Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa kisruh yang terjadi terkait tunjangan dosen berakar dari perubahan nama kementerian yang mengurus pendidikan. Awalnya, kementerian tersebut dikenal dengan nama Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikbud). Namun, dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2013, tunjangan kinerja (tukin) tidak lagi diberikan kepada pejabat fungsional dosen.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pada waktu itu, dosen tidak berhak atas tukin karena telah mendapatkan tunjangan profesi. Ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, mengacu pada peraturan yang berlaku. "Mungkin di 2013 antara tukin dan tunjangan profesi (nominalnya) masih sama, atau bahkan tunjangan profesi lebih tinggi sedikit," jelasnya dalam konferensi pers baru-baru ini.
Undang-Undang Tunjangan Profesi
Sri Mulyani mencatat bahwa undang-undang yang mengatur tentang tunjangan profesi menjelaskan bahwa dosen dan guru tidak memiliki hak atas tukin, melainkan hanya memperoleh tunjangan profesi yang telah ditetapkan. Seiring berjalannya waktu, urusan pendidikan tinggi dipisahkan dari Kemendikbud menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Dalam beberapa perpres, hak tunjangan kinerja dosen tetap tidak diakomodasi, yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan para dosen.
Dari tahun ke tahun, perubahan kebijakan ini menciptakan ketidakjelasan mengenai hak tunjangan kinerja dosen. Masalah semakin rumit ketika Kemenristekdikti, melalui regulasi yang berbeda, tidak memberikan kepastian bagi dosen yang seharusnya mendapatkan hak yang sama dengan pegawai negeri sipil (PNS) lainnya.
Pergantian kebijakan tunjangan kinerja
Perpres Nomor 32 Tahun 2016
Perpres Nomor 32 Tahun 2016 menetapkan bahwa dosen tidak berhak atas tunjangan kinerja, yang memperjelas bahwa dosen tetap mendapatkan tunjangan profesi saja. Hal ini diperkuat oleh Perpres Nomor 131 Tahun 2018 yang kembali menegaskan bahwa dosen aparatur sipil negara (ASN) tidak masuk dalam kategori penerima tukin.
Perpres Nomor 131 Tahun 2018
Meskipun demikian, dalam Perpres 131 Tahun 2018, besaran tunjangan kinerja untuk kementerian justru meningkat. Ini menciptakan kesenjangan yang signifikan antara tunjangan kinerja bagi pegawai non-dosen dan tunjangan profesi dosen, yang mencapai Rp6,73 juta sementara tukin pejabat setara bisa mencapai Rp19,28 juta.
Dampak Pergantian pada Dosen
Perbandingan ini menyebabkan semakin meningkatnya ketidakpuasan dan rasa tidak adil di kalangan dosen. Terlebih, ketika Kementerian Pendidikan kembali ke Kemendikbud, kebingungan mengenai ketetapan hak tunjangan kinerja bagi dosen makin menjadi.
Protes dosen dan gejolak yang muncul
Perbedaan tunjangan kinerja dan profesi
Keresahan di kalangan dosen kian meluas akibat ketidakcukupan tunjangan yang mereka terima dibandingkan dengan tunjangan kinerja pegawai lainnya. Hal ini mendorong dosen untuk melakukan protes dan demonstrasi menuntut kejelasan mengenai hak mereka atas tukin.
Keresahan dosen
Keresahan dosen tidak hanya berakar dari ketidakpuasan ekonomi, namun juga dari rasa kehilangan pengakuan terhadap profesi mereka. Kenaikan tunjangan kinerja kementerian yang kian menggembirakan di satu sisi, sementara di sisi lain, tunjangan profesi dosen tidak sebanding, menciptakan suasana tegang.
Dampak sosial dari ketidakpuasan
Ketidakpuasan ini berdampak pada stabilitas akademik dan moral dosen yang merasa terpinggirkan. Ketidakjelasan ini menimbulkan gejolak yang tidak hanya mempengaruhi hubungan internal di lingkungan pendidikan, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan itu sendiri.
Implementasi Perpres Tunjangan Kinerja
Penetapan Perpres Nomor 18 Tahun 2025
Menanggapi situasi yang berkembang, pemerintah akhirnya menetapkan Perpres Nomor 18 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Dosen ASN kini berhak mendapatkan tukin, yang diharapkan dapat mengurangi ketidakpuasan yang telah berlarut-larut.
Proses pencairan tunjangan kinerja
Mendiktisaintek Brian Yuliarto menjelaskan bahwa proses pencairan tunjangan kinerja bagi dosen ASN akan dievaluasi dan direncanakan. Namun, ia mencatat bahwa pencairan tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat dan mungkin baru akan efektif pada pertengahan tahun.
Harapan untuk dosen ASN ke depan
Dengan adanya perpres baru dan komitmen pemerintah, diharapkan para dosen ASN bisa mendapatkan pencairan tunjangan kinerja pada bulan Juli 2025. Pihak kementerian akan terus berupaya memastikan bahwa pengukuran kinerja dilakukan secara objektif dan sesuai dengan tanggung jawab akademik dosen. Ini adalah langkah signifikan untuk meredam ketegangan yang telah ada dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi dosen di Indonesia.