Zuhud: Pengertian, Dasar Hukum, dan Pembagiannya

8 Jan 2024 17:01 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi musafir muslim yang mengedepankan sifat zuhud. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Zuhud adalah salah satu akhlak terpuji dalam Islam di mana orang yang melakukannya senantiasa mau meninggalkan hal buruk demi mencapai hal yang baik dan diridai Allah Swt., kendati hal buruk tersebut terasa menyenangkan.

Akhlak terpuji tersebut dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan rida Allah Swt. sebagai Sang Maha Esa.

Mengedepankan akhlak-akhlak terpuji selama hidup di dunia, sebagaimana zuhud, merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Zuhud sendiri merupakan salah satu akhlak yang disukai oleh Allah Swt. dan merupakan sifat Rasulullah saw. yang dapat kita teladani.

Sifat ini juga merupakan gambaran akan orang yang senantiasa memprioritaskan kehidupan akhirat dibandingkan kehidupan dunia yang fana.

Pengertian zuhud

Secara kebahasaan, “zuhud” berarti “berpaling dari sesuatu” atau “meninggalkan sesuatu karena hal tersebut hina”.

Sementara secara terminologis, zuhud merupakan ungkapan tentang pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu lain yang lebih baik.

Sebagai contoh, konsisten untuk meninggalkan perkara haram merupakan salah satu bentuk zuhud. Dalam hal tersebut, seseorang meninggalkan hal buruk (hal haram) untuk menggantinya dengan hal baik yang diridai Allah Swt. (hal yang halal).

Syarat untuk melakukan zuhud adalah tidak kembali pada sesuatu yang ditinggalkannya (contoh: hal haram).

Sebagai contoh, seorang pekerja yang terbiasa mendapatkan keuntungan dari transaksi yang koruptif dapat melakukan zuhud untuk keluar dari hal buruk tersebut demi mengejar keridaan Allah Swt. atas kehidupannya di akhirat nanti.

Agar zuhud orang tersebut dapat dikatakan berhasil, orang tersebut tidak boleh kembali ke perilaku koruptif tersebut meskipun hal tersebut sangat menguntungkannya secara materi.

Sebagaimana yang dijelaskan Imam Al-Ghozali, yang dilansir dari NU Online, bahwa hakikat zuhud adalah meninggalkan suatu yang dikasihi dan berpaling darinya pada suatu yang lain yang terlebih baik darinya karena menginginkan sesuatu di dalam akhirat.

Dasar-dasar zuhud dalam Al-Qur’an

Nilai-nilai dasar sikap zuhud seringkali tercantum dalam Al-Qur'an. Misalnya, dalam surah Al-Qashash ayat 77 berikut:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Wabtagi fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā wa aḥsin kama aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ(i), innallāha lā yuḥibbul-mufsidīn(a).

Artinya: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Pada ayat di atas, Allah Swt. menganjurkan umat Islam agar senantiasa mengupayakan rida Allah Swt. atas dunia akhirat, sembari terus mengupayakan mendapat rizki Allah Swt. di dunia.

Mendahulukan untuk mengupayakan akhirat dari hal-hal duniawi yang fana merupakan salah satu nilai dasar zuhud.

Dalam surah Asy-Syura ayat 20, Allah Swt. juga menjelaskan nilai dasar sikap zuhud, yakni menempatkan rida Allah Swt. di atas segalanya sebagai berikut:

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ

Man kāna yurīdu ḥarṡal-ākhirati nazid lahū fī ḥarṡih(ī), wa man kāna yurīdu ḥarṡad-dun-yā nu'tihī minhā, wa mā lahū fil-ākhirati min naṣīb(in).

Artinya: “Siapa yang menghendaki balasan di akhirat, akan Kami tambahkan balasan itu baginya. Siapa yang menghendaki balasan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat.”

Macam-macam zuhud

Menurut Ibnu Qayyim, zuhud itu ada beberapa macam, yaitu:

  • Zuhud dalam hal yang haram, yang hukumnya fardu ain.
  • Zuhud dalam hal yang syubhat, tergantung kepada tingkatan-tingkatan syubhat. Apabila syubhat itu lebih kuat, ia lebih dicondongkan kepada hukum wajib, dan jika lemah, maka ia dicondongkan kepada sunah.
  • Zuhud dalam hal-hal yang berlebih, zuhud dalam hal-hal yang tidak dibutuhkan, berupa perkataan, pertanyaan, pertemuan, zuhud di tengah manusia, zuhud terhadap diri sendiri, sehingga dia menganggap diri sendiri hina karena Allah Swt.
  • Zuhud yang menghimpun semua itu, yaitu zuhud dalam perkara selain Allah. Zuhud yang paling baik ialah menyembunyikan zuhud itu sendiri dan zuhud yang paling berat ialah zuhud dalam perkara yang menjadi bagian diri sendiri.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER