28 Maret 2023 13:03 WIB
Penulis: Nuha Khairunnisa
Editor: Margareth Ratih. F
Ajakan mencintai diri sendiri guna mengubah standar kecantikan seringkali membuat kita berusaha menerima bentuk tubuh yang kita miliki, terlepas dari adanya perubahan. Namun, tidak semua orang bisa menanamkan mindset positif terhadap tubuhnya.
Menanamkan mindset positif akan tubuh disebut body positivity. Sayangnya, mindset ini banyak dikritik lantaran dianggap menormalisasi tubuh yang tidak sehat. Dari situ kemudian muncul istilah body neutrality.
Body neutrality adalah adalah istilah yang muncul karena ingin mengambil perspektif netral terhadap tubuh. Kita tidak harus mencintai tubuh kita setiap saat seperti yang dilakukan oleh body positivity.
Perbedaan
Body positivity muncul akibat standar kecantikan yang seringkali tidak realistis dan menuntut perempuan. Misalnya, perempuan dikatakan cantik jika mereka memiliki kulit putih dan tubuh yang langsing. Mereka yang memenuhi kriteria tersebut dianggap sempurna oleh masyarakat.
Gerakan body positivity pun hadir untuk mengubah mindset bahwa semua bentuk tubuh itu indah. Sebuah hal yang normal jika tubuh memiliki kerutan, stretchmark, jerawat, dan lain sebagainya. Kita diajak untuk mensyukuri apa yang ada di tubuh kita.
Alih-alih membuat perempuan tidak insecure lagi, body positivity justru membahayakan kesehatan perempuan. Pasalnya, pendukung body positivity cenderung menentang diet dan budaya menjadi kurus. Padahal ada kasus-kasus tertentu yang mengharuskan seseorang untuk diet dengan alasan kesehatan.
Oleh karena itu, body neutrality dianggap lebih realistis dibanding body positivity. Body neutrality mengajak kita untuk menerima dan mengakui bahwa kita tidak bisa mencintai tubuh kita setiap saat. Di satu sisi, kita juga tidak mengamini standar kecantikan atau kesempurnaan menurut masyarakat.
Body neutrality menekankan pada cara kita menghargai kesehatan diri dan apa yang dilakukan tubuh. Tujuannya agar kamu tetap “memiliki” tubuhmu tanpa menilai atau berpendapat keras tentang penampilanmu.
Kritik
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap gerakan, kampanye, atau teori pasti akan mendapat kritik. Hal ini juga terjadi pada konsep body positivity. Sebelum lahir konsep body neutrality, beberapa kritik terhadap body positivity di antaranya:
Terkadang gerakan body positivity justru mengajak orang untuk normalisasi obesitas. Padahal, tubuh yang terlalu gemuk juga tidak baik untuk kesehatan. Obesitas justru akan menimbulkan masalah kesehatan seperti diabetes dan penyakit jantung.
Munculnya berat badan ideal bukan semata-mata untuk mengajak seseorang agar memiliki tubuh ideal. Kelebihan atau kekurangan berat badan pun sama-sama beresiko akan kesehatan.
Dengan demikian, body positivity berlebihan justru menimbulkan gaya hidup tidak sehat karena orang cenderung malas berolahraga dan mengonsumsi makanan tidak sehat.
Body positivity membuat orang terobsesi dengan penampilan sehingga mereka mengabaikan aspek penting dalam hidupnya, contohnya kesehatan.
Selain itu, body positivity yang dikomersialisasi juga membuatnya semakin kehilangan makna. Munculnya standar plus-size juga membuat orang-orang yang bertubuh gemuk harus menyesuaikan standar tersebut.
Walaupun begitu, seseorang bisa menjalankan body positivity dan body neutrality secara bersamaan. Kita bisa mencintai tubuh secara total dan mengakui kekurangan di tubuh. Kita tidak perlu menganggap semua bagian tubuh itu bagus.
Yang terpenting kita harus menerima diri sendiri atau self acceptance sebelum menerapkan body positivity maupun body neutrality. Pada akhirnya, kedua hal ini bisa saling menguatkan.
KOMENTAR
Latest Comment