Vonis Bebas Haris-Fatia dan Pentingnya Solidaritas Mengawal Demokrasi

10 Januari 2024 13:01 WIB

Narasi TV

Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) melakukan selebrasi ke pendukungnya usai sidang lanjutan di Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menyatakan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak bersalah atau tidak mencemarkan nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/YU.

Penulis: Ayu Diah

Editor: Akbar Wijaya

Mata Fatia Maulidiyanti berkaca-kaca dan suaranya terdengar parau saat merespons vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). Fatia seperti belum percaya atas vonis bebas yang baru saja diberikan majelis hakim kepadanya dan Haris Azhar dalam kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Fatia merasa dukungan tim kuasa hukum, media, dan berbagai organisasi masyarakat sipil kepada ia dan Haris menjadi salah satu faktor yang turut menentukan putusan majelis hakim.
 
"Tanpa mereka kami tidak akan menang. Tanpa dedikasi mereka, tanpa konsistensi mereka sehari-hari kami enggak akan bebas," tutur Fatia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
 
Fatia mengaku sidang selama delapan bulan bukanlah hal yang mudah dijalankan. Namun ia bersyukur Haris Azhar selaku rekannya sesama aktivis hak asasi manusia dan demokrasi selalu berusaha menegarkan hatinya.
 
"Saya juga terimakasih sama Bang Haris yang selalu menguatkan saya selama ini. Kalau misalkan enggak berdua kayaknya saya enggak kuat," lanjut Fatia.
 
Bagi Fatia kemenangannya dan Haris bukanlah akhir dari perjalanan panjang demokrasi di Indonesia. Konsistensi dukungan dan solidaritas serupa yang ia dan Haris dapatkan masih dibutuhkan dalam berbagai momen lainnya.
 
"Kepada seluruh gerakan sosial yang ada di luar sekarang, yang benar-benar sudah berjerih payah selalu bersolidaritas, saya harap solidaritas-solidaritas seperti itu tidak hanya berhenti di kami berdua tetapi juga di banyak momen-momen lainnya untuk kemerdekaan demokrasi keadilan hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dan juga anti korupsi," kata Fatia.
 
Fatia memaknai vonis bebas dari majelis hakim sebagai kemenangan rakyat yang masih mau mengkritisi persoalan korupsi, lingkungan hidup, dan pelanggaran hak asasi manusia.
 
"Perjuangan ini tidak berakhir hari ini, kawan-kawan. Kemenangan ini bukan hanya harus dirayakan hari ini. Tapi kemenangan ini harus ditentukan dengan posisi, bahwa rakyat juga punya suara. Bahwa rakyat punya kuasa. Bahwa kita harus selalu mengawasi negara yang selalu sewenang-wenang dan melakukan penindasan,” ujar Fatia.
 
Senada dengan Fatia, Haris juga menyebut bahwa kemenangannya tidak lepas dari dukungan, solidaritas, dan konsistensi berbagai pihak.
 
“Terima kasih, setiap perjuangan pasti ada hasilnya. Sebelum vonis tadi dibacakan kita sudah menang. Apa yang kita menangkan? Kita sudah melawan. Anda jangan serahkan nasib kepada para politisi. Meskipun kita berdarah, kita harus melawan!” tegasnya.

Dukungan di Luar Gedung Persidangan

Seratusan orang dari kalangan buruh, pegiat demokrasi, dan kelompok masyarakat adat menggelar aksi dukungan untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di depan PN Jakarta Timur.
 
Massa tersebut berteriak "Menang" saat mendengar vonis bebas untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan.
 
Massa berunjuk rasa dengan menunjukkan beberapa poster dan juga menyampaikan pendapat-pendapatnya. Gerbang PN pun dijaga ketat oleh para anggota kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban jalannya sidang tersebut.
 
Usai mendengar putusan hakim, para massa pendukung Hariz Azhar dan Fatia yang juga hadir di ruang persidangan pun bersorak. Fatia pun juga tampak menangis haru mendengar putusan tersebut.
 
Keduanya juga berfoto bersama kuasa hukum mereka sambil memegang spanduk bertuliskan “Kami bersama Haris dan Fatia” dan merayakan putusan bebas tersebut.
 
Haris dan Fatia pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung mereka dan membantu kelancaran sidang putusan hari ini.

Pendapat Tak Boleh Dihukum

Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menilai vonis bebas Haris-Fatia memperkuat prinsip bahwa tidakseorang pun boleh dihukum karena berpendapat dan berekspresi sesuai dengan pikiran dan hati nurani.
 
"Putusan ini menjadi preseden baik dan dapat menjadi acuan agar tidak lagi terjadi kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM, khususnya dengan menggunakan UU ITE, mengingat Pasal 27 ayat (3), Pasal 45 ayat (3) UU ITE seperti yang didakwakan kepada Haris dan Fatia rentan digunakan kepada pembela HAM dan korban kekerasan lainnya," kata Siti Aminah Tardi dikutip Antara di Jakarta, Rabu (9/1/2024).
 
Siti Aminah Tardi menambahkan jika terdapat dugaan pelanggaran UU ITE, seharusnya dikedepankan pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Surat Edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, yang dalam kasus ini telah diupayakan, namun tidak berhasil.
 
"Komnas Perempuan menghormati upaya hukum kasasi yang ditempuh oleh jaksa penuntut umum dan merekomendasikan agar majelis hakim kasasi memperkuat keputusan tingkat pertama dan menjadi penjaga hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia," katanya.

Pejabat Harus Terbuka dan Mau Dikritik

Aktivis antikorupsi Yudi Purnomo menyebut vonis bebas Haris dan Fatia menjadi pelajaran penting bahwa pejabat negara harus terbuka dan mau dikritik.
 
"Dengan adanya keputusan ini bisa menjadi pelajaran penting bahwa seorang pejabat mau tidak mau suka tidak suka harus terbuka dan mau dikritik sepedas apa pun, sebab itu adalah konsekuensi logis jabatan yang diembannya sebagai pelayan masyarakat dan juga selama ini digaji oleh uang rakyat," kata Yudi dikutip Antara dari keterangannya diterima di Jakarta, Selasa.
 
Menurut mantan penyidik KPK ini vonis bebas Haris dan Fatia merupakan kemenangan demokrasi, dan jaminan kebebasan bersuara bagi warga negara Indonesia dalam menyuarakan kebenaran.
 
Yudi menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur itu merupakan jaminan sekaligus Yurisprudensi bahwa pengadilan paham arti penting kritik bagi pejabat pemerintah dan negara sebagai mekanisme kontrol jalannya pemerintahan, apalagi konstitusi juga menjamin.
 
Sehingga, bagaimanapun kerasnya kritik merupakan masukan berharga untuk berubah atau introspeksi memperbaiki diri maupun kebijakan.
 
"Membawa kritik ke ranah hukum atau pidana tidak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.
 
Yudi yang mengikuti jalannya pembacaan vonis majelis hakim ini berharap putusan ini menjadi momentum bahwa UU ITE harusnya ramah terhadap warga negara Indonesia, termasuk mereka yang menjadi aktivis yang selama ini rentan dikriminalisasi akibat kritikan dan suara lantangnya, sebab posisi aktivis dianggap lemah ketika berhadapan dengan pejabat.
 
"Bahwa putusan bebasnya Haris dan Fatia setelah dituntut masing masing 4 tahun dan 3,5 tahun merupakan kerja keras dari penasihat hukum untuk membuktikan klien mereka (Haris-Fatia) tidak bersalah dan juga kebijakan Hakim dalam memutus sehingga berhasil membuktikan bahwa keadilan di Indonesia masih ada," tutur Yudi.

Kronologi Kasus

Kasus Haris dan Fatia versus Luhut bermula dari siaran podcast  di YouTube Har pada 20 Agustus 2021 berjudul "Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1!".
 
Haris dan Fatia dalam video tersebut membahas hasil riset cepat kelompok masyarakat sipil terkait keterlibatan Luhut dalam konflik di Intan Jaya, Papua. Mereka menyebut bahwa ada relasi antara konflik dengan tambang emas di sana yang dikuasai oleh perusahaan milik Luhut.
 
Luhut tidak terima dengan isi podcast itu dan merasa nama baiknya dicemarkan. Ia kemudian melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya 22 September 2021.
Dalam persidangan jaksa mendakwa Haris dan Fatia dengan Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 14 ayat 2 Jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan juga Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut disertai juga dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
 
Jaksa menuntut agar Haris Azhar dihukum 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menuntut Haris Azhar segera ditahan. Sedangkan Fatia dituntut hukuman 3,5 tahun penjara dengan perintah segera ditahan. Fatia juga dituntut membayar denda Rp 500 ribu subsider 3 bulan kurungan.
 
Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan keduanya.
“Mengadili, satu, menyatakan bahwa terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwaan pertama, kedua primer, dakwaan kedua subsider, dan dakwaan ketiga,” ujar Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana saat membacakan putusan, Senin, (08/01/2024).Majelis hakim juga memerintahkan untuk memulihkan hak Haris dan Fatia dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabat sebagai warga negara.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR