Wawancara Bivitri Susanti Soal Perppu Cipta Kerja: Cara Culas Pemerintah Membajak Demokrasi

12 Jan 2023 18:01 WIB

thumbnail-article

Bivitri Susanti/ Antara

Penulis: Juan Robin

Editor: Akbar Wijaya

Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Jokowi menjelang perayaan malam tahun baru 2023 dikritisi ahli hukum tata negara yang juga pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti.

Dalam wawancara dengan jurnalis Narasi Juan Robin beberapa waktu lalu, Bivitri mengurai sejumlah persoalan dalam Perppu Cipta Kerja baik dari segi administrasi hingga substansinya.

1. Bagaimana anda melihat momentum keluarnya Perppu Cipta Kerja menjelang malam tahun baru 2023?

Menurut saya ini langkah culas untuk membajak demokrasi. Saya enggak punya kata yang lebih tepat dari itu.

Karena buat saya ini culasnya itu karena memang betul-betul mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jadi seakan-akan segala sesuatunya legal tetapi sebenarnya yang kemarin dilakukan itu melanggar konstitusi. 

Ya memang itu (perppu) adalah hak subjektif presiden, tapi yang namanya hak subjektif presiden dalam sebuah negara hukum kan harus ada ukurannya.

Nah kalau kita lihat ukuran-ukuran konstitusionalnya, sebenarnya yang kemarin dilakukan [presiden] itu keliru, tidak boleh dilakukan.

2. Selain soal momentum apa lagi kritik anda soal Perppu Cipta Kerja?

Culasnya juga Perppu Cipta Kerja ini dari aspek isi adalah di Pasal 184, itu ketentuan penutup.

Di situ dikatakan bahwa dengan adanya Perppu Cipta Kerja ini maka semua peraturan pelaksana yang dulu juga dianggap atau diputus oleh Mahkamah Konstitusi sebagai beku, ya istilahnya tidak boleh ada daya ikat, dan juga tidak boleh dilaksanakan untuk hal-hal berdampak luas dan bersifat strategis nah itu semua dihidupkan kembali.

Jadi seperti zombie begitu ya melalui Pasal 184 Perppu Cipta Kerja ini.

Jadi memang kalau mau dilihat secara umum tadi dilihat prosesnya sangat bermasalah tapi isinya juga sebenarnya sekedar menghidupkan kembali Undang-Undang Cipta Kerja.

Ini revisinya ada sedikit saja dan itu pun banyak yang akhirnya mengembalikan pasal-pasal yang sebenarnya merugikan buruh maupun lingkungan hidup ya.

Karena kita sudah bisa menangkap dari pidatonya Airlangga sendiri hari Jumat kemarin itu dikatakan memang ini adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha. Ini poinnya memang di situ, memberikan keuntungan-keuntungan bagi pengusaha dengan memasukkan kembali pasal-pasal yang punya dampak negatif terhadap buruh.

3. Isi Perppu Cipta Kerja dikiritik karena dinilai tidak berbeda dengan UU Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi dinilai inkonstitusional?

Memang betul kalau dikatakan bahwa ini sama saja dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang Nomor 11 tahun 2020 itu yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Sama sebenarnya isinya. Yang diubah hanya sedikit sekali beberapa pasal.

Jadi totalnya 1117 halaman, memang seakan-akan 184 pasal kecil, tapi dalamnya itu banyak. Satu pasal itu anaknya bisa 10 sampai 15 makanya bisa 1117 halaman.

Misalnya untuk pasal-pasal menyangkut soal hak-hak buruh, outsourcing atau alih daya, itu masuk lagi. Dulu di Undang-Undang Cipta Kerja tidak ada.

Terus kemudian juga soal hak cuti untuk buruh. Juga [libur] yang tadinya minimum dua hari dalam satu minggu menjadi cuma satu hari.

Kemudian juga yang saya kira penting itu soal komponen untuk menentukan upah minimum provinsi.  Itu juga sekarang masuk frasa indeks tertentu sebagai salah satu patokan untuk menentukan besarnya UMP.

Nah indeks tertentu ini apa? Itu nanti diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Jadi nanti bisa saja namanya indeks tertentu mungkin tingkat inflasi atau daya beli dan seterusnya. 

4. Menurut anda apakah alasan resesi dan memberi kepastian hukum ke penguasa cukup valid untuk melahirkan Perppu Cipta Kerja?

Nah perppu itu sama persis sebenarnya intensinya juga sama [dengan UU Cipta Kerja]. Kalau dikatakan tujuannya untuk mengatasi krisis ekonomi setelah perang Ukraina menurut saya itu alasan tidak tepat untuk mengeluarkan perppu. Karena perppu itu harus selalu dalam konteks darurat, hal-ihwal kegentingan memaksa.

Inflasi atau krisis ekonomi itu kan bukan sesuatu yang kita akan dapatkan, misalnya kemarin tuh perppu keluar tanggal 30 maka tanggal 31-nya kalau tidak keluar Indonesia akan bangkrut misalnya, kan enggak begitu. Jadi tidak bisa dijustifikasi untuk perppu.

Nah tapi yang kedua kalau misalnya dikatakan untuk mengatasi inflasi dan krisis ekonomi akhirnya yang akan diselamatkan dengan pola pengaturan seperti Perppu Cipta Kerja ini hanyalah pengusaha-pengusaha besar.

Karena itu tadi yang akan dirugikan dengan ketentuan UU Cipta kerja ini adalah buruh. Kan kita tahu ya ada prediksi dari para ekonom akan ada gelombang PHK besar-besaran sudah terjadi sebagian di bulan Desember kemarin, nanti tahun ini 2022 ini akan terjadi lagi.

Nah banyak penyangga untuk hak buruh yang kemudian diturunkan standarnya, sehingga nantinya pengusaha akan lebih mudah untuk melakukan pemecatan-pemecatan atau melakukan restrukturisasi misalnya dengan alih daya tadi.

Jadi, pengusaha akan lebih mudah pakai model outsourching atau alih daya sehingga mengurangi cost untuk hak-hak buruh yang kalau bekerja langsung bukan alih daya ada asuransi, gajinya harus tetap, dan skema-skema SDM lainnya.

Akhirnya jadi  yang diuntungkan adalah pengusaha dengan Undang-Undang Cipta kerja ini.

Jadi kalau dikatakan mengatasi krisis ekonomi tetap saja saja ukurannya adalah ukuran supaya pengusaha enggak rugi, bukan ukuran bahwa orang yang paling miskin tidak jatuh lebih miskin lagi.

5. Jadi bobot kepentingan Perppu ini dikeluarkan memang lebih mengarah ke kepentingan penguasaha ketimbang rakyat ya?

Tahun 2020 Undang-Undang Cipta Kerja memang dibuat sebagai cara instan atau jalan pintas shortcut untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Nah pertanyaannya kan pertumbuhan ekonomi untuk siapa?

Karena kalau pakai model ekonominya pemerintah, digunakan ukuran-ukurannya itu selain infrastruktur juga GDP yang ukurannya lebih banyak atau apa produk domestik bruto ya bahasa Indonesianya yang ukurannya lebih banyak ukuran-ukuran ekspor impor. Tapi menyembunyikan fakta-fakta penting tentang pemerataan.

Jadi misalnya tak tergambar dalam sebuah statistik produk-produk domestik bruto itu soal angka kelahiran ibu melahirkan atau angka angkatan kerja yang menganggur, tidak akan menggambarkan ketimpangan antara yang paling kaya dengan yang paling miskin. Itu semua tersembunyikan dalam model statistik yang digunakan oleh pemerintah.

Sehingga jalan keluar instantnya itu  atau shortcut itu akhirnya memang meminggirkan hal-hal yang sifatnya tidak kelihatan tadi.

Meminggirkan hak-hak buruh, standar lingukungan yang sebenarnya kita buutuhkan kita karena sedang krisis iklim tapi justrus diterabas dengan UU Cipta Kerja.

6. Masih masuk akalkah menggugat Perppu Cipta Kerja ini ke MK?

Ya jadi sebenarnya karena ini bentuknya masih perppu ada dua cara, yang pertama adalah nanti DPR begitu mulai masa sidang lagi harus segera membahasnya dan DPR menurut Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan menurut konstitusi juga, bisa tidak menyetujui perppu ini menjadi undang-undang dan itu sudah ada presedennya juga. 

Tapi saya harus bilang di opsi pertama ini kita akan sangat kesulitan karena kita tahu 82% anggota DPR itu koalisinya pemerintah. Tapi paling tidak ruang itu ada.

Yang ruang kedua itu adalah di MK. Tapi di MK ini saya punya dua respons lagi.

Yang pertama kalau dari segi konstruksinya menurut saya sih ini perkara yang kuat. Karena yang dilanggar itu putusan MK sendiri, karena putusan itu kan putusan uji formil ya dulu. Uji formil artinya yang diperintahkan untuk diulang oleh MK adalah proses legislatif yang harus lebih baik ini berbeda dengan uji materiil.

Dalam putusan itu disyaratkan proses legislasi ini harus diulang dengan dua hal sebagai syarat. Yang pertama metode omnibus ini harus dikenal dulu. Kedua ini yang tidak terpenuhi yaitu partisipasi bermakna.

Partisipasi bermakna ini jadi syarat betul di putusan MK 91/2020. Nah perppu itu jauh dari partisipasi bermakna bahkan tidak ada partisipasi sama sekali karena presiden langsung keluarkan sendiri perppu langsung berlaku baru belakangan DPR  bisa membahasnya.

Tapi kalau bicara dari fakta atau pun situasi politik saya pesimis sebenarnya, karena saya kira ini sebuah skenario besar ya, MK-nya juga sudah dilemahkan.

Perhatikan pelemahan ini dilakukan sebelum Perppu keluar,jadi kalau saya dan kawan-kawan melihat ini skenario besar.

Sekarang MK-nya dilemahkan tidak hanya dengan masuknya Hakim yang baru dan dicopotnya Pak Aswanto tapi juga sebentar lagi akan dibahas revisi undang-undang MK yang akan membuat cara-cara untuk menghentikan hakim di tengah jalan akan bisa dilakukan terhadap sembilan hakim MK.

Jadi kemandirian kekuasaan kehakiman itu benar-benar sedang terancam. Kami juga punya dugaan kuat bahwa Pak Aswanto dicopot di tengah jalan karena putusan Undang-Undang Cipta kerja itu sendiri.

Jadi memang luar biasa dari pemerintah. Semuanya sudah dibuat sedemikian rupa sampai Undang-Undang Cipta kerja ini harus ada untuk kepentingan pengusaha. 



Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER