12 Oktober 2022 17:10 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Ramadhan Yahya
Menggaruk kulit yang gatal, rasanya melegakan. Tak cuma manusia, ternyata, tikus lain yang berada di dekat tikus yang sedang menggaruk, juga bisa ikutan menggaruk tanpa dia sadari.
Bahkan itu juga terjadi pada tikus yang buta. Loh, kok bisa?
Sebuah studi yang dilakukan Zhou Feng Chen--neurobiologis dari Universitas Washington di St Louis--dan kawan-kawannya, yang diterbitkan di Cell Press, menemukan bahwa reaksi fisik ikutan menggaruk meski nggak merasa gatal itu memang tidak melibatkan pemrosesan visual otak.
Artinya, ketika tikus menggaruk karena mengikuti tikus lain di dekatnya yang sedang menggaruk, itu bisa terjadi tanpa ia sadari. Bahkan tanpa ada ingatan dalam pikiran mereka soal kegiatan menggaruk.
Hal tersebut bukannya fenomena yang tak bisa dijelaskan oleh nalar. Itu dikenal dengan 'blindsight', atau penglihatan bawah sadar, yang dibuktikan dalam penelitian terbaru.
Proses tersebut didasarkan pada jalur subkortikal yang membawa informasi dari mata ke bagian lain di otak ketika melewati korteks visual.
Jalan pintas saraf itu bisa memungkinkan seseorang yang sepenuhnya buta untuk berjalan menyusuri lorong sembari menghindari rintangan yang enggak dapat mereka lihat secara sadar.
Adapun pada manusia juga terdapat jalur yang memungkinkan kita untuk 'melihat' dan merespons rangsangan visual ketika korteks visual rusak.
Penglihatan bawah sadar itu mungkin juga dialami oleh tikus yang menggaruk karena tikus di sampingnya sedang menggaruk.
Rekaman aktivitas sel otak tikus menunjukkan 'penularan gatal' dimulai dari sel di retina yang peka cahaya, yang disebut sel ganglion retina fotosensitif intrinsik (ipRGC).
Sel-sel retina yang kurang dikenal ini terhubung langsung ke wilayah otak kecil yang bertanggung jawab untuk memicu kaskade goresan neurologis, yang dikenal sebagai nukleus suprachiasmatic (SCN).
Jauh di dalam otak, jalur subkortikal memungkinkan cahaya untuk mengatur jam sirkadian tanpa perlu rangsangan cahaya untuk ditafsirkan secara visual sebagai gambar.
Dulu beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa ipRGCs punya peran potensial dalam blindsight manusia, meskipun tak bisa dipastikan.
ipRGC berperan dalam penglihatan dengan beragam cara. Secara umum, sel tersebut gagal memberikan gambaran visual, tetapi dalam penelitian baru pada tikus ini malah menunjukkan sebaliknya.
Melalui tikus percobaan, ketika ipRGC berhenti mengirim sinyal, tikus tidak lagi menunjukkan perilaku menggaruk yang menular, bahkan meski para peneliti menjaga sistem visual mereka tetap beroperasi.
Zhou Feng Chen menyimpulkan ‘gatal menular’ pada tikus adalah respons reflek yang penting, guna bertahan hidup.
"Kita manusia juga mengalami gatal menular, tetapi kita telah menemukan bahwa pada tikus tersebut, garukan (tindakan) itu dikendalikan melalui jalur yang tidak diketahui yang bertanggung jawab untuk 'melihat' sesuatu. Perilaku meniru menggaruk semacam ini adalah perilaku protektif kuno."
Tetapi, Chen menambahkan, pada manusia, jalur penularan gatal mungkin berbeda dari yang dilihat pada tikus.
"Kemungkinan, respons manusia memerlukan korteks visual. Tetapi pada manusia, gatal menular mungkin hanya sisa evolusi. Kamu harus kembali dalam bentuk hewan, seperti tikus ini, untuk mempelajari mengapa perilaku seperti ini pernah terjadi dan penting untuk bertahan hidup."
Selain ipRCG, peneliti lain menunjukkan bahwa neuron cermin--sel otak yang aktif ketika kita meniru tindakan atau pengaruh negatif--memiliki peran dalam menularkan garukan pada manusia.
Studi di masa depan perlu membandingkan mamalia lain untuk lebih memahami jalur ini dan sejarah evolusi mereka. "Perilaku menular semacam ini tersebar luas di dunia hewan," ucap Chen.
KOMENTAR
Latest Comment