Sidang 5 Kg Sabu Tukar Tawas Teddy Minahasa Ungkap Fakta-Fakta Kelam Kepolisian, Sampai Kapan Terulang?

20 Mar 2023 12:03 WIB

thumbnail-article

Terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus peredaran narkotika dengan terdakwa AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Rabu (1/3/2023). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum yakni Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Sidang kasus peredaran narkotika jenis sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang melibatkan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa mengungkap sejumlah fakta “hitam” mengenai perilaku anggota kepolisian saat menangani kasus narkoba.

Mulai dari:

  • Pengakuan Linda Pudjiastuti dipersidangan bahwa ia bersama Teddy Minahasa pergi ke Taiwan menemui bandar sabu.
  • Pengakuan Linda Pudjiastuti bahwa Teddy meminta bayaran Rp100 miliar untuk setiap satu ton sabu yang masuk ke Indonesia.
  • Pengakuan Teddy bahwa ia saat menjabat Kapolda Sumatera Barat pernah memerintahkan eks Kapolres Bukit Tinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar 5 kilogram sabu dengan tawas dari barang bukti yang hendak dimusnahkan sebesar 41,4 kilogram untuk menjebak Linda.
  • Pengakuan istri terdakwa AKBP Dody Prawiranegara Rakhma Darma Putri bahwa ia pernah ditelpon Teddy untuk bersekongkol buang badan dengan menyalahkan pihak lain dalam kasus peredaran narkoba sabu seberat 5 kilogram.
  • Pengakuan Teddy bahwa sejumlah anggota kepolisian menyisihkan barang bukti narkoba untuk dinikmati.

Direktur Eksekutif Institute of Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mengaku tidak kaget dengan fakta-fakta kelam yang muncul di persidangan.

Khairul mengatakan rekayasa kasus dengan mengintervensi atau mengondisikan alat bukti memang kerap terjadi dalam proses penyidikan di kepolisian hingga sidang di pengadilan.

“Saya kira tidak mengejutkan ya sebenarnya karena ini sudah sering terjadi,” kata Khairul kepada Narasi, Kamis (16/3/2023).

Khairul mengatakan rencana Teddy Minahasa buang badan dari kasus yang menjerat dirinya dengan cara merekayasa atau mengaburkan fakta bukanlah yang pertama terjadi. Sebelumnya, kata Khairul, hal semacam ini juga terjadi dalam kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo dan kasus-kasus yang melibatkan masyarakat kecil namun tak tersorot media.

“Walaupun kita prihatin tapi memang faktanya seperti itu, banyak terjadi seperti pengondisian, sebagai upaya mempengaruhi arah pengungkapan, itu kan biasa dilakukan dan sudah kita tahu di kasusnya Ferdy Sambo dan kasus lainnya,” ujar Khairul.

Pernyataan Khairul sejalan dengan temuan KontraS. Dalam laporannya, mereka menyebut terdapat setidaknya 27 dugaan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polri dalam kurun waktu 2019-2022. Pelaku rekayasa kasus mencakup level Polsek, Polres, dan Polda yang tesebar di 15 Provinsi.

Di antara 27 peristiwa dugaan rekayasa kasus tersebut, delapan merupakan kasus narkotika. Sedangkan empat di antara delapan kasus narkotika yang direkayasa mencakup jebakan perkara di mana anggota Polri sengaja memasukkan barang bukti kepada warga tak bersalah.

Menurut Khairul rekayasa dan intervensi kerap dilakukan untuk mengaburkan pandangan publik dari fakta sebenarnya dan mempengaruhi sanksi yang dijatuhkan.

Namun karena gagal publik malah makin tidak percaya dengan institusi kepolisian.

“Prasangka-prasangka kepada pihak kepolisian ini jadi tidak terhindarkan. Jika ini tidak diperbaiki, ini akan makin memperburuk citra kepolisian itu sendiri,” kata Khairul.

Menurut Khairul rekayasa kasus terjadi karena buruknya integritas personil kepolisian yang diperkeruh oleh kewenangan besar tanpa pengawasan memadai.

“Selalu berulang ini karena Polri ini punya kewenangan besar tapi tidak ditopang oleh upaya yang serius untuk menempatkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan integritas,” katanya.

Oleh sebab itu, Khairul menilai perlu adanya evaluasi terhadap independensi dari institusi Polri yang sekarang dibawahi langsung oleh Presiden.

Menurutnya, independensi Polri sering kali didalihkan untuk meloloskan institusi tersebut dari pengawasan eksternal. Namun menurutnya hal ini justru berbahaya sebab menyebabkan celah penyalahgunaan yang salah satunbya berimbas pada maraknya rekayasa dan intervensi kasus.

“Perdebatannya itu mestinya persoalan integritas dan kemampuan berjarak dengan kekuasaan, pemilik modal, oligarki dan sebagainyalah. Itu yang sering kali mempengaruhi arah pengungkapan perkara, arah penanganan kasus kejahatan, itu kan hal-hal yang bersifat kekuasaan dan bersifat modal,” papar Khairul.

Khairul menyatakan solusi persoalan ini adalah menempatkan kepolisian di bawah pengawasan struktur lembaga seperti kementerian agar terjadi pengawasan oleh pihak-pihak eksternal terhadap internal kepolisian.

“Supaya pengawasan internalnya juga dengan baik. Ada lembaga-lembaga lain yang ikut terlibat dalam pengawasan itu. Seperti kementerian pertahanan dengan TNI,” kata Khairul.

Perkembangan Sidang

Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (13/3/2023) isteri AKBP Dody Prawinegara Rakhma Darma Putri membeberkan rekaman suara telepon percakapannya dengan Teddy Minahasa sebagai barang bukti dalam persidangan. Percakapan tersebut memuat permintaan Teddy kepada Rakhma untuk mengajak Dody bersekongkol dengan kubunya.

“Kalau ikut jadi satu sama saya, nanti saya bisa meringankan Dody, Dody meringankan saya, Dody juga meringankan dirinya sendiri, kita buang badan semua ke Arif, gitu loh Neng, paham ya Neng ya,” kata Teddy kepada Rakhma dalam rekaman percakapan yang diputar di persidangan Rabu (13/3/2023).

Teddy pun meminta Rakhma untuk meminta Dody untuk beralih ke pengacara yang ia siapkan. Ini dilakukan agar keduanya dapat berkomunikasi lebih mudah dan membentuk skenario persidangan. 

Teddy menyebut telah merencanakan untuk menjadikan orang kepercayaan Dody, Syamsul Ma’arif (Arif) sebagai kambing hitam di kasus pengedaran sabu tersebut. Teddy juga menyatakan akan menjamin pekerjaan untuk Dody jika setuju untuk mengikuti skenario nya.

“Jadi misalnya itu ada barang di rumahnya Dody, 2 kg, bilang aja itu punya Arif, gak tau isinya apa. Taunya kayu, apa kek. Gitu loh contohnya. Kalau kita dipisahkan lawyer gini kan susah komunikasinya. Nanti jadi saling menggigit,” kata Teddy kepada Rakhma.

Teddy juga mengaku bahwa kasus yang menjeratnya merupakan setingan belaka.

“Gini Neng biar paham, kenapa kita harus, ini kan settingan. Saya dapat info dari Kepala BIN. memang ini udah diincar lama, dibuntutin, padahal tujuan kita kan nggak gitu. Tujuan saya kan supaya Dody bisa nangkap si Anita dan bisa diusulkan ke Bukittinggi lagi. Nanti rencananya kita buang badannya ke Arif aja semua biar Dody aman,” katanya.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER