Irjen Napoleon Bonaparte Terbukti Korupsi Terima Suap, Cuma Disanksi Minta Maaf dan Demosi

29 Agustus 2023 09:08 WIB

Narasi TV

Arsip foto - Terdakwa mantan Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan kasus dugaan penganiayaan terhadap narapidana kasus penistaan agama Muhammad Kosman alias M. Kace di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Polisi Napoleon Bonaparte lolos dari sanksi pemecatan kendati telah menjalani pidana selama empat tahun atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap penghapusan interpol red notice atas nama Djoko Tjandra senilai 200 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,1 miliar dan 370 ribu dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp5,1 miliar.
 
Napoleon dipastikan tetap berseragam polisi setelah sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadapnya hanya menjatuhkan sanksi pelanggaran etik berupa administratif mutasi bersifat demosi selama tiga tahun empat bulan.
 
“Sanksi administratif berupa mutasi demosi selama tiga tahun empat bulan terhitung semenjak dimutasi ke Itwasum Polri,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan dikutip Antara saat membacakan putusan sidang etik KKEP terhadap Irjen Pol. Napoleon Bonaparte, Senin (28/8) malam.
 
Selain sanksi demosi, KKEP juga menyatakan perbuatan Irjen Pol. Napoleon Bonaparte sebagai perbuatan tercela dan mewajibkan pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan.
 
Irjen Pol. Napoleon Bonaparta dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri juncto Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf e dan Pasal 13 ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
 
“Perbuatan pelanggar telah melakukan tindak pidana korupsi terkait penerbitan penghapusan Interpol Red Notice atas nama JST dan atas perbuatannya tersebut terhadap terduga pelanggar berdasarkan putusan MA dipidana penjara selama empat tahun telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ramadhan.
 
Sidang KKEP terhadap Irjen Pol. Napoleon Bonaparta dilaksanakan Senin (28/8) pagi di ruang sidang Divisi Propam Polri Gedung TNCC Lantai 1 Mabes Polri.
 
Sidang KKEP dipimpin Komjen Pol. Ahmad Dofiri sebagai ketua komisi, Irjen Pol. Imam Widodo sebagai wakil ketua, Irjen Pol. Syahardiantono sebagai anggota I, Irjen Pol. Hendro Pandowo sebagai anggota II dan Irjen Pol. Hary Sudwijanto sebagai anggota III.
 
Sidang etik tersebut menghadirkan 10 orang saksi, di antaranya lima orang saksi hadir langsung di persidangan, tiga saksi memberikan keterangan melalui zoom meeting dan dua saksi dibacakan keterangannya.
 
Lima saksi yang hadir di ruang persidangan itu, yakni Kompol SMN, Kompol AAA, Ipda AAGPA, Brigjen Pol. JF, dan pembina MST. Kemudian tiga saksi yang hadir secara daring, yakni Brigjen Pol. TAD, Kombes Pol. BIMO dan inisial JST. Sedangkan dua saksi yang keterangannya dibacakan, yakni Brigjen Pol. NSW dan inisial HTS.
 
Ramadhan mengatakan keputusan sidang KKEP tersebut telah selesai, dan pihak Napoleon Bonaparte menyatakan menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan banding.
 
"Saudara NB (Napoleon Bonaparte) menerima atas keputusan yang diberikan dan menyatakan tidak banding," kata Ramadhan.
 
Pada awal Agustus 2023 Irjen Pol. Napoleon Bonaparte resmi bebas dari penjara, setelah menjalani pidana selama empat tahun atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap penghapusan interpol red notice atas nama Djoko Tjandra.

Kronologi Kasus Napoleon

Irjen Pol Napoleon Bonaparte terjerat kasus suap penghapusan status red notice Djoko Tjandra.

Pada Mei 2021, Napoleon dinyatakan bersalah oleh pengadilan setelah terbukti bersalah menerima uang sebesar USD370.000 dan SGD200.000 dari Djoko Tjandra untuk menghapus status red notice koruptor tersebut.

Dalam persidangan, Napoleon dinilai melanggar Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Putusan tersebut membuat Napoleon dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Atas putusan tersebut, Napoleon Bonaparte sempat mengajukan kasasi namun ditolak oleh Mahkamah Agung pada 3 November 2021 lalu.

Penolakan Mahkamah Agung membuat Napoleon tetap divonis penjara selama 4 tahun sebagaimana dijatuhkan Pengadilan Tipikor.

Pada September 2021, Napoleon Bonaparte kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus red notice Djoko Tjandra.

Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR