Serangan Udara Militer Myanmar ke Konser Musik Tewaskan Puluhan Orang

26 Oct 2022 07:10 WIB

thumbnail-article

Tentara Myanmar/ Reuters

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Serangan udara terjadi tengah konser di Myanmar, 80 orang tewas.

Militer Myanmar dilaporkan melakukan serangan udara yang menewaskan sedikitnya 50 orang pada Ahad (23/10/2022). Serangan itu ditujukan ke konser musik yang diselenggarakan untuk merayakan 62 tahun berdirinya sayap politik tentara Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO)

"Ini adalah tindakan yang sangat jahat yang juga dapat dianggap sebagai kejahatan perang," kata Juru bicara KIA Naw Bu melalui telpon dikutip Reuters.

Para korban terdiri dari warga sipil, penyanyi lokal, dan perwira Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA). Sejumlah saksi mata menyebut serangan brutal ini dilakukan menggunakan tiga pesawat.

Pemerintahan junta militer Myanmar membantah bom dijatuhkan ke lokasi konser. Mereka mengatakan serangan tersebut ditargetkan ke markas Brigade Kesembilan Tentara Kemerdekaan Kanchin yang mereka sebut sebagai organisasi teroris.

Berbagai pihak mengacam tindakan tersebut sebagai bentuk absennya tanggung jawab negara melindungi warga sipil dan menegakkan prinsip hukum kemanusiaan internasional.

PBB di Myanmar mengatakan sangat prihatin dan sedih dengan laporan serangan itu.

"Apa yang tampak sebagai penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional oleh pasukan keamanan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata tidak dapat diterima," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah pernyataan bersama, kepala misi diplomatik di Myanmar termasuk Australia, Inggris, Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa mengatakan serangan itu "menggarisbawahi tanggung jawab rezim militer atas krisis dan ketidakstabilan ... dan mengabaikan kewajibannya untuk melindungi warga sipil."

Pemerintah Myanmar telah lama berkonflik dengan organisasi perjuangan etnis minoritas yang menuntut hak otonomi. Organisasi Kemerdekaan Kachin merupakan salah satu kelompok pemberontak terkuat di Myanmar. Pemberontakan semakin marak terjadi semenjak jatuhnya Aung San Suu Kyi dari pemerintahan.

Sebelum kekuasaannya, Suu Kyi pernah dipenjara selama 15 tahun dibawah rezim militer 1989-2010. Suu Kyi lalu dianugerahi Piagam Perdamaian Nobel sebagai pejuang demokrasi Myanmar.

Kudeta militer terjadi pada Februari 2021 setelah pengadilan memutuskan penambahan hukuman penjara selama empat tahun untuk Suu Kyi. Hukuman berlangsung sejak Desember 2020 atas dasar kepemilikan walkies-talkies impor yang dianggap ilegal dan pelanggaran aturan COVID-19.

Human Rights Watch, dikutip oleh BBC (10/01/2022) menganggap proses pengadilan semata-mata dibentuk untuk memastikan Suu Kyi tetap dalam penjara.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER