Wawancara Haris Azhar: Kanjuruhan Pelanggaran HAM Berat, Sepak Bola Indonesia Sangat Ngawur

3 Jan 2023 16:01 WIB

thumbnail-article

Haris Azhar/ Antara

Penulis: Agung Pratama S.

Editor: Akbar Wijaya

"Siapa yang menikmati persepakbolaan Indonesia tanpa menuntut penyelesaian kasus Kanjuruhan, mereka sudah menghalalkan darah saudara sebangsanya.

Menkopolhukam Mahfud MD menyebut peristiwa jatuhnya ratusan korban di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang 1 Oktober 2022 lalu bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

Mahfud menjelaskan pernyataannya tersebut berdasarkan hasil kesimpulan Komnas HAM setelah menyelidiki peristiwa yang mengakibatkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka.

"Ini adalah hasil penyelidikan Komnas HAM. Menurut hukum, yang bisa menetapkan adanya pelanggaran HAM berat atau tidak itu hanya Komnas HAM," kata Mahfud dalam cuitannya di Twitter, Rabu (28/12/2022).

Pada 2 Desember 2022 lalu Komnas HAM memang  menyatakan bahwa peristiwa Kanjuruhan terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan.

"Kesimpulannya adalah peristiwa Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat konferensi pers di kantornya, Rabu (2/11/2022).

Namun pegiat hak asasi manusia, Haris Azhar menilai tragedi Kanjuruhan telah memenuhi syarat sebagai pelanggaran HAM berat.

Anggota Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) ini menyebut sejumlah unsur yang disyaratkan dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah terpenuhi.

Berikut ini wawancara Narasi dengan Haris Azhar:

Komnas HAM tidak menyimpulkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat dan simpulan ini disuarakan lagi Menkopolhukam Mahfud MD, bagaimana pendapat anda?

Saya gak baca statementnya dia (Mahfud) di Twitter. Kalau misalnya dikatakan itu bukan pelanggaran HAM, maka yang pertama Menkopolhukan bukan otoritas penegak hukum.

Dia bukan otoritas penegak hukum maka pernyataan Mahfud MD sebagai pernyataan Menkopolhukan patut diabaikan karena dia bukan penegak hukum. Nah, yang dimaksud sebagai penegak hukum dalam peristiwa dugaan tidak pidana pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM.

Jadi dia (Mahfud) boleh membuat pernyataan setelah ada pemeriksaan yang dilakukan oleh Komnas HAM itu.

Dalam kasus Kanjuruhan kan Komnas HAM menyatakan paska [suporter] turun ke lapangan ada pelanggaran HAM, diduga ada pelanggaran HAM.

Tetapi paska pernyataan tersebut ada laporan dari korban dan Aremania tentang dugaan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat, jadi ada perbedaan tuh pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM yang berat.

Nah jadi pascapernyataan Komnas HAM ada laporan lagi dari keluarga korban dan juga aremania khusus terkait dengan pelanggaran HAM yang berat.

Sampai sejauh ini Komnas HAM belum melakukan apa apa terhadap dugaan tindak pidana pelanggaran HAM berat itu.

Nah, menurut peraturan Komnas HAM tentang tata cara penanganan tindak dugaan pidana pelanggaran HAM berat ada sejumlah hal yang harus dilakukan.

Nah itu artinya Komnas HAM sendiri belum menindak lanjutin laporan tersebut kenapa bisa ya kan orang di luar Komnas HAM membuat kesimpulan bahwa itu bukan pelanggaran HAM berat.

Kalau dilihat kewenangan yang Menkopolhukam sebagai pernah membuat TGIPF tidak ada kewenangan untuk memeriksa dugaan tindak tindak pelanggaran HAM berat.

Menurut Anda tragedi Kanjuruhan sudah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang tersebut belum?

Jadi kalau dilihat pasal itu terpenuhi dugaan itu, dugaannya terpenuhi ya. Serangan terjadi, warga sipil terjadi, dilakukannya secara sistematis atau meluas saya kira tepat adalah sistematis bukan meluas.

Sistematis itu artinya apa? Ada kebijakan ya untuk melakukan, termasuk melakukan itu adalah persiapan atau pembiaran peristiwa ketika terjadi. Dilihatkan tidak dihalau. Tidak dihentikan. Nah, itu masuk dalam makna sistematis tadi itu jadi menurut saya unsur unsurnya terpenuhi untuk diperiksa lebih jauh.

Bagiamana anda menilai penanganan hukum kasus Kanjuruhan terhadap para aktor-aktor utama di sepak bola seperti PSSI atau PT LIB?

Pertama, kalau dari sisi pemerintah nanggung ya. Hanya bikin TGIPF lalu menghasilkan rekomendasi yang sifatnya anjuran moral.

Kalau anjuran moral ranahnya tokoh-tokoh agama, bukan ranahnya pemerintah. Nah pemerintah harusnya merekomendasikan sesuai dengan kelengkapan hukum yang ada, di Indonesia itu ada tindak pidana korupsi, ada tindak pidana HAM berat, tindak pidana khusus lainnya itu banyak, jadi mustinya itu ditempuh dan juga tindak pidana yang ditempuh kepolisian mengecewakan dan meresahkan.

Kenapa saya bilang mengecewakan dan meresahkan? mengecewakan karena dilekatkan hanya Pasal 359, seolah-olah ini orangnya engga sengaja megang pelatuk terus ketembak gitu, seolah kelalaian belaka, dan itu hanya menyasar kepada sejumlah prajurit kan.

Menurut saya meresahkan ya, kejahatan yang begitu hebat hanya disalahkan kepada sejumlah prajurit. Itu menciptakan demoralisasi prajurit, ini kan terulang lagi ya bahwa prajurit di korbankan.

Padahal dari konstruksi kasusnya yang sudah gamblang di tengah publik, di depan mata publik, dokumentasinya juga ada di mana-mana bahkan sampai bersifat internasional diketahuinya, bahwa itu berlangsung dalam kurung waktu tertentu, cepat, dan ke semua penjuru, bukan terkait insiden tertentu di lapangan.

Jadi, maksud saya, saya mau bilang yang ditangani polisi ga cukup, lalu ada mekanisme-mekanisme pemidanaan lain yang seharusnya ditempuh untuk mengurai dan membuat terang, serta membuat keadilan menghukum pelakunya.

Tapi itu enggak direkomendasikan oleh pemerintah. Jadi pemerintah tidak merekomendasikan kelengkapan hukum yang tersedia di Indonesia untuk digunakan, tidak merekomendasikan untuk menggunakan kelengkapan hukum yang tersedia.

Membiarkan proses ditangani oleh polisi yang jeruk makan jeruk ya artinya dengan cara yang sangat minimalis dan justru menciptakan pelanggaran HAM baru yaitu mengorbankan para prajurit.

Nah jadi menurut saya seharusnya yang digunakan adalah pelanggaran HAM berat bahkan bisa ditambahkan dengan mekanisme tindak pidana korupsi, karena di sana ada penjualan tiket yang ilegal, ada pertandingan digunakan sebagai sarana memperkaya diri.

Artinya jika kesimpulannya pelanggaran HAM berat maka sangat mungkin PSSI dan PT LIB dijerat hukum?

Sangat. Kena bisa dia, semua bisa kena mereka itu. Karena di pelanggaran HAM berat yang dibilang pelaku itu engga cuma negara, aktornon negara juga bisa masuk, dimintai pertanggung jawaban. 

 

Berkaca dari penanganan hukum tragedi Kanjuruhan dan berjalannya lagi liga, bagaimana pendapat Anda?

Ini menunjukan bahwa gak ada sense of crisis ya pada sepak bola di Indonesia. Menunjukan adanya krisis moral. Harusnya proses penanganan Kanjuruhan ini dilakukan secara baik dan benar dan secepat-cepatnya, bukan sekedar cepat tapi juga baik dan benar.

Karena peristiwa Kanjuruhan akan menjadi standpoint untuk kita melakukan pembinaan sepak bola dan penyelenggaraan pertandingan.

Karena peristiwa Kanjuruhan menunjukan ada tata kelola sepak bola di Indonesia yang sangat ngawur, bukan cukup ngawur, ini sangat-sangat ngawur.

Nah, mengungkap akan menjadi bahan untuk pelajaran. Nah kalau [liga] tetep dilaksanakan tanpa mau mengungkap dan mengambil pelajaran, itu artinya enggak peduli sama nyawa manusia, termasuk engga peduli sama masa depan sepak bola di Indonesia.

Jadi, enggak pantes ya menurut saya, siapa pun, saya siap berdebat sama siapa pun, mau pelatihnya, pemilik klubnya, penontonnya, malu dengan nyawa orang-orang yang meninggal di Kanjuruhan.

Coba siapa yang menikmati persepakbolaan Indonesia tanpa menuntut penyelesaian kasus Kanjuruhan, mereka sudah menghalalkan darah saudara sebangsanya.

Bagaimana suatu peristiwa kekerasan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat?

Itu ada dua dalam hukum di Indonesia yang dibilang tindak pidana pelanggaran HAM berat, satu genosida, yang kedua adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Nah yang paling memungkinkan adalah dalam peristiwa Kanjuruhan adalah kejahatan terhadap manusia, crimes against humanity.

Di Pasal 9  Undang-Undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disebutkan yang dimaksud sebagai kejahatan terhadap manusia adalah serangan terhadap warga sipil yang dilakukan secara sistematis atau meluas, yang dilakukan secara sistematis atau meluas dalam bentuk pembunuhan, penyiksaan, ada macam-macam tuh.

Apa sama dampak perlakuan hukum ketika suatu peristiwa dikategorikan pelanggaran HAM berat dengan pelanggaran HAM biasa?

Kalau [tragedi Kanjuruhan disebut] pelanggaran HAM, yang kita belum lihat laporan Komnas HAM sampai hari ini ya laporan pelanggaran HAM-nya.

[Pelangaran HAM yang disimpulkan] Komnas HAM itu biasanya berujung pada rekomendasi.

Rekomendasinya biasanya kalau dari Komnas HAM itu pelakunya dikembalikan ke institusi pelaku.  Lalu diminta untuk dilakukan penghukuman terhadap pelaku-pelaku tersebut, serta pemulihan kondisi korban dan keluarga korban, nah itu belum kita lihat sampai sejauh ini komnas HAM langkahnya belum ada soal itu.

Nah kalau pelanggaran HAM berat ia bisa berujung pada pengadilan HAM gitu. Jadi dari Komnas HAM nanti ada penyidikan oleh Kejaksaan Agung lalu dilimpahkan ke penuntut di Kejaksaan Agung, baru nanti dibawa ke Pengadilan HAM.

Pelanggaran HAM berat itu adalah mencari aktor yang paling bertanggung jawab. Bedanya sama penanganan tindak pidana itu biasanya di situ jadi pelanggaran HAM berat tidak menghukum pelaku-pelaku lapangan, dia menghukum siapa yang paling bertanggung jawab yang punya kekuasaan, kewenangan untuk terciptanya peristiwa. Atau sebetulnya punya kewenangan menghentikan tapi tidak menghentikan nah itu yang dicari di pelanggaran HAM yang berat bisa hanya perbedaannya di situ.

Menurut anda kesimpulan Komnas HAM soal tragedi Kanjuruhan sudah sesuai prinsip penegakkan HAM belum?

Menurut saya begini, peristiwa ini peristiwa yang sangat serius 135 orang ya meninggal yang eksekusinya hanya berlangsung dalam kurun beberapa menit dan berdampak sampai berjam-jam bahkan berhari hari bagi yang belum meninggal.

Nah jadi ini peristiwa yang sangat kejam menurut saya. Dia tidak bisa hanya dihukum lewat satu model penanganan tindak pidana biasa, dia harus dicari siapa aktor yang paling bertanggung jawab.

Sebagai orang yang bergerak di bidang aktivisme HAM, bagaimana melihat penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia?

Kalau kasus penanganan HAM berat di Indonesia banyak, ini gudangnya peristiwa pelanggaran HAM berat. Di Indonesia tuh banyak, di Papua itu banyak, kalau peristiwanya banyak ya ada ratusan kasus.

Nah kalau penanganan oleh Komnas HAM juga udah banyak, ada sekitar 15 kasus yang sudah dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dari ratusan kasus itu, yang sudah dibawa ke pengadilan itu terakhir kasus Paniai. Tapi menurut saya kurang tepat ya itu pemidanaannya karena juga hanya mengorbankan satu orang saja.

Nah jadi kalau peristiwanya ada ratusan, ada yang bilang lagi ribuan, ada peristiwa Trisakti-Semanggi, ada peristiwa penculikan dan penghilangan paksa orang pada tahun 97-98, ada peristiwa Paniai, di Aceh juga banyak kasus. Nah jumlah itu yang berhasil diselediki hanya baru 15 oleh komnas HAM.

Yang pernah dibawa ke pengadilan itu cuma kasus Timor-Timur ada 8 berkas, lalu kasus Tanjung Priok ada 4 berkas, lalu kasus Abepura tahun 2000  dua berkas, terakhir kasus Paniai cuma satu berkas, tapi ya memang dilemanya adalah perlawanan untuk tidak ada penghukuman terhadap mereka juga terjadi. 100% para pelaku pelanggaran HAM itu gak ada yang dihukum, justru di lepas bebas semua.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER