Sri Mulyani Minta Klub Moge Ditjen Pajak Dibubarkan, ICW: LHKPN Hanya Tumpukan Berkas Tanpa Pendalaman

27 Februari 2023 16:02 WIB

Narasi TV

Menteri Keuangan Sri Mulyani/ Antara

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta BlastingRijder DJP, yakni klub motor gede (moge) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dibubarkan.
 
Permintaan tersebut disampaikan setelah berbagai berita dan foto Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo sedang mengendarai moge bersama komunitas pegawai pajak beredar di media sosial dan pemberitaan.
 
"Komunitas ini menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP," kata Sri Mulyani dikutip Antara dari akun instagram resminya, Senin (27/2/2023).
 
Sri Mulyani tak peduli apakah moge yang digunakan diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi. Menurutnya pejabat dan pegawai pajak yang mengendarai dan memamerkan moge  melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik.
 
"Ini mencederai kepercayaan masyarakat," tuturnya.

Selain membubarkan klub moge Ditjen Pajak, Menkeu turut meminta Dirjen Pajak menjelaskan dan menyampaikan kepada masyarakat atau publik mengenai jumlah harta kekayaan dan sumbernya, seperti yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
 
Sri Mulyani gencar mengkritik gaya hidup mewah para pejabat dan pegawai pajak usai warga maya (netizen) menguliti harta kekayaan pejabat eselon tiga di lingkungan Direktorat Jendral Pajak Rafael Alun Trisambodo.
 
Rafael merupakan pejabat eselon tiga di lingkungan Ditjen Pajak. Sosoknya mencuat setelah video penganiayaan yang dilakukan putranya Mario Dandy Satrio (20 tahun) kepada Cristalino David Ozora (17 tahun) viral di media sosial.

Gara-gara kelakuan anaknya Menteri Keuangan Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II.

Sri Mulyani mengatakan yang dilakukan Rafael dan keluarga menimbulkan erosi kepercayaan terhadap integritas Kemenkeu serta menciptakan reputasi negatif kepada seluruh jajaran Kemenkeu yang telah dan terus bekerja secara jujur, bersih, dan profesional.

Menkeu menegaskan kepercayaan publik merupakan hal esensial dan fondasi yang harus dijaga bersama dan tidak boleh dikompromikan oleh seluruh jajaran Kemenkeu.

Benahi Sistem LHKPN

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengkritik sistem LHKPN untuk para pejabat negara yang menurutnya  sarat kelemahan. Ia mempertanyakan apakah para pejabat negara melaporkan LHKPN tepat waktu dan apakah LHKPN benar-benar diisi secara jujur.

Kunia mengatakan untuk mengatasi yang pertama publik bisa mengecek langsung di website KPK. Persoalannya, kata Kurniaa terletak pada pertanyaan kedua yakni apakah penyelenggara jujur dalam mencantumkan harta kekayaannya dalam dokumen yang diserahkan pada KPK?

"Faktanya saat ini ketika LHKPN itu diserahkan ke KPK, tidak ada proses verifikasi lanjutan baik dari Kementerian Keuangan maupun dari KPK. Jadi inti persoalannya di sini," kata Kurnia kepada Narasi.

Kurnia mengatakan di Kementerian Keuangan sebenarnya sudah ada unit LHKPN. Namun pertanyaannya adalah apakah Kementerian Keuangan memeriksa pejabat-pejabat tertentu yang memiliki peningkatan harta kekayaan tidak wajar?

"Ini yang sampai saat ini tidak terjawab oleh instansi terkait," katanya.

Terkait praktik hedonisme para pegawai pajak Kurnia meminta hal ini diperiksa lebih lanjut oleh pengawas internal.

ICW memahami memahami dengan keterbatasan SDM, tidak mungkin semua pegawai Kemenkeu dicek oleh satuan pengawas internal.

"Tapi paling tidak ada skala prioritas, misalnya pegawai dengan jabatan tertentu, atau dengan harta tertentu, yang bisa didalami lebih lanjut kebenaran atas laporan yang ada di LHKPN," ujarnya.

Kurnia menekankan tidak ada larangan bagi penyelenggara negara untuk memiliki harta banyak. Namun ia juga mengingatkan penting untuk memastikan apakah harta yang banyak itu berasal dari tindakan yang benar atau tidak.

"Peristiwa di Kemenkeu ini menunjukkan bagaimana lemahnya mekanisme pengawasan keuangan, dan bisa direfleksikan regulasi LHKPN yang selama ini sepertinya hanya tumpukan berkas tanpa adanya pendalaman atau verifikasi lebih lanjut," katanya.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR