KDRT Kian Marak Terjadi, Apa Sanksi Hukum Bagi Pelaku KDRT?

14 Aug 2024 16:08 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi korban kekerasan. Sumber: Freepik.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Baru-baru ini berita tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh selebgram berinisial IN tengah ramai dibicarakan. Ia membagikan tindakan KDRT yang dilakukan suaminya melalui media sosial Instagram. Apakah sanksi hukum bagi pelaku KDRT? Simak penjelasannya berikut ini.

Selebgram berinisial IN mengunggah video tindakan KDRT yang dilakukan suaminya pada Selasa (13/8/2024). Video tersebut sontak menuai respon dari netizen. Pasalnya, dalam video terlihat jelas suami IN, Armor Toreador, memukul korban hingga tersungkur.

Tak hanya itu, bayi korban yang sedang berada di tempat tidur juga sempat terkena tendangan pelaku. Korban terus berteriak kesakitan, tetapi Armor tak kunjung menghentikan aksinya. 

“Cekcok berawal dari masalah handphone si tersangka, yang di mana korban meminta penjelasan apa yang ada di dalam handphone,” ujar Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro pada Selasa (13/8/2024).

Armor Toreador ditangkap di hotel daerah Kemang, Jakarta Selatan pada Selasa (13/8/2024) malam. Penyidik Polres Bogor langsung melakukan gelar perkara dan menetapkan Armor sebagai tersangka.

“Kasus tersebut sudah kita naikkan ke penyidikan, pemeriksaan dilakukan sebagai tersangka dan kami telah melakukan penahanan terhadap saudara ATG dengan pasal berlapis,” ujar Rio dalam konferensi pers pada Rabu (14/8/2024).

Maraknya kasus KDRT di Indonesia

Kasus KDRT yang dialami IN bukanlah yang pertama terjadi sepanjang 2024. Sebelumnya, perempuan berinisial DA melaporkan suaminya yang melakukan KDRT pada 24 Mei 2024. Pelaku menyeret DA menggunakan mobil hingga terpental sejauh 10 meter. Hal tersebut membuat DA mengalami luka dan lebam hampir di sekujur tubuh.

Pada 16 April 2024, Tim Polda Sulawesi Selatan menemukan tulang-belulang manusia di dalam rumah perempuan berinisial V. Penemuan tersebut menindak lanjuti laporan dari V bahwa ayahnya telah melakukan KDRT terhadap ibunya, J. Pelaku membunuh J pada 2018 dan mengecor jasadnya di dalam rumah.

Nyatanya, kasus KDRT masih marak terjadi di Indonesia. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2024, sebanyak 674 kasus kekerasan terhadap istri (KTI) yang dilaporkan ke Komnas Perempuan dan 1.573 kasus yang dilaporkan ke Lembaga Layanan sepanjang 2023.

Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) juga mencatat sebanyak 9.531 kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga per Rabu (14/8/2024). Data ini dapat dilihat secara real time melalui situs Simfoni PPA.

Data-data tersebut hanyalah angka yang terungkap. Faktanya, masih banyak kasus KDRT yang tidak dilaporkan. Ada berbagai faktor dan pertimbangan yang membuat korban tak berani melapor, salah satunya adalah ancaman dan stigma masyarakat.

Sanksi hukum pelaku KDRT

Pada dasarnya, Indonesia telah memiliki payung hukum yang mengatur tentang sanksi pelaku KDRT. Hal ini dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Menurut Pasal 1 UU No. 23 Tahun 2004, KDRT adalah segala perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Lingkup rumah tangga dalam hal ini adalah suami, istri, anak, orang yang memiliki hubungan keluarga, serta orang yang membantu rumah tangga dan menetap di sana. Bentuk kekerasannya mulai dari fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga.

Sanksi hukum bagi pelaku KDRT diatur dalam Pasal 44-49 UU PKDRT. Berikut sanksi pidana dan dendanya untuk masing-masing tindak kekerasan:

  • Kekerasan fisik dalam rumah tangga akan dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp15.000.000. Apabila korban kekerasan fisik mengalami:
  1. Jatuh sakit atau luka berat: pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp30.000.000.
  2. Meninggal dunia: pidana penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp45.000.000.
  3. Tidak menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan sehari-hari: pidana penjara maksimal 4 bulan atau denda maksimal Rp5.000.000.
  • Kekerasan psikis dalam rumah tangga akan dikenai sanksi pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp9.000.000. Jika tidak menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan sehari-hari, maka dipidana penjara maksimal 4 bulan atau denda maksimal Rp3.000.000.
  • Kekerasan seksual dalam rumah tangga akan dikenai sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda maksimal Rp36.000.000.
  • Pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga akan dikenai sanksi pidana penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp300.000.000.
  • Jika kekerasan seksual dan pemaksaan hubungan seksual mengakibatkan korban mengalami luka yang tidak sembuh, gangguan psikologi 4 minggu-1 tahun berturut-turut, gugur/matinya janin dalam kandungan, organ reproduksi tidak berfungsi, maka akan dipidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp500.000.000.
  • Menelantarkan anggota dalam rumah tangga dipidana penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp15.000.000.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER