerasan, dominasi, dan merendahkan perempuan. 

Dalam masyarakat patriarkis, konstruksi tentang apa itu maskulinitas laki-laki cenderung memiliki standar yang dilebih-lebihkan. 

Hal tersebut memicu timbulnya toxic masculinity, seperti misalnya haram hukumnya laki-laki menunjukkan kesedihan dan kelemahan, sebab laki-laki adalah orang yang perkasa dan tahan banting.

Biasanya, toxic masculinity ditanamkan pada anak-anak dan remaja. Mereka diajarkan untuk menjadi “jantan” dengan tidak menunjukkan emosinya. 

Dalam budaya patriarki, laki-laki harus lebih superior dibanding perempuan. Tak jarang mereka yang menangis akan dilabeli “bencong”.

Ciri-ciri toxic masculinity

Berikut ciri-ciri toxic masculinity:

1. Mendominasi

Biasanya, laki-laki yang bersifat toxic masculinity akan merasa superior, terutama di lingkungan yang mayoritas perempuan. 

Ia akan menonjolkan sifat dominannya. Tak jarang orang-orang dengan toxic masculinity tidak ingin diatur oleh perempuan. Justru sebaliknya, mereka merasa dirinya yang harus mengatur perempuan.

2. Mudah tersulut emosi dan main tangan

Jika dikritik, orang dengan toxic masculinity akan marah. Bagi mereka, kritikan adalah bentuk pelemahan. 

Laki-laki seperti ini biasanya akan menjadi orang yang egois dan tidak mau mengalah. Yang paling parah, mereka akan jadi orang yang ringan tangan.

3. Sering mengejek laki-laki yang penampilannya rapi

Orang yang memiliki sifat toxic masculinity menganggap kerapian hanya milik perempuan saja. 

Apalagi jika ia melihat laki-laki yang menggunakan skincare untuk merawat diri. Selain dianggap tidak maskulin, mereka akan dilabeli “bencong” oleh para toxic masculinity.

4. Tidak mau melakukan pekerjaan yang dianggap hanya dilakukan perempuan

Orang-orang penganut toxic masculinity biasanya tidak mau memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak, dan lain-lain. 

Aktivitas tersebut dianggap hanya dilakukan oleh perempuan. Laki-laki seharusnya main motor, olahraga, dan lain sebagainya.

Dampak toxic masculinity

Stereotipe masyarakat patriarkis menuntut laki-laki untuk selalu tampil kuat. Tak jarang, laki-laki sering memendam masalahnya sendiri. 

Mereka juga akan kesulitan mengekspresikan perasaannya. Padahal, menurut psikologi, kunci hidup sehat salah satunya adalah mengkomunikasikan pikiran dan perasaan dengan tepat.

Tuntutan tersebut rentan membuat laki-laki mengalami stress dan depresi. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual terhadap laki misalnya, korban laki-laki banyak yang memilih diam. 

Laki-laki korban kekerasan seksual tidak berani speak up karena, salah satunya, ketakutan tidak dianggap jantan karena mengalami kekerasan seksual dinilai berkebalikan dengan konsep kejantanan.

Dampak lainnya adalah meningkatnya kasus kekerasan seksual. Hal tersebut karena toxic masculinity selalu ingin lebih tinggi daripada perempuan. 

Oleh karenanya, toxic masculinity dapat mendorong ketidaksetaraan gender yang dapat meningkatkan angka kasus kekerasan seksual.

Tips mencegah toxic masculinity

Berikut beberapa tips untuk mencegah toxic masculinity:

  1. Belajar mengekspresikan diri atas berbagai emosi. Laki-laki boleh menunjukkan rasa sedih dengan menangis, kok!
  2. Menumbuhkan empati dengan menunjukkan kepedulian kepada sesama tanpa memandang latar belakang orang tersebut,
  3. Hindari ucapan yang merendahkan perempuan,
  4. Menarik diri dari lingkungan yang membuatmu tidak nyaman, terlebih jika lingkungan tersebut menuntutmu untuk jadi laki-laki powerful.

Seperti kata lagunya The Lucky Laki, “aku bukanlah superman, aku juga bisa nangis”. Menangis itu manusiawi. Justru menangis itu salah satu bentuk meluapkan emosi.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR