- Tentang kontestasi politik dan masifnya politik uang. Pascareformasi dan empat kali amendemen UUD 1945.
Menurut Fadli masyarakat Indonesia sepakat dan berkomitmen terhadap pelaksanaan pemilu dilaksanakan secara demokratis sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau Luber Jurdil.
Namun dalam perjalanannya, kata Fadli, penyelenggaraan pemilu belum sepenuhnya bebas dari praktik korupsi.
Hal ini dibuktikan dengan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2018 yang mengungkapkan pejabat politik atau pejabat yang dipilih secara demokratis menjadi jumlah terbanyak pihak terjerat kasus korupsi.
"Salah satu yang menjadi penyebab pejabat politik terjerat korupsi ialah tingginya biaya politik yang harus dijalani peserta pemilu," jelas Fadli.
Atas dasar itu, dia menilai pentingnya kerangka hukum yang membuka ruang dan kesempatan agar calon peserta pemilu adalah orang-orang dengan integritas baik.
- Kedua, lanjutnya, terkait pengujian pasal yang digugat yakni mengenai pentingnya persyaratan calon bagi kandidat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan rentannya anggota DPD terjebak praktik korupsi.
- Ketiga, dia menyampaikan terkait rasionalisasi masa tunggu mantan terpidana. Pemohon beranggapan masa tunggu penting untuk diperhatikan guna memberikan efek jera sekaligus daya cegah kepada pejabat politik yang dipilih dalam proses pemilu agar hati-hati dan tidak lagi melakukan praktik korupsi.
- Keempat, Fadli menyampaikan berkaitan dengan sikap MK dalam beberapa putusan terkait persyaratan pencalonan peserta pemilu.
Sidang Perkara Nomor 12/PUU-XXI/2023 itu dipimpin langsung oleh Hakim MK Saldi Isra dengan hakim anggota masing-masing yakni Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.