2 Oktober 2023 09:10 WIB
Penulis: Vicki Febrianto/ Antara
Editor: Akbar Wijaya
Satu tahun lalu, hujan deras turun merata mulai dari Kota Malang hingga Kabupaten Malang, menjelang laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Puluhan ribu pendukung Arema FC menerobos derasnya hujan untuk menyaksikan tim kesayangan mereka berlaga.
Tepat satu tahun berlalu, hujan tak lagi membasahi Bumi Arema atau sebutan untuk wilayah Malang Raya. Panas terik menyengat kulit, seolah menjadi pengingat, bahwa masih ada dahaga akan keadilan dari peristiwa Tragedi Kanjuruhan.
Dalam peristiwa yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan orang lainnya mengalami luka-luka, proses peradilan terhadap sejumlah orang yang dianggap paling bertanggung jawab sudah berjalan.
Mahkamah Agung memutuskan untuk Ketua Panitia Pelaksana pertandingan Abdul Haris dihukum dua tahun penjara, Security Officer Suko Sutrisno divonis satu tahun, mantan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur Hasdarmawan 1,5 tahun, Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi divonis dua tahun penjara, Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dihukum 2,5 tahun.
Sementara Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) saat itu, Ahmad Hadian Lukita, dibebaskan karena berkas perkara dikembalikan kepada penyidik akibat tidak memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke penuntutan atau P-21.
Keputusan tersebut, dinilai terlalu ringan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Keluarga menuntut adanya hukuman yang berat bagi para pelaku atau aktor utama pada peristiwa yang terjadi pascakekalahan Arema FC atas Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang diwakili oleh Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) telah membuat laporan resmi ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada pekan lalu.
Laporan itu, dilayangkan usai Laporan Model B ke Kepolisian Resor (Polres) Malang dinyatakan dihentikan. Dalam laporan baru ke Bareskrim Mabes Polri tersebut, mencantumkan sejumlah pasal yang dianggap pantas untuk mengadili para pelaku.
Pasal yang dicantumkan adalah Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Selain itu, juga Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan Undang-Undang terkait Tindak Pidana Kekerasan pada Perempuan dan Anak.
Meskipun sang Ibu tidak berharap banyak untuk mendapatkan keadilan atas peristiwa Tragedi Kanjuruhan, perjuangan untuk mendapatkan keadilan itu masih terus disuarakan tanpa lelah oleh anak pertamanya, Andik.
Andik yang merupakan kakak tertua Mitha, tetap berharap proses hukum dan keadilan bisa diterima oleh seluruh korban dalam peristiwa Tragedi Kanjuruhan. Orang-orang yang bersalah dan menyebabkan hilangnya 135 nyawa itu, harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka.
Bagi Andik yang juga menjadi salah satu perwakilan keluarga korban yang melapor ke Bareskrim Mabes Polri, ia sangat berharap ada keadilan untuk mendiang adiknya dan 134 korban lainnya. Pelaku yang memerintahkan penembakan gas air mata, harus mendapatkan hukuman berat.
"Putusan pengadilan masih jauh dari kata cukup," kata Andik.
Meski diliputi kesedihan yang tak akan pernah hilang, Andik bersama Kholifah tidak akan berhenti untuk tetap melantunkan doa-doa kepada Mitha yang telah berpulang. Tepat satu tahun, langkah berat Andik dan Kholifah akan mengiringi mereka ke Stadion Kanjuruhan.
Lantunan doa dari ratusan keluarga korban dan ribuan Aremania, pendukung Arema FC, akan kembali menggema di titik nol peristiwa kelam tersebut dalam peringatan Satu Tahun Peristiwa Kanjuruhan.
Stadion Kanjuruhan sendiri, yang menjadi saksi bisu peristiwa memilukan pada 1 Oktober 2022, sudah mulai direnovasi. Renovasi stadion yang berada di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, itu tidak sepenuhnya direstui oleh keluarga korban.
Sebagian besar keluarga korban beranggapan bahwa Stadion Kanjuruhan merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa kelam tersebut, dan masih dibutuhkan dalam proses penanganan hukum ke depan.
Stadion Kanjuruhan sendiri, juga masih menjadi tempat bagi keluarga korban untuk melantunkan rangkaian doa dan luapan kesedihan, tempat dimana kerabat atau orang tersayang mereka mengembuskan napas terakhir.
Luka akibat peristiwa paling kelam di sepak bola Indonesia itu, tidak akan pernah hilang. Meskipun mengering, luka yang cukup dalam itu menjadi pengingat seluruh insan sepak bola di Tanah Air dan dunia, bahwa peristiwa memilukan ini, menanti keadilan.
Sumber: Antara
KOMENTAR
Latest Comment