Penulis: Randu Dahlia
Editor: Soni Triantoro
“Duh, manfaatin teknologi, pake hp, termasuk Bid’ah gak ya?”
“Kalo mau bikin tradisi nujuh bulanan, Bid’ah gak?”
“Gue kan strong to the max, pas Ramadhan buka puasa jam 8 malam aja, Bid’ah gak tuh?”
Siapa yang masih suka bingung memahami bidah? Sini..sini.. kita ulas pembahasan menyoal bidah dari kacamata Islam melalui perbincangan hangat antara ayah dan anak, Quraish Shihab dan Najwa Shihab dalam program Shihab & Shihab.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa Bid‘ah secara bahasa berasal dari bahasa arab bada‘a artinya mengadakan sesuatu yang baru yang belum ada contoh sebelumnya. Berdasarkan makna ini, jadi kepo deh “Apakah segala sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ada contohnya itu terlarang?”
Quraish Shihab menuturkan, “tergantung kita sekarang, kalau kita mendefinisikan Bid’ah adalah segala sesuatu dalam bidang agama yang baru, maka bisa jadi ada yang wajib. Al-Qur’an itu tidak dikumpulkan dalam satu mushaf pada masa Nabi Muhammad SAW, sekarang berbeda, itu sesuatu yang baru. Namun, kalau kita mendefinisikan Bid’ah sebagai sesuatu yang baru dalam bidang agama, titik. Maka kita bisa berkata ada yang haram ada yang sunah. Tapi kalau kita mendefinisikan Bid’ah sebagai sesuatu yang baru dalam bidang agama dan ibadah yang tidak berdasar, itu terlarang.”
Baca Juga:Hati-hati Memvonis Seseorang Kafir!
Lebih jauh Quraish Shihab menjelaskan bahwa ‘dasar’ dalam menentukan bidah itu beragam. Tapi ada contoh bidah yang dasarnya banyak disepakati, misal saat berpuasa umat Muslim dianjurkan berbuka ketika Maghrib, tidak boleh berbuka lebih lama dari itu, karena tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW berbuka di waktu lain, sebagaimana Rasulullah meriwayatkan dalam sabdanya dari Sahl bin Sa'ad:
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Artinya: "Manusia selalu dalam keadaan baik selama mereka segera berbuka (bila waktunya telah tiba)." (HR Bukhari)
Jadi, memang ada banyak perbedaan pandangan tentang bidah. Kelompok tertentu memandang segala sesuatu yang baru dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW termasuk bidah. Sementara kelompok lain menilai segala sesuatu yang baru, hanya dalam bidang agama dan ibadah yang tidak memiliki dasar (ajaran Islam) barulah disebut bidah.
Quraish Shihab mencontohkan sesuatu yang bisa saja dipersilihkan, “Nabi membaca Subhanallah, Innalillah, nabi membaca sekian doa, tapi nabi membaca doa-doa itu pada kasus-kasus tertentu. Sekarang kalau mau dihimpun di waktu pagi (wirid). Ini bidah atau tidak? Nah disinilah letak perbedaan, ada yang bilang nabi tidak begitu, ada yang bilang kalau kita himpun apa salahnya? Inilah persoalan yang menimbulkan bidah. Disinilah kita harus bertoleransi, kita memahami yang melarangnya, tapi kita juga harus memahami yang menghimpunnya.”
Dalam perbincangan hangat seputar kosakata keagamaan ini, Najwa Shihab pun bertanya “Kalau sekarang kan …ada yang kemudian sedikit-sedikit bidah. Pokoknya kalau tidak dilakukan di zaman Nabi berarti bidah,pandangan yang sangat ketat, termasuk kemajuan teknologi juga dibilang bidah, Bi?”
Qurasih Shihab menjawab, “Itu jelas salah, karena ulama-ulama yang berkata tentang bidah itu sebenarnya dalam konteks keagamaan dan ibadah, bukan kemajuan peradaban. Ya..akhirnya nanti kita gak boleh pake hp dong”.
Warisan tradisi dan budaya di Indonesia beragam. Misal: tradisi tahlilan, bersama-sama berdoa bagi orang yang telah wafat, tradisi nujuh bulanan untuk ibu hamil, dan sebagainya. Apakah hal-hal ini termasuk bidah?
Secara umum menjalani tradisi perlu ada dasar yang kuat. Lebih jauh Quraish Shihab memaparkan, “Kalau dikatakan tidak diamalkan nabi, ya termasuk bid’ah. Tapi kalau kita mendefinisikan bidah adalah sesuatu yang baru yang punya dasar, dasar tahlilan itu kan membaca ayat-ayat Al-Qur’an memang dasarnya ada anjuran membaca Qur’an, membaca tahlil, ya Boleh. Ada istilah yang namanya pemurnian agama, dia mau agama betul-betul murni seperti zaman nabi. Tapi biasa kita, budaya kita, agama pun membenarkan budaya. Tujuh bulanan itu sebenarnya doa kan. Mau tujuh bulanan, boleh. Dua bulanan, boleh. Sembilan bulanan, boleh. Tapi tradisi di kita tujuh bulanan. Abi bisa toleransi itu, karena intinya adalah doa.”
Nah… ngomongin bidah ternyata banyak ya perspektifnya, semoga kita dapat bertoleransi akan perbedaan pandangan tentang bidah, Insya Allah. Dan…semoga umat Muslim di Indonesia tetap mempertahankan kekayaan warisan tradisi dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dengan dasar yang kuat, berdasarkan ajaran Islam.
Selain mendalami makna Bid’ah, kita juga bisa lebih mendalami kosakata lain seperti: Jihad, Gibah, Tabayun, Jin, Syaitan, dan sebagainya, tentunya hanya dengan menyaksikan Shihab & Shihab setiap hari jelang berbuka puasa selama bulan Ramadan hanya di Indosiar dan Vidio.com.
KOMENTAR
Latest Comment