Syarat dan Tata Cara Mengumrohkan Orang yang Sudah Meninggal

29 November 2023 13:11 WIB

Narasi TV

Ilustrasi pelaksanaan badal umrah, tata cara mengumrohkan orang yang sudah meninggal. (Sumber: Pexels/Zawawi Rahim)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Badal umroh adalah tata cara pelaksanaan ibadah umroh untuk menggantikan orang yang sudah meninggal. Ibadah ini dilakukan dengan sejumlah syarat dan umumnya dilakukan oleh keluarga dekat orang yang meninggal.

Badal umroh ini tidak hanya diperuntukkan orang yang sudah meninggal namun juga untuk orang yang sudah uzur baik karena sakit, renta/lansia juga boleh dibadalkan. 

Keterangan tersebut merujuk pada hadis Nabi Muhammad saw. berikut:

أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول لبيك عن شبرمة، فقال: من شبرمة؟ قال: أخ لي أو قريب لي، قال: حججت عن نفسك؟ قال: لا، قال: حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة  

Artinya, “Rasulullah SAW mendengar seorang sahabat melafalkan talbiyah, ‘Labbayka untuk Syabramah.’ Ia bertanya, ‘Syabramah siapa?’ ‘saudara atau kerabatku,’ kata orang tersebut. ‘Kau sudah berhaji?’ ‘Belum,’ jawabnya. ‘Kau sendiri harus berhaji terlebih dahulu, kemudian boleh membadalkan.’” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Syarat mengumrohkan orang yang sudah meninggal

Mengutip laman NU Online, berikut adalah beberapa syarat yang wajib dipenuhi jika ingin melakukan badal umrah:

  • Orang yang ingin melakukan badal umroh haruslah seorang muslim.
  • Orang yang mewakilkan harus sudah pernah beribadah umroh untuk dirinya sendiri.
  • Orang yang ingin diumrahkan harus dalam kondisi tidak mampu secara fisik atau sudah meninggal. Bukan karena tidak mampu secara harta, karena ibadah umrah merupakan ibadah sunah yang dikhususkan untuk orang yang mampu secara finansial.
  • Orang yang ingin melakukan badal umroh harus memiliki niat yang tulus dan ikhlas untuk mewakili orang yang sudah meninggal dunia atau berhalangan menjalankan ibadah umrah.
  • Pria boleh mengumrahkan wanita, begitu juga sebaliknya.
  • Tidak boleh mengumrahkan dua atau lebih orang dalam satu pelaksanaan.

Tata cara mengumrohkan orang yang sudah meninggal

Untuk mengumrahkan orang yang sudah meninggal, pihak keluarga atau orang terdekat perlu melakukan hal sebagai berikut:

  • Mencari orang yang mampu dan dapat dipercaya melaksanakan ibadah umroh pengganti.
  • Mendaftarkan orang yang telah dipercaya untuk melaksanakan badal umroh.
  • Memastikan, orang yang mengganti sudah memahami tata cara pelaksanaan umroh.
  • Ketika hendak melaksanakan umrah, orang pengganti membaca niat badal umroh untuk orang yang digantikan.
  • Melaksanakan seluruh rangkaian umrah sesuai syariat Islam secara sungguh-sungguh.
  • Kembalinya ke Tanah Air, orang yang menggantikan perlu memberikan laporan kepada pihak yang memberangkatkannya.

Niat badal umrah

Ketika melaksanakan badal umrah, orang yang ditunjuk untuk menggantikan harus meniatkan ibadah umrahnya untuk menggantikan orang lain dengan melafalkan niat sebagai berikut:

نَوَيْتُ العُمْرَةَ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى

Nawaytul 'umrata 'an fulān (sebut nama jamaah umroh yang dibadalkan) wa ahramtu bihī lillāi ta'ālā.

Artinya, "Aku menyengaja ibadah umrah untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram umrah karena Allah ta'ala."

Selain itu, niat lainnya yang bisa dibaca adalah:

 نَوَيْتُ العُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى عَنْ فُلَانٍ

Nawaytul 'umrata wa ahramtu bihī lillāi ta'ālā 'an fulān (sebut nama jamaah umrah yang dibadalkan).

Artinya, "Aku menyengaja ibadah umrah dan aku ihram umrah karena Allah ta'ala untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan)."

Lafal niat badal umrah tersebut berdasarkan keterangan Syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin dalam karyanya Busyral Karim, sebagai berikut:

 وإن حج أو اعتمر عن غيره قال نويت الحج أو العمرة عن فلان وأحرمت به لله تعالى ولو أخر لفظ عن فلان عن وأحرمت به لم يضر على المعتمد إن كان عازما عند نويت الحج مثلا أن يأتي به وإلا وقع للحاج نفسه   

Artinya, “Jika seseorang melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk membadalkan orang lain, maka ia mengatakan, ‘Nawaytul hajja awil ‘umrata ‘an fulān wa ahramtu bihī lillāi ta‘ālā.’ Tetapi jika ia meletakkan kata ‘an fulān’ setelah kata ‘wa ahramtu bihī,’ maka tidak masalah menurut pandangan muktamad dengan catatan ia merencanakan pelafalannya di akhir. Tetapi jika tidak bermaksud melafalkannya, maka ibadah haji atau umrah yang dia lakukan jatuh untuk dirinya, (bukan untuk jamaah yang dibadalkannya),” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR